Meskipun lara, aku akan mencoba tersenyum seperti ini :) dan... penghujung Februari ini aku akhirnya harus rela membiarkan apa yang baru saja ku nikmati hilang begitu saja. Ini adalah akhir Februari sekaligus awal Maret yang menyesakkan.
Lara, harus ku katakan itu namanya lara. Tapi untuk apa kau katakan lara? Untuk hatiku, aku ingin mengungkapkan lara kepada hati yang patut untuk dikasihani ini. Aku harus bilang...mungkin ini harus segera diakhiri sebelum segalanya terlambat dan aku sekarat dan rebah di kamar mayat. Sebelum segalanya terlihat begitu rumit, dan ku gamit sakit, aku harus membuangnya ke bukit.
Ada apa denganmu?
Lara. Aku lara. Aku mendadak diliputi lara luar biasa. Sakitnya melilit sampai masuk ke dalam jeruji besi hati. Harus bagaimana? aku harus bagaimana Rasanya baru kemarin aku jatuh cinta.... aku jatuh cinta? apa benar aku jatuh cinta? pada siapa? padanya? pada dia yang merasa ku jatuhkan perasaanku.
Kenapa lara?
Lara. Tiba - tiba lara datang tanpa pemberitahuan. Tiba - tiba ia menghadirkan sensasi sakit luar biasa. Dan aku harus menyudahinya sebelum lara merambah ke seluruh penjuru hati dan kepala. Aku harus segera menyudahinya. Memiliki perasaan itu sakitnya luar biasa meskipun sedari awal ku gadang-gadangkan bahwa hatiku akan baik-baik saja, tapi nyatanya bullshit. Semuanya tidak biasa.
Aku tidak bisa membaca matamu, bahkan hatimu. Aku tidak bisa menebak apa yang kamu rasa, apa yang ada di pikiranmu. Bagiku semua abu-abu dan tidak ada rambu. Kau menyukaiku? Kau tidak menyukaiku?
Jika pertanyaan ini terlalu cepat ku tanyakan, aku mohon maaf. Tapi bagiku, rasanya ini sudah terlalu lama dan sangat menyiksa. Semua butuh proses, namun proses itu membunuhku, tak ada yang bisa ku terka. Apa karena aku tidak peka hingga tidak bisa membaca apa-apa?
Aku bahagia. Aku senang karena kau telah memberikan semacam oase ke dalam gersang duniaku sebelumnya. Namun tetap saja aku lara. Aku lara, memiliki perasaan ini membuat hatiku lara. Sadarkah kau kalau aku diliputi lara?
Kalau bisa aku berteriak akan ku lantangkan suaraku dan bilang kalau aku menyukaimu. Dan kalau saja aku bisa berbisik, aku akan bilang terima kasih....terima kasih karena telah hadir dalam perjalanan singkatku. Aku tidak bisa berlama - lama di sini, aku harus segera pergi....aku harus pergi meskipun aku masih sangat ingin menikmati ini semua....
Kalau rasa itu terlalu cepat datang, apakah juga sebegitu cepatnyakah pergi? Tidak. Sampai detik aku menuliskan ini dan harus menangis sesenggukan menahan godaan untuk mengirimkan pesan singkat padamu, rasa ini belum hilang dan malah semakin menjadi. Aku merindukanmu, sungguh :'(
Biasakan dirimu tanpaku dan ku biasakan diriku tanpamu. Dulu kita terbiasa, dan pastinya sekarang juga akan lebih terbiasa. Bukan begitu? :')
Aku tidak ingin mengatakan ini andai aku bisa membaca apa yang ada di antara garis matamu dan apa yang tersirat dalam kalimatmu. Tapi rasanya aku tahu, ini hanya setengah, ini hanya satu arah. Kau.....kau tidak.....
Lara memuncak di sudut kepala
terdiam berarak menuju pelataran kesakitan
rindu terangsur di pucuk busur
diliputi haru yang menghambur
Lara terikat dalam diam
rasa menyeruak dalam sekam
hingga akhir kalimatku berbekam
hanya duniaku dihibahi kelam
Lara tertabur dalam cinta
disuarakan oleh hati yang buta
mata memejam tanpa daya
inilah akhir bagi rasa tanpa suara
Mencintaimu seperti berkah tanah diguyur hujan
dianaki embun yang jatuh perlahan
sejuk membius seluruh badan
sampai lupa kemana arah tujuan
Surabaya, 1 Maret 2013 saat lara dan rindu beradu
Lara, harus ku katakan itu namanya lara. Tapi untuk apa kau katakan lara? Untuk hatiku, aku ingin mengungkapkan lara kepada hati yang patut untuk dikasihani ini. Aku harus bilang...mungkin ini harus segera diakhiri sebelum segalanya terlambat dan aku sekarat dan rebah di kamar mayat. Sebelum segalanya terlihat begitu rumit, dan ku gamit sakit, aku harus membuangnya ke bukit.
Ada apa denganmu?
Lara. Aku lara. Aku mendadak diliputi lara luar biasa. Sakitnya melilit sampai masuk ke dalam jeruji besi hati. Harus bagaimana? aku harus bagaimana Rasanya baru kemarin aku jatuh cinta.... aku jatuh cinta? apa benar aku jatuh cinta? pada siapa? padanya? pada dia yang merasa ku jatuhkan perasaanku.
Kenapa lara?
Lara. Tiba - tiba lara datang tanpa pemberitahuan. Tiba - tiba ia menghadirkan sensasi sakit luar biasa. Dan aku harus menyudahinya sebelum lara merambah ke seluruh penjuru hati dan kepala. Aku harus segera menyudahinya. Memiliki perasaan itu sakitnya luar biasa meskipun sedari awal ku gadang-gadangkan bahwa hatiku akan baik-baik saja, tapi nyatanya bullshit. Semuanya tidak biasa.
Aku tidak bisa membaca matamu, bahkan hatimu. Aku tidak bisa menebak apa yang kamu rasa, apa yang ada di pikiranmu. Bagiku semua abu-abu dan tidak ada rambu. Kau menyukaiku? Kau tidak menyukaiku?
Jika pertanyaan ini terlalu cepat ku tanyakan, aku mohon maaf. Tapi bagiku, rasanya ini sudah terlalu lama dan sangat menyiksa. Semua butuh proses, namun proses itu membunuhku, tak ada yang bisa ku terka. Apa karena aku tidak peka hingga tidak bisa membaca apa-apa?
Aku bahagia. Aku senang karena kau telah memberikan semacam oase ke dalam gersang duniaku sebelumnya. Namun tetap saja aku lara. Aku lara, memiliki perasaan ini membuat hatiku lara. Sadarkah kau kalau aku diliputi lara?
Kalau bisa aku berteriak akan ku lantangkan suaraku dan bilang kalau aku menyukaimu. Dan kalau saja aku bisa berbisik, aku akan bilang terima kasih....terima kasih karena telah hadir dalam perjalanan singkatku. Aku tidak bisa berlama - lama di sini, aku harus segera pergi....aku harus pergi meskipun aku masih sangat ingin menikmati ini semua....
Kalau rasa itu terlalu cepat datang, apakah juga sebegitu cepatnyakah pergi? Tidak. Sampai detik aku menuliskan ini dan harus menangis sesenggukan menahan godaan untuk mengirimkan pesan singkat padamu, rasa ini belum hilang dan malah semakin menjadi. Aku merindukanmu, sungguh :'(
Biasakan dirimu tanpaku dan ku biasakan diriku tanpamu. Dulu kita terbiasa, dan pastinya sekarang juga akan lebih terbiasa. Bukan begitu? :')
Aku tidak ingin mengatakan ini andai aku bisa membaca apa yang ada di antara garis matamu dan apa yang tersirat dalam kalimatmu. Tapi rasanya aku tahu, ini hanya setengah, ini hanya satu arah. Kau.....kau tidak.....
Lara memuncak di sudut kepala
terdiam berarak menuju pelataran kesakitan
rindu terangsur di pucuk busur
diliputi haru yang menghambur
Lara terikat dalam diam
rasa menyeruak dalam sekam
hingga akhir kalimatku berbekam
hanya duniaku dihibahi kelam
Lara tertabur dalam cinta
disuarakan oleh hati yang buta
mata memejam tanpa daya
inilah akhir bagi rasa tanpa suara
Mencintaimu seperti berkah tanah diguyur hujan
dianaki embun yang jatuh perlahan
sejuk membius seluruh badan
sampai lupa kemana arah tujuan
Surabaya, 1 Maret 2013 saat lara dan rindu beradu
0 komentar:
Post a Comment