"aku takut"
"takut kenapa?"
"takut membuat kaktus kecil itu mati"
"makanya disiram setiap hari"
"aku rasa tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu"
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
*
kupandangi kaktus kecil di dalam pot seukuran gelas es teh seperti yang ada di warung-warung dengan gelisah. kuambil pot (gelas) itu. kuperhatikan dengan seksama kaktus itu seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. aku senang, sekaligus takut. senang karena mendapatkan hadiah baru, takut karena kemungkinan aku tidak bisa merawat kaktus itu dengan kedua tanganku.
"ini adalah hadiah," itu kata malaikat tadi sore.
aku bengong ketika malaikat menyodoriku pot yang berisi sebatang kaktus mini yang baru saja lahir. for what? batinku.
aku terus saja memandangi pot dan malaikat secara bergantian. separo alisku terangkat. dahiku jelas sekali mengeluarkan kerut heran. sudut bibirku terangkat, lalu manyun.
mungkin malaikat menangkap simbol tanda tanya yang sangat besar muncul di atas kepala batuku, oleh karena itu dia segera menepuk pundakku dengan lembut.
"dirawat, NAK!" malaikat tersenyum. baru kali ini aku melihat malaikat tersenyum begitu tulusnya hingga membuatku sedikit takut, takut jika malaikat kemasukan arwah Song Joong Ki *skip*
"ha?"
aku melongo, tentu saja. mulutku sudah terbuka separo. dan sebelum aku banyak bertanya padanya serta menelurkan beberapa macam protes, malaikat menyerobot dengan santainya...
"hadiah dari Tuhan, ini dari Tuhan, bukan dariku. aku hanya menyampaikan pesanNya saja. kaktus ini indah, ini bukan jenis kaktus berduri seperti yang kau kenal sebelumnya. kaktus ini lembut, kaktus ini beda. lihat saja bentuknya yang menawan. ini hanya Tuhan berikan kepada orang yang benar-benar Dia pilih. sebenarnya aku agak ragu dengan keputusanNya memberikan kaktus ini padamu, tapi aku tahu kalau Tuhan Maha Mengetahui kaktus mana yang terbaik untukmu....terimalah, NAK!"
aku menelan ludah berulang kali. mataku berkedut-kedut, rasanya tubuhnya gemetar sekaligus mendadak seperti dilanda meriang, panas dingin. apa yang harus aku lakukan? aku bingung. terus terang saja, untuk merawat tanaman biasa saja aku tidak becus, bagaimana bisa aku membesarkan kaktus kecil yang katanya tidak berduri ini? INI KAKTUS, bukan KAMBOJA.
dan seperti sebelumnya, malaikat tahu apa yang sedang berkeliaran di kepalaku.
"sudah sudah, berikan dia perhatian, itu sudah cukup."
perhatian? apa dia makan perhatian? tidak makan air atau pupuk?
"makanan pokoknya adalah perhatian dan kasih sayang. air dan pupuk adalah pelengkap."
jujur, sampai di titik ini aku benar-benar tidak mengerti. sama sekali tidak ada bayangan bagaimana caranya membesarkan kaktus ini. kenapa harus kaktus? tidak adakah tanaman lain yang lebih cantik dari kaktus kecil ini?
ku gigit bibir bawahku. makhluk di dalam dadaku bercicit kecil, membuatku sedikit ngilu. hai hati, diamlah sebentar!
ada peluh yang tiba-tiba menetes di sudut dahiku. jantungku berdetak-detak heboh. mendadak ada rasa takut luar biasa untuk menerima hadiah yang kata malaikat dari Tuhan itu. aku takut, jujur.
"tapi aku takut" ku letakkan kaktus itu di tanah basah di bawahku. ya, hujan baru saja tiba beberapa saat lalu sebelum malaikat mengetuk pintu rumahku.
"takut kenapa lagi?" malaikat menggeleng-geleng heran sambil sedikit berdecak.
"aku takut membuat kaktus kecil itu mati" saat mengatakan ini, bibirku gemetar. rahang bawahku goyah.
"makanya disiram perhatian setiap hari" jawab malaikat dengan santainya. kemudian bersenandung lirih sampai membuat telingaku sedikit berdengung.
"aku rasa.....aku tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu" kataku ragu sambil berjongkok memperhatikan kaktus...yang memang terlihat berbeda dari jenis lainnya.
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
kalimat malaikat barusan seperti petir yang datang tanpa hujan. menusuk langsung tepat di sasaran hingga rasanya nyess seperti sepotong besi yang baru saja ditempa kemudian dimasukkan ke dalam bak air.
"lagipula, aku tidak becus merawat tanaman. kau lihat banyak tanaman yang mati di tanganku, kan? aku bukan tipe perempuan yang pandai merawat tanaman, mengertilah" aku terus saja ngeyel, dan sedikit merengek padanya.
"tapi tidak untuk kaktus ini, percayalah" jawab malaikat sambil berlalu menjauhiku.
oh malaikat keras kepala, batinku.
"aku bukan keras kepala. aku hanya memberitahukan padamu bahwa Tuhan telah memilihmu untuk memiliki kaktus kecil ini!"
kali ini aku takut melihat raut muka malaikat yang mendadak berubah. ada kesan sangat serius yang membuatku bergidik, takut. mungkin dia kesal denganku karena begitu berbatunya kepalaku. aku lihat dia menggeleng-geleng.
melihat malaikat berkacak pinggang di depan pagar rumahku dengan tatapan seperti ingin memakan orang, aku melonjak kaget, ngeri. malaikat juga bisa marah, batinku. kemudian dengan ragu kuambil kembali kaktus yang tadi kuletakkan sembarangan di atas tanah. malaikat benar-benar datang untuk meyakinkanku bahwa aku bisa melakukan ini nanti. malaikat membawa pesan bahwa Tuhan memberikan kepercayaan padaku. Tuhan mempercayaiku.
akan tumbuh seperti apa kau nanti? tanyaku dalam hati sambil menggigit jari.
kupandangi kaktus itu dengan jeli (bentuknya yang memang tidak biasa sedikit membuatku lega bahwa dia memang berbeda) sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malaikat telah pergi.
aku tersenyum,"be nice ya, kaktus kecil!"
"takut kenapa?"
"takut membuat kaktus kecil itu mati"
"makanya disiram setiap hari"
"aku rasa tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu"
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
*
kupandangi kaktus kecil di dalam pot seukuran gelas es teh seperti yang ada di warung-warung dengan gelisah. kuambil pot (gelas) itu. kuperhatikan dengan seksama kaktus itu seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. aku senang, sekaligus takut. senang karena mendapatkan hadiah baru, takut karena kemungkinan aku tidak bisa merawat kaktus itu dengan kedua tanganku.
"ini adalah hadiah," itu kata malaikat tadi sore.
aku bengong ketika malaikat menyodoriku pot yang berisi sebatang kaktus mini yang baru saja lahir. for what? batinku.
aku terus saja memandangi pot dan malaikat secara bergantian. separo alisku terangkat. dahiku jelas sekali mengeluarkan kerut heran. sudut bibirku terangkat, lalu manyun.
mungkin malaikat menangkap simbol tanda tanya yang sangat besar muncul di atas kepala batuku, oleh karena itu dia segera menepuk pundakku dengan lembut.
"dirawat, NAK!" malaikat tersenyum. baru kali ini aku melihat malaikat tersenyum begitu tulusnya hingga membuatku sedikit takut, takut jika malaikat kemasukan arwah Song Joong Ki *skip*
"ha?"
aku melongo, tentu saja. mulutku sudah terbuka separo. dan sebelum aku banyak bertanya padanya serta menelurkan beberapa macam protes, malaikat menyerobot dengan santainya...
"hadiah dari Tuhan, ini dari Tuhan, bukan dariku. aku hanya menyampaikan pesanNya saja. kaktus ini indah, ini bukan jenis kaktus berduri seperti yang kau kenal sebelumnya. kaktus ini lembut, kaktus ini beda. lihat saja bentuknya yang menawan. ini hanya Tuhan berikan kepada orang yang benar-benar Dia pilih. sebenarnya aku agak ragu dengan keputusanNya memberikan kaktus ini padamu, tapi aku tahu kalau Tuhan Maha Mengetahui kaktus mana yang terbaik untukmu....terimalah, NAK!"
aku menelan ludah berulang kali. mataku berkedut-kedut, rasanya tubuhnya gemetar sekaligus mendadak seperti dilanda meriang, panas dingin. apa yang harus aku lakukan? aku bingung. terus terang saja, untuk merawat tanaman biasa saja aku tidak becus, bagaimana bisa aku membesarkan kaktus kecil yang katanya tidak berduri ini? INI KAKTUS, bukan KAMBOJA.
dan seperti sebelumnya, malaikat tahu apa yang sedang berkeliaran di kepalaku.
"sudah sudah, berikan dia perhatian, itu sudah cukup."
perhatian? apa dia makan perhatian? tidak makan air atau pupuk?
"makanan pokoknya adalah perhatian dan kasih sayang. air dan pupuk adalah pelengkap."
jujur, sampai di titik ini aku benar-benar tidak mengerti. sama sekali tidak ada bayangan bagaimana caranya membesarkan kaktus ini. kenapa harus kaktus? tidak adakah tanaman lain yang lebih cantik dari kaktus kecil ini?
ku gigit bibir bawahku. makhluk di dalam dadaku bercicit kecil, membuatku sedikit ngilu. hai hati, diamlah sebentar!
ada peluh yang tiba-tiba menetes di sudut dahiku. jantungku berdetak-detak heboh. mendadak ada rasa takut luar biasa untuk menerima hadiah yang kata malaikat dari Tuhan itu. aku takut, jujur.
"tapi aku takut" ku letakkan kaktus itu di tanah basah di bawahku. ya, hujan baru saja tiba beberapa saat lalu sebelum malaikat mengetuk pintu rumahku.
"takut kenapa lagi?" malaikat menggeleng-geleng heran sambil sedikit berdecak.
"aku takut membuat kaktus kecil itu mati" saat mengatakan ini, bibirku gemetar. rahang bawahku goyah.
"makanya disiram perhatian setiap hari" jawab malaikat dengan santainya. kemudian bersenandung lirih sampai membuat telingaku sedikit berdengung.
"aku rasa.....aku tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu" kataku ragu sambil berjongkok memperhatikan kaktus...yang memang terlihat berbeda dari jenis lainnya.
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
kalimat malaikat barusan seperti petir yang datang tanpa hujan. menusuk langsung tepat di sasaran hingga rasanya nyess seperti sepotong besi yang baru saja ditempa kemudian dimasukkan ke dalam bak air.
"lagipula, aku tidak becus merawat tanaman. kau lihat banyak tanaman yang mati di tanganku, kan? aku bukan tipe perempuan yang pandai merawat tanaman, mengertilah" aku terus saja ngeyel, dan sedikit merengek padanya.
"tapi tidak untuk kaktus ini, percayalah" jawab malaikat sambil berlalu menjauhiku.
oh malaikat keras kepala, batinku.
"aku bukan keras kepala. aku hanya memberitahukan padamu bahwa Tuhan telah memilihmu untuk memiliki kaktus kecil ini!"
kali ini aku takut melihat raut muka malaikat yang mendadak berubah. ada kesan sangat serius yang membuatku bergidik, takut. mungkin dia kesal denganku karena begitu berbatunya kepalaku. aku lihat dia menggeleng-geleng.
melihat malaikat berkacak pinggang di depan pagar rumahku dengan tatapan seperti ingin memakan orang, aku melonjak kaget, ngeri. malaikat juga bisa marah, batinku. kemudian dengan ragu kuambil kembali kaktus yang tadi kuletakkan sembarangan di atas tanah. malaikat benar-benar datang untuk meyakinkanku bahwa aku bisa melakukan ini nanti. malaikat membawa pesan bahwa Tuhan memberikan kepercayaan padaku. Tuhan mempercayaiku.
akan tumbuh seperti apa kau nanti? tanyaku dalam hati sambil menggigit jari.
kupandangi kaktus itu dengan jeli (bentuknya yang memang tidak biasa sedikit membuatku lega bahwa dia memang berbeda) sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malaikat telah pergi.
aku tersenyum,"be nice ya, kaktus kecil!"
3 komentar:
lebih baik kaktus daripada mawar. nice
@adib riza: analogi yang tepat, kan?
nice,,, sip lik
Post a Comment