Surat kedua ini tak lagi kutulis atas nama pemuja rahasia. Tidak lagi, sebab kau sudah tahu siapa aku. Kali ini akan kuatas namakan sebagai seorang pemuja. Iya, pemuja saja.
Pemujamu kali ini menulis surat tentang bagaimana ia cukup susah tidur setelah surat pertama tersampaikan. Apakah sudah kau baca? Harapan terbesarku adalah sudah. Tapi jika kau yakin surat itu tak penting dan mengusik hidupmu, cukup abaikan seperti layaknya para artis yang tak sempat membaca surat dari fans karena terlalu sibuk. Sungguh aku tak mengapa. Hanya saja, jangan mencoba untuk menghentikan kegilaanku ini. Sebab percuma, aku akan menulisnya sampai bosan.
Kau adalah orang pertama yang secara langsung kukirimkan surat. Tak seperti yang lain yang hanya bisa kutuliskan lewat blog atau note di facebook. Dulu, aku tak seberani ini. Tapi sekarang rasa malu dan takut pun hilang. Alasannya? Sulit untuk dijabarkan dengan kata-kata.
Aku memujamu tanpa banyak alasan, itu saja.
Surabaya, masih di 16 April 2016
April 16, 2016
Surat Kedua
Kepada R
Belasan hari ternyata tak kunjung membuat rasa penasaranku sirna. Hingga akhirnya harus kuakui bahwa aku takjub dengan segala wujud yang kau sembahkan pada dunia maya. Aku yakin, banyak hal yang tak kutahu tentang siapa kamu di dunia nyata.
Kali ini aku harus menekan kuat rasa gengsi yang telah tertanam dengan sangat dalam. Juga malu yang nyatanya sampai detik kutulis ini masih menari histeris sambil menangis menahan diri. Aku mengabaikan mereka demi melayangkan beberapa kalimat tentang betapa takjubnya diriku terhadapmu. Kusingkirkan segala hal yang mugkin akan membuatmu mengernyit heran, “hei siapakah gerangan perempuan yang dengan gila menulis ini?”
Kepadamu, yang diam-diam kuperhatikan. Sungguh aku pemuja rahasiamu. Tertanda, L.
Surabaya, 16 April 2016