dan jika kata cinta mudah diucap semudah menulisnya, akan aku lakukan sekarang juga...
Dan bahkan jika aku harus mengatakannya padamu secara terang - terangan, secara blak - blakan akan aku lakukan sekarang. Agar demi kau tahu perasaan macam apa yang selalu meninju ujung perut bawahku ketika aku berdiri di hadapanmu.Agar kau tahu bagaimana kemelut dadaku yang menyentak - nyentak tak karuan saat tanpa sengaja kita berpapasan dan kau menyunggingkan senyuman padaku. Damn. Ini gila. Bahkan aku akan jauh lebih gila memikirkan ini dari pada sekedar memikirkan soal hitungan akuntansi. Namun, semuanya terasa sulit untuk diungkapkan. Entah kenapa.
Di halaman parkir kampus yang sudah mulai sepi. Kita, aku dan kamu masih sama - sama terdiam. Tidak tahu harus memulai ini dari mana. Rasanya tenggorokanku tersumbat. Susah sekali lidahku bergerak. Dan seperti ada palu kecil yang menuntut jantungku bergerak liar tak beraturan. Sesekali aku tak bisa menyembunyikan keringat dingin yang membanjiri pelipisku. Kegusaran melandaku dengan hebat. Tanganku berkeringat. Rasanya aku ingin memukul kepalaku karena memiliki ide gila seperti ini.
Dan kamu, aku hanya melihatmu sekilas melirikku, memperhatikan tingkah konyolku yang kadang menendang-nendang udara di depanku, yang kadang menggaruk-garuk belakang kepalaku sendiri seperti seorang pekutuan. Damn. Wanita terindah ini mungkin akan berpikiran bahwa lelaki di hadapannya sedang mengalami gangguan "saraf" otak. Buat apa coba memintanya datang ke halaman parkir sesore ini setelah semua orang pulang dan hanya tersisa beberapa motor yang terparkir?
Wanita ini. Wanita lugu, polos, murah senyum, ramah, dengan gaya naturalis minimalis sederhana yang berhasil membuat duniaku bergetar dan bergempa dan sampai membolak-balikkan isinya. Yang berhasil membuat dunia kekutu-bukuanku berangsur lenyap. Yang berhasil membuatku mengendap-endap di ruang baca hanya sekedar untuk melihatnya menekuri laptop dan buku manajemen tebalnya. Yang berhasil membuatku merubah gaya dandanan menjadi sedikit maskulin, dan aku harus mati-matian berkonsultasi dengan teman gila seberang kamar agar penampilan "ndeso"ku berubah sedikit kekotaan, paling tidak berubah menjadi lebih baik dari gaya pakaianku dulu yang sedikit kampungan, hanya demi wanita ini. Ah, aku mulai gila.
Aku masih ingat ketika pertama kali aku meminta nomor handphonemu. Wajahmu bersemu merah, tersipu malu dan sedikit takut saat aku memberanikan diri menyodorkan handphone bututku padamu agar kamu mengetik sendiri nomormu di sana. Dan jujur, jantungku berlarian saat itu. Saat itu kamu sedang sendirian di ruang baca. Seperti biasanya-entah mengerjakan apa-dengan ditemani laptop dan buku - buku manajemen. Dengan berbingkai kaca mata frame putih tulang itu kau terlihat sangat menarik, sangat manis, dan sontak membuat dadaku berdebar. Rambutmu yang terurai menjuntai membuatmu bertambah seperti seorang dewi yang baru turun dari kayangan. Kamu, makhluk Tuhan paling cantik yang pernah aku temui. Ya Tuhan, rasanya perut bawahku bergejolak. Dadaku berdesir seketika hanya dengan memperhatikanmu dari jarak satu meter itu.
Dan setelah itu. Aku rajin mengirimu sms. Rajin menelponmu di pagi buta hanya sekedar untuk say hello dan bertanya basa-basi soal kuliah. Rajin menemanimu di ruang baca, meskipun kadang aku berbohong dengan berkata hanya kebetulan saja -setiap hari kebetulan. Rajin mengikuti beberapa kuliahmu, meskipun kadang pernah ketahuan dosen dan aku diusir dari kelas gara - gara aku bukan anak manajemen, dan saat itu aku melihatmu tertawa lebar, sungguh anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku bisa melihatmu tertawa seperti itu.
Ah, semua terjadi begitu saja. Dan aku harus cepat mendefinisikan perasaan yang lama-lama mengakar tumbuh di dalam hati ini. Aku harus cepat menerjemahkan ini semua. Dimulai dari rasa ketertarikanku saat pertama melihatmu di workshop Accounting jurusanku beberapa minggu lalu, dengan balutan jeans dan kemeja coklat muda dengan rambut tergerai sepinggang itu kau tampak mempesona. Mata cokelat khas Jawa dengan binar indahnya. Sungguh. Lalu setelah itu semua terjadi begitu saja. Aku mulai mabuk. Aku mulai kecanduan untuk bertemu denganmu setiap hari. Sampai aku harus rela bertanya ke seluruh kenalanku demi mendapatkan informasi tentang siapa kamu. Dan ternyata kamu bukan anak akuntansi, kamu manajemen.
Lama kelamaan perasaan ini tumbuh, entah aku mulai suka padamu sejak kapan tepatnya aku tidak tahu. Dan setelah sebulanan aku mendekatimu, ada rasa berbeda yang melebihi rasa suka. Aku jatuh cinta padamu.....sepertinya. Aku belum tahu ini apa, hanya saja rasa berbeda itu muncul seketika dan meluap - luap tanpa bisa dibendung seperti air bah yang tiba - tiba datang tanpa kita duga. Ada rasa rindu menggelayut di kalbu ketika aku tak menemuimu sehari saja.
Dan di halaman parkir ini aku ingin mengatakannya, aku ingin mengatakan padamu bahwa aku....bahwa aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, rasanya seluruh kalimat yang sudah tertata rapi semalam, yang sudah ku rangkai berjam-jam sampai aku tidak tidur menguap begitu saja setalh aku bertemu denganmu. Saat benar-benar melihatmu berdiri di depanku dengan jarak satu meter seperti ini dan tidak ada orang di sana membuat segalanya berantakan, kacau. Aku terlalu terpesona. Aku terlalu gugup.
Hai wanita paling cantik sedunia, aku cuma mau bilang....aku mencintaimu. Duh, susah sekali. Aku tidak bisa membiarkanmu berdiri di sana selama hampir setengah jam, kamu pasti lelah.
"Far...." akhirnya aku membuka suara. Lalu kamu mendongak.
"iya Fir..." Kamu menatapku. Oh sial. Farah, jangan menatapku seperti itu. Jujur aku bisa mati mendadak karena tatapan teduhmu itu. Sekarang saja jantungku berlarian tanpa henti.
"hm.....aku bingung mau ngomong apa" dengan sedikit cengengesan aku mengatakan itu. Dan lagi - lagi kamu tersenyum.
"duh Farah...jangan tersenyum dan memandangku seperti itu donk..." aku menutup mataku, takut Farah melihatku gugup karena tatapannya.
"lho...kenapa Firman, aku nggak boleh menatap kamu nih?" Nada suara Farah berubah sedikit datar. Cess. Adem.
"bukan begitu far...ehm, aku cuma....aku cuma nggak kuat aja...." Aku mengelak, membuang muka.
"nggak kuat kenapa Fir?"
Tiba-tiba handphone berdering. Ah sial ini orang merusak suasana. Tapi aku juga mengucap syukur juga sich dapat telpon, sedikit mengurangi kegugupan juga. Aku meminta izin Farah untuk mengangkat telpon dari Arya, teman gila seberang kamar.
"Far...maaf ya aku harus pulang....ehm....kamu ada yang jemput?" tanyaku basa-basi, meskipun sebenarnya aku tahu kamu jalan kaki.
Kamu menggeleng, tentu saja. Dan dalam hati aku menyeringai lebar.
"ayo pulang, aku antar kamu" pintaku sambil bergerak menuju motorku yang tidak jauh terparkir dari tempatku berdiri.
"lho...tadi katanya mau ngomong sesuatu yang penting?" aku melihat kegusaran di mata Farah, matanya berkeliaran resah.
"hehehe, maaf nggak jadi. Eh, bukannya nggak jadi sih. Aku hanya mau ngomong kalau...." kalimatku terhenti. Aduh. Ngomong apa ini? sia - sia saja donk kalau Farah sudah ke sini tapi aku tidak mengatakan apa - apa. Akhirnya si Jack Sparrow muncul di otakku.
"kamu ada waktu nggak? nonton Pirates Caribbean yuk...." Ya Farah, maaf aku bohong padamu. Sungguh, aku ingin mengatakan itu. Hanya saja lidahku kelu sekali. Rasanya seluruh kalimatku tertahan di tenggorokan dan tidak mau keluar.
"kenapa nggak sms aja sich Fir? cuma ngajak nonton aja minta ketemuan kaya' gini?" ucapmu sambil berjalan ke arahku, sudah siap untuk naik di belakangku.
"maaf....." ucapku saat Farah sudah duduk di belakangku.
Di depan kos Farah.
Aku masih terdiam. Kamu juga. Suasana canggung -entah dari mana datangnya- mulai merayap, udara sekitar mulai pengap. Tanganku berkeringat lagi. Aku deg-deg-an. Sial. aku nggak bisa ngomong.
"Far...bawa binder nggak?" tanyaku mengusir keheningan.
"Bawa, kenapa Fir?" jawabnya sambil menengok isi tasnya.
"minta satu lembar. Eh, sekalian sama bindernya aja deh...."
"buat apa?"
"rahasia"
Farah menyurukkan bindernya padaku.
"pulpen Far..."
Lalu aku mulai menulisnya.
"Sip...jangan dibuka sebelum aku benar - benar menghilang dari hadapanmu" pintaku sambil mengenakan helm. Farah hanya tersenyum, lalu mengangguk.
"aku pulang..."
"hati-hati Fir...."
Aku bisa melihat kamu melambaikan tangan dari kaca spion motorku. Maaf Far....aku tak bisa mengatakannya secara langsung. Bukan karena takut akan ditolak, entah ini karena aku tidak berani atau aku memang tak punya nyali. Hanya saja susah sekali untuk mengatakan bahwa aku jatuh cinta sama kamu.
Dan jika saja mengucapkan ini sama mudahnya seperti menulisnya, pasti dari tadi aku sudah melakukannya. Sayang sekali, mengatakannya tak semudah apa yang aku kira, tak semudah menulisnya.
Aku jatuh cinta sama kamu, Farah
Baru saja meletakkan tas di atas meja, handphoneku bunyi : Farah
Dengan ragu aku menekan tombol jawab. Suara wanita di seberang sana berdehem sebentar lalu mulai bicara singkat, padat, dan jelas :
"aku juga jatuh cinta sama kamu"
Klik. Sambungan terputus.
Aku masih berdiri dengan memegang handphoneku. Mataku membulat. Dahiku mengernyit. Aku mengedikkan bahu. Bibirku membentuk huruf O. Kepalaku menggeleng tak percaya. Lalu ku cubit pipi - pipiku bergantian. Setelah itu aku meninju udara, YES. Arch..........aku berteriak kesetanan di dalam kamar. Rasanya aku melambung, melayang sampai langit ke tujuh.
To: Farah
Besok jadi nonton ya....aku akan ngomong langsung :)
From: Farah
Yes :)
Dan bahkan jika aku harus mengatakannya padamu secara terang - terangan, secara blak - blakan akan aku lakukan sekarang. Agar demi kau tahu perasaan macam apa yang selalu meninju ujung perut bawahku ketika aku berdiri di hadapanmu.Agar kau tahu bagaimana kemelut dadaku yang menyentak - nyentak tak karuan saat tanpa sengaja kita berpapasan dan kau menyunggingkan senyuman padaku. Damn. Ini gila. Bahkan aku akan jauh lebih gila memikirkan ini dari pada sekedar memikirkan soal hitungan akuntansi. Namun, semuanya terasa sulit untuk diungkapkan. Entah kenapa.
Di halaman parkir kampus yang sudah mulai sepi. Kita, aku dan kamu masih sama - sama terdiam. Tidak tahu harus memulai ini dari mana. Rasanya tenggorokanku tersumbat. Susah sekali lidahku bergerak. Dan seperti ada palu kecil yang menuntut jantungku bergerak liar tak beraturan. Sesekali aku tak bisa menyembunyikan keringat dingin yang membanjiri pelipisku. Kegusaran melandaku dengan hebat. Tanganku berkeringat. Rasanya aku ingin memukul kepalaku karena memiliki ide gila seperti ini.
Dan kamu, aku hanya melihatmu sekilas melirikku, memperhatikan tingkah konyolku yang kadang menendang-nendang udara di depanku, yang kadang menggaruk-garuk belakang kepalaku sendiri seperti seorang pekutuan. Damn. Wanita terindah ini mungkin akan berpikiran bahwa lelaki di hadapannya sedang mengalami gangguan "saraf" otak. Buat apa coba memintanya datang ke halaman parkir sesore ini setelah semua orang pulang dan hanya tersisa beberapa motor yang terparkir?
Wanita ini. Wanita lugu, polos, murah senyum, ramah, dengan gaya naturalis minimalis sederhana yang berhasil membuat duniaku bergetar dan bergempa dan sampai membolak-balikkan isinya. Yang berhasil membuat dunia kekutu-bukuanku berangsur lenyap. Yang berhasil membuatku mengendap-endap di ruang baca hanya sekedar untuk melihatnya menekuri laptop dan buku manajemen tebalnya. Yang berhasil membuatku merubah gaya dandanan menjadi sedikit maskulin, dan aku harus mati-matian berkonsultasi dengan teman gila seberang kamar agar penampilan "ndeso"ku berubah sedikit kekotaan, paling tidak berubah menjadi lebih baik dari gaya pakaianku dulu yang sedikit kampungan, hanya demi wanita ini. Ah, aku mulai gila.
Aku masih ingat ketika pertama kali aku meminta nomor handphonemu. Wajahmu bersemu merah, tersipu malu dan sedikit takut saat aku memberanikan diri menyodorkan handphone bututku padamu agar kamu mengetik sendiri nomormu di sana. Dan jujur, jantungku berlarian saat itu. Saat itu kamu sedang sendirian di ruang baca. Seperti biasanya-entah mengerjakan apa-dengan ditemani laptop dan buku - buku manajemen. Dengan berbingkai kaca mata frame putih tulang itu kau terlihat sangat menarik, sangat manis, dan sontak membuat dadaku berdebar. Rambutmu yang terurai menjuntai membuatmu bertambah seperti seorang dewi yang baru turun dari kayangan. Kamu, makhluk Tuhan paling cantik yang pernah aku temui. Ya Tuhan, rasanya perut bawahku bergejolak. Dadaku berdesir seketika hanya dengan memperhatikanmu dari jarak satu meter itu.
Dan setelah itu. Aku rajin mengirimu sms. Rajin menelponmu di pagi buta hanya sekedar untuk say hello dan bertanya basa-basi soal kuliah. Rajin menemanimu di ruang baca, meskipun kadang aku berbohong dengan berkata hanya kebetulan saja -setiap hari kebetulan. Rajin mengikuti beberapa kuliahmu, meskipun kadang pernah ketahuan dosen dan aku diusir dari kelas gara - gara aku bukan anak manajemen, dan saat itu aku melihatmu tertawa lebar, sungguh anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku bisa melihatmu tertawa seperti itu.
Ah, semua terjadi begitu saja. Dan aku harus cepat mendefinisikan perasaan yang lama-lama mengakar tumbuh di dalam hati ini. Aku harus cepat menerjemahkan ini semua. Dimulai dari rasa ketertarikanku saat pertama melihatmu di workshop Accounting jurusanku beberapa minggu lalu, dengan balutan jeans dan kemeja coklat muda dengan rambut tergerai sepinggang itu kau tampak mempesona. Mata cokelat khas Jawa dengan binar indahnya. Sungguh. Lalu setelah itu semua terjadi begitu saja. Aku mulai mabuk. Aku mulai kecanduan untuk bertemu denganmu setiap hari. Sampai aku harus rela bertanya ke seluruh kenalanku demi mendapatkan informasi tentang siapa kamu. Dan ternyata kamu bukan anak akuntansi, kamu manajemen.
Lama kelamaan perasaan ini tumbuh, entah aku mulai suka padamu sejak kapan tepatnya aku tidak tahu. Dan setelah sebulanan aku mendekatimu, ada rasa berbeda yang melebihi rasa suka. Aku jatuh cinta padamu.....sepertinya. Aku belum tahu ini apa, hanya saja rasa berbeda itu muncul seketika dan meluap - luap tanpa bisa dibendung seperti air bah yang tiba - tiba datang tanpa kita duga. Ada rasa rindu menggelayut di kalbu ketika aku tak menemuimu sehari saja.
Dan di halaman parkir ini aku ingin mengatakannya, aku ingin mengatakan padamu bahwa aku....bahwa aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, rasanya seluruh kalimat yang sudah tertata rapi semalam, yang sudah ku rangkai berjam-jam sampai aku tidak tidur menguap begitu saja setalh aku bertemu denganmu. Saat benar-benar melihatmu berdiri di depanku dengan jarak satu meter seperti ini dan tidak ada orang di sana membuat segalanya berantakan, kacau. Aku terlalu terpesona. Aku terlalu gugup.
Hai wanita paling cantik sedunia, aku cuma mau bilang....aku mencintaimu. Duh, susah sekali. Aku tidak bisa membiarkanmu berdiri di sana selama hampir setengah jam, kamu pasti lelah.
"Far...." akhirnya aku membuka suara. Lalu kamu mendongak.
"iya Fir..." Kamu menatapku. Oh sial. Farah, jangan menatapku seperti itu. Jujur aku bisa mati mendadak karena tatapan teduhmu itu. Sekarang saja jantungku berlarian tanpa henti.
"hm.....aku bingung mau ngomong apa" dengan sedikit cengengesan aku mengatakan itu. Dan lagi - lagi kamu tersenyum.
"duh Farah...jangan tersenyum dan memandangku seperti itu donk..." aku menutup mataku, takut Farah melihatku gugup karena tatapannya.
"lho...kenapa Firman, aku nggak boleh menatap kamu nih?" Nada suara Farah berubah sedikit datar. Cess. Adem.
"bukan begitu far...ehm, aku cuma....aku cuma nggak kuat aja...." Aku mengelak, membuang muka.
"nggak kuat kenapa Fir?"
Tiba-tiba handphone berdering. Ah sial ini orang merusak suasana. Tapi aku juga mengucap syukur juga sich dapat telpon, sedikit mengurangi kegugupan juga. Aku meminta izin Farah untuk mengangkat telpon dari Arya, teman gila seberang kamar.
"Far...maaf ya aku harus pulang....ehm....kamu ada yang jemput?" tanyaku basa-basi, meskipun sebenarnya aku tahu kamu jalan kaki.
Kamu menggeleng, tentu saja. Dan dalam hati aku menyeringai lebar.
"ayo pulang, aku antar kamu" pintaku sambil bergerak menuju motorku yang tidak jauh terparkir dari tempatku berdiri.
"lho...tadi katanya mau ngomong sesuatu yang penting?" aku melihat kegusaran di mata Farah, matanya berkeliaran resah.
"hehehe, maaf nggak jadi. Eh, bukannya nggak jadi sih. Aku hanya mau ngomong kalau...." kalimatku terhenti. Aduh. Ngomong apa ini? sia - sia saja donk kalau Farah sudah ke sini tapi aku tidak mengatakan apa - apa. Akhirnya si Jack Sparrow muncul di otakku.
"kamu ada waktu nggak? nonton Pirates Caribbean yuk...." Ya Farah, maaf aku bohong padamu. Sungguh, aku ingin mengatakan itu. Hanya saja lidahku kelu sekali. Rasanya seluruh kalimatku tertahan di tenggorokan dan tidak mau keluar.
"kenapa nggak sms aja sich Fir? cuma ngajak nonton aja minta ketemuan kaya' gini?" ucapmu sambil berjalan ke arahku, sudah siap untuk naik di belakangku.
"maaf....." ucapku saat Farah sudah duduk di belakangku.
Di depan kos Farah.
Aku masih terdiam. Kamu juga. Suasana canggung -entah dari mana datangnya- mulai merayap, udara sekitar mulai pengap. Tanganku berkeringat lagi. Aku deg-deg-an. Sial. aku nggak bisa ngomong.
"Far...bawa binder nggak?" tanyaku mengusir keheningan.
"Bawa, kenapa Fir?" jawabnya sambil menengok isi tasnya.
"minta satu lembar. Eh, sekalian sama bindernya aja deh...."
"buat apa?"
"rahasia"
Farah menyurukkan bindernya padaku.
"pulpen Far..."
Lalu aku mulai menulisnya.
"Sip...jangan dibuka sebelum aku benar - benar menghilang dari hadapanmu" pintaku sambil mengenakan helm. Farah hanya tersenyum, lalu mengangguk.
"aku pulang..."
"hati-hati Fir...."
Aku bisa melihat kamu melambaikan tangan dari kaca spion motorku. Maaf Far....aku tak bisa mengatakannya secara langsung. Bukan karena takut akan ditolak, entah ini karena aku tidak berani atau aku memang tak punya nyali. Hanya saja susah sekali untuk mengatakan bahwa aku jatuh cinta sama kamu.
Dan jika saja mengucapkan ini sama mudahnya seperti menulisnya, pasti dari tadi aku sudah melakukannya. Sayang sekali, mengatakannya tak semudah apa yang aku kira, tak semudah menulisnya.
Aku jatuh cinta sama kamu, Farah
Baru saja meletakkan tas di atas meja, handphoneku bunyi : Farah
Dengan ragu aku menekan tombol jawab. Suara wanita di seberang sana berdehem sebentar lalu mulai bicara singkat, padat, dan jelas :
"aku juga jatuh cinta sama kamu"
Klik. Sambungan terputus.
Aku masih berdiri dengan memegang handphoneku. Mataku membulat. Dahiku mengernyit. Aku mengedikkan bahu. Bibirku membentuk huruf O. Kepalaku menggeleng tak percaya. Lalu ku cubit pipi - pipiku bergantian. Setelah itu aku meninju udara, YES. Arch..........aku berteriak kesetanan di dalam kamar. Rasanya aku melambung, melayang sampai langit ke tujuh.
To: Farah
Besok jadi nonton ya....aku akan ngomong langsung :)
From: Farah
Yes :)
2 komentar:
suasananya kering
hm.......gak dapet feel nya ya?
Post a Comment