salah satu cerpen yang diikutkan dalam sebuah sayembara Rumah Tulis Community (RTC)
Bukan
tetes air dari langit yang jatuh di punggung tanganku. Itu air mataku sendiri yang
tak kusadar sudah menjamah pipi dan menggelontor melewati sudut daguku dan
akhirnya jatuh tanpa daya di tanganku yang tengah gemetar menahan deru
kesakitan yang beterbangan di dalam hati. Kenapa?
Satu kata itu saja yang sedari tadi muncul di dalam kepalaku, menari – nari
tanpa jengah ke seluruh penjuru hingga akhirnya aku menangis begitu saja. Rasa
sesak itu muncul bertubi – bertubi sampai membuat napasku tercekat.
Terduduk
di lantai kamar dengan pandangan mata entah menuju ke mana. Jendela terbuka
lebar. Angin kasar pertanda hujan akan tiba berangsur melesak masuk dan membuat
beberapa tumpukan kertas di atas meja jatuh berserakan di lantai. Pohon kamboja
menggugurkan bunga merah jambunya. Mereka jatuh satu per satu ke atas tanah
basah berumput liar. Awan hitam memayungi langit yang beberapa jam tadi biru
bersih tanpa noda. Terdengar gelegar menyeramkan dari langit selatan diikuti dengan
sambaran kilat berwarna keemasan.
Aku
tidak peduli dengan keadaan langit itu. Aku tidak peduli jikalau hujan turun
dengan lebatnya dan membuat kamarku kembali dibanjiri air. Dan aku bahkan lebih
tidak peduli lagi jikalau hujan merampas kesadaranku detik ini.
Hujan. Aku membencinya. Aku benci
bau hujan. Sebab hujan mengingatkanku pada seseorang yang memberikan luka
paling dalam.
Pikiranku
bergerilya ke beberapa memori yang sedari mengusik kepalaku untuk dijelajah
kembali. Satu per satu bayangan itu muncul tanpa bisa dikendali. Adegan – adegan
lima bulan terakhir ketika masih bersama membuat paru – paruku nyaris menolak
untuk dimasuki oksigen.
Prosesi
penjemputan dan adegan berkeliling kota dalam keadaan basah kuyup berlarian
tanpa lelah di kepala. Adegan bermain hujan di bawah mainan seluncuran di
sebuah taman mengusik air mataku untuk kembali jatuh. Adegan menonton konser
sebuah band ibukota di lapangan parkir kampus membuat dadaku semakin sesak. Adegan
bercengkerama di bawah langit malam ditemani bulan penuh membuat segalanya
bertambah menyesakkan. Dan ada adegan – adegan manis lain yang bertebaran liar
sampai membentuk sekumpulan nyala api yang membakar hati.
Aku rindu. Sama seperti tanah –
tanah gersang yang lama rindu akan bau hujan. Aku kangen sama kamu.
Akhirnya
ku jatuhkan tubuhku ke lantai. Lembab. Aku merasakan kelembaban menjemput
tubuhku. Air mata meluncur dalam diam hingga jatuh dalam bisu ke atas lantai
yang dingin. Dada berdentum tak karuan. Semua rasa berkecamuk jadi satu. Sakit
hati, sedih, kecewa, marah, dendam, rindu, cinta…..
Mataku
panas. Ia tidak ingin membuka. Ia ingin terpejam saja dan berharap bahwa semua yang
terjadi ini hanya mimpi belaka. Aku ingin tidur dan berharap bahwa ketika esok
membuka mata, semua akan baik – baik saja dan tidak ada yang berubah.
Ku
pejamkan mata sampai pada saatnya jantungku mendadak seperti digerogoti tikus –
tikus menjijikkan yang berlarian dengan girang. Dan air mata membuncah tanpa
bisa dicegah. Sakit menekan ulu hati sampai paru – paru mendadak enggan untuk
mengangsurkan udara. Semua organ vitalku rasanya hendak terlolosi. Napas
tercekat sampai di tenggorokan. Lidahku menggulung malas ketika diminta untuk
berteriak barang sejenak. Aku sakit hati.
Rasanya sakit sekali.
Arah
pikiranku terbang menuju laki – laki itu. Dia yang seharusnya kali ini
bersamaku untuk memulai sesuatu yang baru nyatanya pergi meninggalkan semua
mimpi indah yang sudah ku bangun dengan percaya diri. Aku sudah membangunnya
dengan rapi, merancangnya dengan sempurna. Namun, dia tiba – tiba jadi begini. Dia
mengacuhkan semua panggilan dan smsku. Semuanya. Dan bahkan yang lebih membuat
napasku hampir terhenti adalah perhatian yang dulu sering dia berikan padaku seketika
jua musnah seperti dilalap si jago merah, musnah seperti debu yang beterbangan
liar di tanah dilanda hujan dalam sekali waktu.
Tidak
ada lagi satuan kata sayang yang dia ditujukan padaku. Semua terlihat kasar dan
penuh dengan kedataran. Tidak ada lagi perhatian seperti beberapa waktu lalu
yang masih bisa ku temukan sebelum dia mendapatkan kabar buruk itu. Kabar yang
hanya bisa ku intip lewat dinding facebooknya.
Kegagalannya untuk lolos masuk ke
dalam salah satu perusahaan multinasional itukah yang membuat sikapnya berubah?
Letak salahku ada dimana jika harus sampai membuat sikapnya berubah seperti
ini? apakah penyebab gagalnya adalah diriku hingga dia membenciku sedemikian
rupa sampai mengacuhkan diriku begini? hingga dia mengubah semua yang dulu
terlihat sangat manis menjadi menyakitkan seperti ini?
Salahku dimana? Dimana letak
salahku?
****
Caranya
membuatku jatuh cinta sungguh sangat manis. Dimulai dengan message bertubi dalam facebook
yang membuat candu, dan membuatku gelinjangan ketika ku buka layar biru muda
itu tanpa ada satu notifikasi message
terbaru darinya. Dia membuatku merindui sepanjang hari seperti pesakitan yang
tidak kunjung diberikan obat. Dan tanpa sadar aku mulai jatuh, jatuh telak di
hadapannya dengan sempurna. Dan dia? Dia seperti memberi ruang, memberi
kesempatan pada diriku yang hendak melesak masuk ke dalam bilik hatinya untuk
terus maju dan maju. Dia memberi sinyal bahwa dia juga ingin memulai.
Permulaan
yang begitu sempurna. Renyah tawa yang mengudara ketika message – message yang ku terima di facebook menghiasi hariku dengan sangat istimewa disusul dengan
puluhan sms yang ku terima dari subuh sampai mata terpejam kala malam. Aku
jatuh cinta dari sana. Jatuh di saat kemantapan hati untuk tidak memulai sebuah
hubungan tiba – tiba terbantahkan oleh kehadiran sosok seorang lelaki penuh
misteri.
Benteng pertahananku akan laki – laki selama dua tahun itu runtuh
dalam sekali sentuh. Kehadirannya yang sama sekali tidak disangka membuat
gersang yang lama berdiam diri di dalam hati luluh lantah.
Adegan
romatis yang tidak pernah ku rasakan datang dari seorang lelaki biasa saja,
tanpa embel – embel seksi seperti lelaki yang biasanya membuatku tergoda. Dia
berbeda. Dan caranya merayuku juga berbeda sampai aku tidak bisa membandingkan
mana bualan dan mana kenyataan.
Flashback
selama lima bulan terakhir yang tampak begitu apik untuk dirangkaikan menjadi sebuah
kisah percintaan yang sangat indah nyatanya membuat tubuhku sekarang mengerang
karena kesakitan. Aku patah hati, dan
sakitnya setengah mati.
Akhirnya
aku bisa mengerang dengan benar. Ku cengkeram kerah kaos yang kupakai dengan
kasar dan berteriak di dalam kamar. Aku menangis sambil menjerit dibarengi
dengan gelegar di langit gelap yang menyeramkan.
Hujan.
Dan aku semakin histeris mendengar suara hujan di luar sana. Aku ingin keluar
kamar. Lari dan membenamkan diri ke dalam guyur yang begitu deras. Biar saja
dingin mmbunuh tulang – belulangku hingga membuatku jatuh sakit. Siapa tahu itu
bakal bisa membuatnya kembali padaku.
***
Sebuah
pesan singkat yang benar – benar singkat akhirnya ku sadari sebagai pesan
tersingkatnya untuk mengakhiri sebuah kisah yang lama tidak pernah kami namai
itu. Sebuah pesan yang menyiratkan bahwa sebaiknya aku menjauhinya, jauh – jauh
dari kehidupan pribadinya. Dan seperti ada belati kecil yang menghujam jantung
sampai akhirnya meninggalkan guratan perih yang amat dalam. Membuatku hampir
mati karena kehilangan banyak darah.
Aku menginginkannya. Aku ingin
memilikinya secara utuh. Dan bukankah dia juga begitu? Semua hal dan perlakuan
yang dia tujukan padaku selama lima bulan terakhir bukanlah tanpa alasan, kan?
Karena dia memang juga menginginkanku, kan? Hubungan yang berjalan begitu manis
bukan karena dia hanya menjadikanku pelarian, kan?
Wahai
langit yang mulai gelap, berikan aku jawaban atas kerunyaman yang melanda isi
hati. Beri aku setangkup harapan bahwa dia akan kembali padaku. Beri aku
kekuatan bahwa ini hanya sementara. Beri aku sejengkal napas untuk sadar bahwa
semua ini hanyalah mimpi belaka. Dan ketika aku bangun nanti, semua bakal baik
– baik saja. Semua bakal kembali seperti lima bulan yang lalu. Dan dia ada
bersamaku untuk kemarin, sekarang, dan besok tentunya.
Tapi
kali ini aku jatuh. Kali ini benar – benar jatuh. Bukan jatuh cinta, tapi jatuh
dalam arti sebenarnya. Dan kenyataan terpahit yang ku telan mentah – mentah adalah
bukan karena kegagalannya masuk ke perusahaan multinasional itu dia menjauhiku,
tapi karena dia kembali pada perempuannya yang dulu. Perempuan yang dari dulu
sudah ku rasakan ada apa – apanya. Perempuan yang membuatku sakit hati dan
cemburu saat membaca wall to wall
mereka. Perempuan yang dulu sering ku temukan dalam komentar - komentar facebooknya. Perempuan yang sering ku
jumpai dalam tagging foto – foto di
beberapa album fotonya.
Perempuan
ini….Aku melihatnya. Ya aku melihat dengan kedua mata kepalaku sendiri ada
senoktah cinta yang terburai di antara percakapan mereka. Ada aura berbeda yang
ditunjukkan dalam banyak percakapan mereka. Dan aku sebagai wanita yang sedang
mencintai laki – laki itu tahu benar bahasa kata yang saling menyiratkan rasa.
Dan juga foto profil yang jelas – jelas sama identik itu adalah bukti nyata
bahwa ada apa – apa di antara mereka. Tidak bisa dibantahkan oleh apapun.
Dan
pertanyaannya adalah, kenapa aku? Kenapa harus aku yang berada dalam pertemuan
antara dua sumbu X dan Y itu? kenapa harus aku yang ada di antara mereka? Satu
– satunya orang yang paling di sakiti di sini?
Kenapa
harus aku yang dijadikan pelarian? Kenapa bukan perempuan lain saja? Salah apa
aku sampai kembali disakiti oleh laki – laki? Bukankah dulu laki – laki lah
yang membuatku menahan diri untuk berhenti menjalin hubungan dengan mereka? Dua
tahun memegang patuh pada komitmen untuk sendiri bukanlah hal yang mudah jika
saja tidak ada luka yang terus mengingatkan bahwa laki – laki adalah kaum
pembawa sakit hati.
Namun
sekarang? Sekarang aku jatuh lagi pada lubang yang sama. Sakit yang sama dengan
luka berbeda. Hatiku mencelos, seperti disodorkan pada panggangan sebilah besi
yang sedang ditempa, panas dan sakit. Hatiku seperti ditikam samurai panjang
yang tajam. Dan Secara mutlak, aku membutuhkan oksigen tambahan.
Semua
akhirnya berhenti sampai detik ketika dia dan perempuan itu sama – sama
bungkam, sama – sama memintaku untuk menebak hubungan seperti apa yang mereka
ikatkan. Perempuan mana yang tidak bisa menebak bahwa mereka memiliki hubungan spesial
jika jelas – jelas foto profil facebook
mereka sama? adakah sepasang sahabat yang menunjukkan foto seperti itu kecuali
mereka sedang berpacaran atau sedang dalam hubungan khusus?
Jadi
seperti inikah akhirku? Lakonku hanyalah sebagai tempat pemberhentian sementara
saja? Atau sebagai calon – calon yang digugurkan karena punya banyak
kekurangan? Atau memang sebagai pelampiasan belaka? Tidak ada niat untuk
menjadikanku istimewa seperti apa yang aku kira? Dan perlakuan manis yang
selama empat bulan dia tujukan padaku hanyalah semu saja?
Buku
– buku jariku terasa panas dalam kepalan. Kuku – kukuku yang mulai panjang
mendaratkan sakit yang lumayan, namun tidak sesakit hatiku sekarang. Air mataku
sudah kering, dan sekarang digantikan dengan pancaran kebencian mendalam.
Aku
cinta. Tapi tidak seperti ini seharusnya. Katakanlah bahwa tidak ada cinta yang
lama bernaung di hatimu untukku, tapi untukknya. Katakan padaku bahwa kau hanya
menjadikanku sebagai seorang adik, seorang teman. Katakan itu dari awal agar
aku tidak sampai melambungkan sendiri perasaanku karena seluruh perlakuan
manismu padaku. Aku cinta. Namun rasa sakitku jauh lebih besar dari cinta itu
sendiri.
Kali ini aku sudah benar – benar
buta pada kalimat mana yang benar dan mana yang salah. Jangan salahkan aku jika
nanti tiba waktuku untuk menguraikan kalimat paling nista di dunia. Silakan
lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan. Persetan dengan hubungan yang
kalian jalin. Aku tidak mau dan tidak ingin tahu. Enyah kalian dari mukaku.
Kalian ini manusia macam apa? Kau.
Iya kau. Laki – laki kurang ajar yang memberiku senyawa cinta, yang
memberikanku benih agar ditanam dan sekarang dengan tanpa rasa bersalah pergi
meninggalkan benih itu dalam keadaan sekarat tanpa penjelasan apapun? Kau tahu,
aku hampir mati di sini. Karenamu.
Dan kau, perempuan gila. Kenapa
menyuruhku bertanya pada lelakimu tentang kebenaran status kalian? Apakah
tujuan terakhirmu adalah membunuhku seperti ini? kau ingin aku mendengarkan
kenyataan bahwa kalian memang sedang dalam hubungan khusus? Seperti itu? dan…
dan pernyataanmu tentang ke_GR_anku atas perlakuan manis lelakimu adalah tanda
bahwa aku salah sangka dan terlalu berharap adalah telak membuatku yakin bahwa
kau, kalian, adalah orang yang sama – sama sukses membuat seorang perempuan sakit
hati.
Berani – beraninya kalian mengusik
tidur lelapku sampai terbangun dalam keadaan menyedihkan seperti ini? Berani –
beraninya kalian menyulutkan api peperangan padaku? lihat, suatu ketika….suatu
ketika pembalasan akan datang. Apa yang kalian tanam, itulah yang kalian tuai
kelak. Tuhan tidak pernah tidur. Ia tahu siapa yang tersakiti.
Suatu hari akan ku paksa kalian
berlutut di bawah kakiku. Suatu hari nanti, kalian akan merangkak di atas puing
– puing keangkuhan kalian untuk memohon belas kasihanku.
******
Butuh
waktu untuk sadar, apalagi ikhlas yang jelas – jelas sangat sulit untuk
dilakukan ketika hati telah diliputi benci. Batas antara benci dan cinta
sangatlah tipis. Butuh mikroskop untuk bisa melihatnya?
Ternyata
dia bukanlah belahan hati yang selama ini ku cari. Aku menyesal. Seharusnya
tidak tunduk pada pesonanya kala itu. Seharusnya aku bisa menjaga hati lebih
waspada.
Aku
hanyalah menjadi bagian dari sepotong drama kehidupan yang dia buat bersama
perempuannya. Aku hanyalah seorang yang terjebak dalam lorong waktu dimana tak
seharusnya aku ada di situ. Aku hanyalah bagian kecil dari bumbu dapur mereka. Ya,
seharusnya tak ku biarkan diriku jatuh dalam lubang hitam segelap dan
semenakutkan ini. Seharusnya juga aku tidak perlu jatuh cinta terlalu dalam
padanya. Tidak juga terlalu mengharapkan bahwa dia bakal mencintaiku seperti
aku mencintainya. Seharusnya……
Tidak ada yang namanya “Pemberi
Harapan Palsu,” yang ada hanyalah aku terlalu mengharapkan dia.
Satu
pinta terakhirku, menjauhlah dari kehidupanku. Aku memaafkanmu, hanya saja aku
tidak akan pernah memaafkan kalian jika sampai muncul dalam hidupku lagi. Tutup
semua akses dimana aku bisa melihat kalian. Biarkan luka yang kalian semayamkan
tidur dalam kidung abadinya. Jangan buat dia terusik lagi dengan kedatangan
kalian barang sedetik. Jika kalian berani menampakkan batang hidung kalian,
percayalah bahwa aku akan membunuh kalian dengan lidahku sendiri. Dan ketika cinta itu jatuh, dia bahkan tidak
bisa melihat bagian mana yang benar dan mana yang salah.