aku mabuk. mabuk sakit hati setelah pagi tadi Ted meminta mengakhiri hubungan pacaran kami yang sudah berjalan hampir dua tahunan. keparat, dia mengaku telah tidur dengan Sandy sejak dua bulan ini. sebagai perempuan tulen merasa terhina. kurang apa aku hingga Ted berpaling pada seorang laki-laki?
aku mencintainya. tapi tak begini caranya. mampuslah kau, Ted.
kubanting semua benda yang bisa dilihat oleh mata. kurusak semua perkakas yang mampu kujangkau. aku tak peduli dengan setan yang terduduk di pojokan menertawakan kegilaanku malam itu. biar dia meracau seperti sedang sakau. aku takkan bergeming, sebab aku telah kehilangan sadarku.
dua jam berlalu. kaki dan tanganku tak mampu kukenali lagi. perih. darah tercecer di lantai. lalu aku mulai terisak karena kesakitan. kulihat jam dinding tak lagi berdetak. ini jam berapa?
aku telah lama di sini. berdua bersama sebotol minuman yang kurampas dari warung Mak Koni di seberang kontrakan. dasar sial, oplosan. untung aku tak mati.
bicara soal mati, mendadak aku jadi takut mati. beberapa waktu lalu kuhantarkan rekan sejawatku tidur selamanya di pekuburan. aku tak pernah tahu dia bakal semuda itu pergi meninggalkan dunia yang digembor-gemborkannya sangat syahdu itu. dua hari sebelum kematiaannya dia bercerita panjang lebar soal hidup, kepadaku. ya, mendadak dia berceloteh bak pujangga dengan syair-syairnya.
masih ingat betul kalimat terakhir yang diucapakannya saat berpamitan sambil menendang bokongku, "Ra, lo gue....end, soon!"
aku lebih memikirkan soal kematian daripada putus cinta dari Ted. sejuta Ted bisa dicari, tapi mati? tak perlu dicari, akan datang sendiri.
aku mencintainya. tapi tak begini caranya. mampuslah kau, Ted.
kubanting semua benda yang bisa dilihat oleh mata. kurusak semua perkakas yang mampu kujangkau. aku tak peduli dengan setan yang terduduk di pojokan menertawakan kegilaanku malam itu. biar dia meracau seperti sedang sakau. aku takkan bergeming, sebab aku telah kehilangan sadarku.
dua jam berlalu. kaki dan tanganku tak mampu kukenali lagi. perih. darah tercecer di lantai. lalu aku mulai terisak karena kesakitan. kulihat jam dinding tak lagi berdetak. ini jam berapa?
aku telah lama di sini. berdua bersama sebotol minuman yang kurampas dari warung Mak Koni di seberang kontrakan. dasar sial, oplosan. untung aku tak mati.
bicara soal mati, mendadak aku jadi takut mati. beberapa waktu lalu kuhantarkan rekan sejawatku tidur selamanya di pekuburan. aku tak pernah tahu dia bakal semuda itu pergi meninggalkan dunia yang digembor-gemborkannya sangat syahdu itu. dua hari sebelum kematiaannya dia bercerita panjang lebar soal hidup, kepadaku. ya, mendadak dia berceloteh bak pujangga dengan syair-syairnya.
masih ingat betul kalimat terakhir yang diucapakannya saat berpamitan sambil menendang bokongku, "Ra, lo gue....end, soon!"
aku lebih memikirkan soal kematian daripada putus cinta dari Ted. sejuta Ted bisa dicari, tapi mati? tak perlu dicari, akan datang sendiri.
0 komentar:
Post a Comment