Sore tadi aku berbincang dengan langit kemerahan yang kutemui tepat
di samping balkon kosku. Ditemani secangkir teh hangat dan headset, aku
membatin...mencoba berkomunikasi dengannya. Awal mulanya aku hanya iseng
bersiul dan mengedikkan sedikit senyum nakal ke arahnya, tapi tanpa ku sangka
dia membalasnya seraya iseng menggelitiki pinggangku.
"neng, apa yang kau lakukan sesore ini sendirian?"
langit merah menegurku.
aku tersenyum seperti biasanya. kemudian menggeser duduk agar dia
merapat ke tubuhku. aroma mint dan rokok khas bau tubuhnya menguar masuk ke dalam
hidungku, wangi lelaki tulen.
"aku sedang memperhatikanmu, bang" kataku penuh
penjiwaan.
"ah, lebay..." katanya sambil mencolek pipiku.
sentuhan jarimu seperti itu membuat pipiku panas, tidakkah kau
tahu itu? aku membatin diiringi cengiran kecil. sepertinya pipiku benar-benar
merah karena ku lihat senyumnya merekah.
aku kembali tersenyum mendengar jawabannya. itu adalah jawaban
seperti yang biasa dia lontarkan ketika aku mulai menggombal.
"sumpah....langit merah di ujung barat sana adalah kamu, bang" kataku sambil mencuri cium ke pipinya.
Replika Senja, kamu.
1 komentar:
Tak ada yang lebih sejati dari sekedar kecup pertama. Tak ada yang lebih mengesankan dari sekedar kata-kata. ketika bibir bukan lagi tentang kata-kata. maka kecupan pertama adalah kata dengan sejuta rahasia. Salam kecup dari Semesta
Post a Comment