February 10, 2015

Surat Untuk Dian

Hallo, dek.
(jangan tertawa! apalagi sampai nyeletuk kata "pekok, goblok, edan, gendeng, koplak, dkk")
JANGAN!


Jangan tanyakan bagaimana keadaanku/kabarku kemarin, sekarang, atau pun besok sebab jawabannya akan berubah-ubah, namun tetap dengan inti yang sama....aku baik-baik saja (semoga) :)
Lalu jika kau bertanya apakah aku tidak merindukanmu (?) di hadapanku (tidak mungkin sekali kau akan berkata seperti itu di depanku, bahkan ketika diskonan di Matahari meledak sampai 80% per item, tidak akan mungkin) maka akan kujawab dengan lantang bahwa aku sangat merindukanmu. SANGAT (meskipun kau tahu dengan benar bahwa aku -kamu juga- bukanlah tipe manusia dengan dengan mudahnya bilang rindu di hadapan masing2)

"Perempuan muda...ah gadis muda usia 18an itu duduk sendirian di pojok lobby fakultas menggenggam ponsel Nokia QWERTY casing merah miliknya. Rambutnya panjang. Perawakannya kurus. Air mukanya datar. Dari seberang, kuamati diam-diam. Hm. Tipikal perempuan cuek, pendiam. Duh."

Lihat, eh baca...ingatanku masih begitu tajam. Aku masih ingat benar pertemuan pertama kita dulu. Ketika aku menjadi pendamping kelompokmu, kelompok absurd....(Hey si Maman apa kabarnya?). Dari belasan orang itu, ternyata hanya kamu yang "nyantol" denganku sampai sekarang. Aku tidak tahu kenapa, mungkin memang Allah sudah memberi takdir bahwa kita akan menjadi "saudara".

Tidak terasa sudah empat tahun lebih aku mengenalmu. Sudah banyak cerita dan pengalaman hidup yang kau bagi denganku, yang kubagi denganmu. Terimakasih untuk semua sayang dan kepercayaan yang kau berikan padaku selama ini. Terimakasih untuk perhatian-perhatian kecil dan makian dan kegilaan dan ke-absurd-an yang kita buat. Terimakasih telah menjadikanku tak sendirian di saat aku diliputi kesendirian.

Padamu, kuajarkan kamu yang baik-baik saja. Denganmu, hanya kubagikan cerita-cerita dan pengalaman positif saja. Sebab aku telah bersumpah dalam hati, tak akan pernah kubiarkan kamu ataupun orang-orang terdekatku menjadi sebandel diriku. Biar aku saja, kamu nggak usah ikut-ikut.

Dulu saat melihatmu di"culik" si itu, aku ikut ngeri dan takut kau diapa-apakan. Dulu, saat aku mendengar kabar burung bahwa kau "sakit" aku cemas dan selalu berusaha mengingatkanmu untuk makan, oleh karena itu seringkali aku tak pernah menolak ajakanmu untuk makan bersama pun bahkan menghabiskan makananmu yang masih bersisa. Aku tak mau melihatmu tak makan. TIDAK.

Aku tak pernah gagal untuk excited mendengar semua cerita darimu. Mulai keluarga, calon gebetan, calon pacar, mantan pacar yang sekarang jadi pacar, sulit move on, masalah teman-temanmu, kuliahmu, skripsimu, sampai pada wisudamu. Hei....kangen upag-upug kita :')

Ya Tuhan....begitu bangganya diriku melihatmu wisuda. Cantik. Saat itu, aku terharu. Sungguh bahagia melihatmu berkebaya. Saat kau memberiku kehormatan untuk menemanimu dan hingga aku bertemu keluargamu yang sering kau ceritakan itu, aku senang. Meskipun dalam hati berkata "heh, lo kesalip tuh!" tapi jauh dalam hati terdalam aku bahagia. Kenapa? Sebab...Ya Tuhan...aku tidak membawa pengaruh buruk ke anak ini. Perempuan yang dari awal ospeknya kukenal itu akhirnya kulepas dulu. Alhamdulillah nduk, aku berhasil melihatmu sukses menyelesaikan sekolahmu :)

Oh ya, selama empat tahun kita kenal, cuma waktu wisudamu saja kita berfoto. Benar? Ah, kau ini memang bukan tipe manusia yang doyan berfoto, tak seperti diriku yang banci kamera ini. Huft. Cuma foto itu saja yang bisa kupajang di dinding kamar.

Selama empat tahun bersamamu, hanya ulang tahun di tahun pertamamu saja yang kuberi hadiah. Seingatku boneka kodok warna hijau ya? hehehhe. Maaf dek, yang berikutnya kakak tak mampu beli. Mohon dimaklumi :* nanti akan kakak kirim boneka beruang sebesar lemari kalau kamu nikah sama si itu. Ehem. Aku merestui kalian berdua *yay*

Rasanya ada segunung cerita di kepalaku, namun tentu saja tak bisa kutuliskan sekarang. Terlalu panjang, bisa jadi novel. Ehe. Maafkan atas segala keterbatasan. Dan untuk yang terakhir....Saat kupikir kau akan melupakanku, maka saat itulah aku menangis sejadi-jadinya. Aku menyayangimu melebihi sayangku pada mie ayam rica-rica yang sering kita makan di WTC (jangan tertawa, ini serius!). Tapi aku tahu, kau dan aku punya "hubungan" untuk tidak saling meninggalkan. Meskipun jauh, aku tahu suatu saat kita akan dipertemukan kembali. Aku merindukanmu, sungguh merindukanmu. Meskipun kadang atau bahkan jika nanti aku jarang memberimu kabar, percayalah bahwa dalam hati ini merindukanmu, aku selalu mengingatmu.  Melihatmu dari jauh. Dan saat kau telah bersama lingkunganmu yang baru, bahkan jika aku telah menjadi samar dalam kepalamu...ingat dengan benar kata-kataku ini, aku akan selalu ada saat kau membutuhkanku, kapanpun itu. Berbahagialah dengan duniamu, nduk.


Adalah langitnya malam yang dikubur kegelapan. 
Ada rintik kecil di matanya, tak pernah pudar oleh hadirnya gemerlap bintang. 
Aku adalah aku, jelmaan langit yang kesepian. 

Lalu datang bulan, terang dengan paras elok di hati.
Hingga buat musnah seluruh sepi, meski tak datang setiap hari.
Dan adalah kamu, jelmaan bulan yang menyinari.





Surat balasan untuk adek, Dian
With love, Your Sister.





0 komentar:

Post a Comment