"gersang"
"baru saja hujan, gersang dimananya? tanahnya basah"
**
hujan baru saja turun. dia melihat dengan begitu takjubnya seperti seorang anak kecil yang rindu lari-lari di bawahnya. aku melihatnya menendang-nendang pancuran air dari atap rumah. dia seperti ingin menjamah hujan dengan segera. dan sebelum dia terjun ke dalam guyuran hujan, ku tarik lengannya.
"apa yang akan kau lakukan?" tanyaku tiba - tiba.
"aku mau hujan - hujan," jawabnya sambil mengulas senyum. deretan gigi-gigi timunnya terpampang jelas di depan mataku.
sudah ku duga. dia ingin bermain hujan. seperti orang-orang itu.
"jangan!" aku melarangnya.
dia melotot ke arahku. dahinya mengerut.
"kenapa?"
"kau akan sakit"
"enggak!"
"sudah kubilang jangan!" aku berteriak.
jujur. aku sangat tidak menyukai hujan. ada banyak hal menyakitkan yang lahir darinya. dan aku tidak mau laki-laki ini membuka salah satu kenangan itu.
"kau kenapa?" tanyanya tiba - tiba.
rupanya dia menangkap ekspresi sedih dari wajahku. apakah dia tahu tentang apa yang ku pikirkan? aku ingin bilang padanya kalau aku sedang tidak baik-baik saja. namun aku tidak bisa membagi itu dengannya sekarang.
"tidak apa-apa" jawabku asal.
"kau tidak menyukai hujan?" laki-laki ini seperti bisa membaca mataku. bukan aku tidak suka hujan. manusia mana yang tidak suka hujan tiba di saat gersang di beberapa bulan belakangan terasa sangat memuakkan? aku hanya tidak ingin melihat hujan....sekarang.
aku tidak memberikan jawaban. aku hanya menghela napas panjang di depannya kemudian berlalu dari hadapannya. meninggalkan dia dengan beberapa pertanyaan.
"apa istimewanya hujan?" tanyaku tanpa memutar tubuhku.
"hujan??" dia balik bertanya.
"hmmm......."
"hujan adalah surga" balasnya singkat.
"surga?"
"iya"
"apakah ada surga yang gersang?" tanyaku.
"tidak ada"
"kalau begitu kenapa hujan kali ini terlihat gersang?"
"he????"
"baru saja hujan, gersang dimananya? tanahnya basah"
**
hujan baru saja turun. dia melihat dengan begitu takjubnya seperti seorang anak kecil yang rindu lari-lari di bawahnya. aku melihatnya menendang-nendang pancuran air dari atap rumah. dia seperti ingin menjamah hujan dengan segera. dan sebelum dia terjun ke dalam guyuran hujan, ku tarik lengannya.
"apa yang akan kau lakukan?" tanyaku tiba - tiba.
"aku mau hujan - hujan," jawabnya sambil mengulas senyum. deretan gigi-gigi timunnya terpampang jelas di depan mataku.
sudah ku duga. dia ingin bermain hujan. seperti orang-orang itu.
"jangan!" aku melarangnya.
dia melotot ke arahku. dahinya mengerut.
"kenapa?"
"kau akan sakit"
"enggak!"
"sudah kubilang jangan!" aku berteriak.
jujur. aku sangat tidak menyukai hujan. ada banyak hal menyakitkan yang lahir darinya. dan aku tidak mau laki-laki ini membuka salah satu kenangan itu.
"kau kenapa?" tanyanya tiba - tiba.
rupanya dia menangkap ekspresi sedih dari wajahku. apakah dia tahu tentang apa yang ku pikirkan? aku ingin bilang padanya kalau aku sedang tidak baik-baik saja. namun aku tidak bisa membagi itu dengannya sekarang.
"tidak apa-apa" jawabku asal.
"kau tidak menyukai hujan?" laki-laki ini seperti bisa membaca mataku. bukan aku tidak suka hujan. manusia mana yang tidak suka hujan tiba di saat gersang di beberapa bulan belakangan terasa sangat memuakkan? aku hanya tidak ingin melihat hujan....sekarang.
aku tidak memberikan jawaban. aku hanya menghela napas panjang di depannya kemudian berlalu dari hadapannya. meninggalkan dia dengan beberapa pertanyaan.
"apa istimewanya hujan?" tanyaku tanpa memutar tubuhku.
"hujan??" dia balik bertanya.
"hmmm......."
"hujan adalah surga" balasnya singkat.
"surga?"
"iya"
"apakah ada surga yang gersang?" tanyaku.
"tidak ada"
"kalau begitu kenapa hujan kali ini terlihat gersang?"
"he????"
0 komentar:
Post a Comment