tepian pikiranku terus berputar.
menyegi tiga
dan bukan membentuk lingkaran bulat penuh.
bagian dalam perasaku lumer,
mencair tergerus hujan panas
yang terdampar di kawah bumi
percintaan segitiga.
seluruh sendiku terlolosi
satu satu.
mulai lepas dan
meninggalkan seonggok daging tanpa tuan
di bawah sinar-sinar lampu jalanan.
kepada siapa hendak ku mintakan belas kasian?
apakah kepadamu wahai pencuri hati
yang dengan sengaja mengajariku kebohongan
dan penderitaan bertubi?
yang tanpa jengah menelurkan syair-syair kelam
dalam langit malam tanpa bulir hujan?
aku menderita atas candu asmara
di bagian terdalam hutan terlarang.
yang membawaku ke dalam jerumusan
jurang nan gelap dan bertebing jahat.
menyesakkan dada.
aku hampir kehilangan tempayang udara
yang sedari dulu menyangga rongga paruku.
aku hampir mati ditelan rindu
yang menganga lebar
di pucuk layar memoar kisah tanpa arah.
dengarkan daku wahai pencelaku,
bisikkan kalimat hinamu atas tuduhan
yang ku layangkan pada maluanku
agar berpulangku segera ke balik layar
merah satin tanpa sulam.
binasakan rasa sakit
yang membelit pangkal leherku,
yang membuat nyeri
menubi tanpa henti.
bunuh dan rajam segala
rasa sebelah tanganku padamu.
sadarkan aku akan nista yang ku buat sendiri,
yang dengan rela hati menenggelamkanku
ke dalam limbah dosa tanpa muara.
ajakku pada raga
untuk menghunuskan nyeri
ke dalam detak jantungku.
agar sepersekian detik yang berlalu
segera memagut ajalku
akan cinta terlarangku padamu.
namun...
namun rasaku
masih belum mau berpulang
ke rumah abadinya sayang....
dia masih dengan setia mengamatimu
lewat celah tergelapnya.
dan diam diam menguntit lalangmu.
lalu harus ku apakan rasa yang tertinggalkan
oleh dentum waktu yang memburu?
bunuh daku wahai pencelaku,
agar raga serta jiwa yang ternoda ini
menghempaskan seluruh malu dan hinanya
ke singgasana terkhirnya,
agar tiada lagi hati yang mencoba tersakiti.
menyegi tiga
dan bukan membentuk lingkaran bulat penuh.
bagian dalam perasaku lumer,
mencair tergerus hujan panas
yang terdampar di kawah bumi
percintaan segitiga.
seluruh sendiku terlolosi
satu satu.
mulai lepas dan
meninggalkan seonggok daging tanpa tuan
di bawah sinar-sinar lampu jalanan.
kepada siapa hendak ku mintakan belas kasian?
apakah kepadamu wahai pencuri hati
yang dengan sengaja mengajariku kebohongan
dan penderitaan bertubi?
yang tanpa jengah menelurkan syair-syair kelam
dalam langit malam tanpa bulir hujan?
aku menderita atas candu asmara
di bagian terdalam hutan terlarang.
yang membawaku ke dalam jerumusan
jurang nan gelap dan bertebing jahat.
menyesakkan dada.
aku hampir kehilangan tempayang udara
yang sedari dulu menyangga rongga paruku.
aku hampir mati ditelan rindu
yang menganga lebar
di pucuk layar memoar kisah tanpa arah.
dengarkan daku wahai pencelaku,
bisikkan kalimat hinamu atas tuduhan
yang ku layangkan pada maluanku
agar berpulangku segera ke balik layar
merah satin tanpa sulam.
binasakan rasa sakit
yang membelit pangkal leherku,
yang membuat nyeri
menubi tanpa henti.
bunuh dan rajam segala
rasa sebelah tanganku padamu.
sadarkan aku akan nista yang ku buat sendiri,
yang dengan rela hati menenggelamkanku
ke dalam limbah dosa tanpa muara.
ajakku pada raga
untuk menghunuskan nyeri
ke dalam detak jantungku.
agar sepersekian detik yang berlalu
segera memagut ajalku
akan cinta terlarangku padamu.
namun...
namun rasaku
masih belum mau berpulang
ke rumah abadinya sayang....
dia masih dengan setia mengamatimu
lewat celah tergelapnya.
dan diam diam menguntit lalangmu.
lalu harus ku apakan rasa yang tertinggalkan
oleh dentum waktu yang memburu?
bunuh daku wahai pencelaku,
agar raga serta jiwa yang ternoda ini
menghempaskan seluruh malu dan hinanya
ke singgasana terkhirnya,
agar tiada lagi hati yang mencoba tersakiti.
0 komentar:
Post a Comment