"mana psananku?"
"masih di kolong ranjang"
"keluarkan!"
"keluarkan sendiri"
*
Selembar kertas bekas bungkus kacang tanah tergeletak di atas meja, lusuh. Sripit memungutnya kemarin sore saat hendak pergi ke toko untuk membeli sabun mandi. Ditemukannya kertas itu di depan pagar rumahnya. Warnanya yang mencolok membuat matanya langsung bisa mengenali benda itu. Diperhatikannya dengan seksama, gara-gara kertas itu Sripit jadi malu.
Itu tulisan tangan si Supardi, tetangga Sripit yang cerewetnya seperti almarhum kakek buyut Sripit yang tinggal di daerah Boyolali, yang sering dia kunjungi ketika lebaran tiba. Seperti biasanya, Sripit tahu apa yang diminta Supardi darinya sesore ini. Segelas kopi minim gula dan seperangkat alat merokok.
Tidak butuh waktu lama untuk melemparkan kembali kertas itu ke pemiliknya. Kos Supardi berada di depan kos Sripit. Dan beruntungnya, entah sengaja atau tidak, Supardi tengah duduk manis di teras sambil membaca....majalah wanita, kesukaannya. Dia bilang, tidak susah untuk memahami wanita, selain membaca dari internet, majalah menye-menye seperti itu adalah makanan sorenya selain kopi minim gula dan rokok.
Supardi menjulurkan kepalanya ketika Sripit bersiul iseng. "mana pesananku?"
"tuh di dalem kamar" jawab Sripit seadanya.
"ambilkan!" pinta Supardi manja.
"males" Sripit melipir tanpa peduli pada reaksi Supardi yang kesal.
*
Sripit membuka kamarnya. Hal pertama yang dia tangkap adalah aroma mint yang menguar dari dalam kamarnya. Sripit tidak memakai parfum beraroma mint. Jelas. Itu bau datang dari badan Supardi. Laki-laki itu sudah duduk anteng di kursi sambil membaca majalah wanita milik Sripit.
"kau selalu membaca majalah macam ini, nggak bosan?" tanya Supardi, masih dengan fokusnya tertuju pada gambar-gambar wanita yang full make-up berlenggok di atas catwalk.
"nggak" jawab Sripit kilat sebelum Supardi menanyakan hal-hal aneh seperti biasanya.
"nggak kepengen nyoba baca majalah dewasa pria?" NAH.
Sripit menggeleng cepat. Dalam hati, Sripit gemas dengan laki-laki ini. Ingin dia lakban mulutnya yang terlalu ceriwis itu.
"ih...majalah pria dewasa apa bagusnya? apa yang bisa dilihat? aku tidak sepertimu, yang doyan membaca majalah wanita cuma untuk mencari tahu wanita macam apa yang baik untukmu"
"so?"
"bodoh. membaca majalah pria dewasa tidak serta merta membuatku bisa kenal macam-macam pria. benda mati kok dipelajari" Sripit menjewer telinga Supardi dengan gemas.
"aduh, sakit Sri!" Supardi kesakitan.
"cara mempelajari manusia bukan lewat majalah, bodoh. eksperimen langsung dong"
"bodoh, balik!"
"lho?" Sripit kaget, dikatai bodoh oleh Supardi.
"sebelum eksperimen, baca dulu teorinya!" Supardi melanjutkan.
"tapi terlalu sering membaca tanpa didukung oleh tindakan nyata, ya mana ada fungsinya?"
"siapa yang bilang aku tidak ada tindakan nyata?"
"aku"
"karena itu aku tadi bilang kamu bodoh. dasar wanita bodoh!" Supardi melempar kertas lusuh yang lama digenggamnya ke hadapan Sri. Kertas yang bertuliskan pesanannya sore ini.
Sri mengernyit. Bibirnya manyun.
"begitulah ekspresi wanita bodoh yang tidak pernah sadar kalau selama ini menjadi bahan eksperimen pria tulen yang pura-pura bodoh"
"maksudmu?
"pikir sendiri!"
"kau bilang aku bodoh?"
Supardi mengedikkan bahu.
Sripit terdiam. Mencoba mencerna kalimat Supardi barusan.
Sripit membuang muka dan lari ke dalam kamar mandi. Pintu ditutupnya dengan kesal. Dinyalakannya keran air keras-keras. Lalu dirabanya dadanya yang tiba-tiba berdebar.
"mana pesananku?" Supardi berteriak lantang dari dalam kamar.
masih gemetar, Sri menjawab"masih di kolong ranjang"
"keluarkan!"
"keluarkan sendiri!" balas Sripit tak kalah kerasnya.
Supardi kemudian melongok kolong tempat tidur Sripit. Ditemukannya tumpukan majalah di sana. Dan diantara majalah itu, SUpardi melirik nakal beberapa majalah yang terselip rapi....majalah dewasa, pria dewasa.
"ini bukan pesananku, Sri." Supardi berteriak sambil terkekeh. Kemudian tersenyum nakal.
mendengar Supardi terkekeh, lutut Sripit mendadak lemas.
0 komentar:
Post a Comment