aku tak bisa
mengatakan itu lewat lisanku tanpa sebuah lagu. Aku butuh melodi, aku
butuh nada untuk menerjemahkan apa yang ada dalam hatiku, untuk mendeskripsikan segala rasaku...
Pagi itu jejak embun masih bisa ku rasakan di bawah kakiku. sejak aku mendapati sms perpisahan darimu, aku melarikan diri. lari dalam arti yang sebenarnya. Membiarkan kulit telapak kakiku menyentuh bumi tanpa alas. Membiarkan jantungku ikut berdegup kencang mengikuti detakan emosi yang berlari-lari. Aku membenamkan diriku di antara gelap subuh yang masih membingkai kota. Jalanan yang masih sepi membuatku sedikit bebas. Aku bisa menangis tanpa batas.
Aku masih duduk menyandarkan punggungku di tepian tempat tidur. Sekali lagi ku tatap wajahmu yang menyungging senyum kepada angin yang ada di dermaga itu. Senyum tulus yang kau berikan pada setiap manusia yang memandangi fotomu, tak terkecuali aku. Dan kali ini bukan tangis rindu lagi yang menyayat hati. Aku merasa ada sesuatu yang kali ini benar-benar mengusik hatiku. Aku kesakitan sendiri. Sakit. Sungguh sakit. Beginikah rasanya kehilangan ?
Masih jelas tertimbun di dasar otakku, beberapa hari yang lalu. Saat berdua menghabiskan sisa-sisa malam di bawah langit dan bulan yang hampir penuh. Saat merayakan ulang tahunmu di taman kota. Saat tawa dan canda menggema bersamaan dengan deru bahagia yang memutar-mutar di sekeliling kita. Saat pertama kalinya hangat tanganmu meremas jemariku, saat pertama kalinya jantungku bergemuruh berjalan beriringan denganmu. Dan membayangkan itu semua membuat dadaku semakin sesak.
Seperti katamu semalam, "jika masih berharap melihatku untuk yang terakhir (mungkin) datanglah ke stasiun, hampiri, datangi aku. jika tak ada keberanianmu, maka aku tak tahu dan tak mampu memastikan apakah aku akan kembalii atau tidak"
Aku menangis membaca itu. Adakah kesempatan bagiku untuk mengungkapkan semua itu padamu ?
Lalu, tanpa lama lagi ku larikan diriku mencari taksi. Tuhanku, berikan aku kesempatan melihatnya. Jangan biarkan aku menyesal seumur hidupku ketika aku tak lagi menemukannya.
di stasiun...
Ini sudah telat. Waktu yang kau berikan padaku telah lewat 15 menit. Aku berdiri terpaku, mematung di depan pintu masuk stasiun. Mataku memanas memandang jarum jam di atas pintu masuk itu. Lututku melemas dan tiba-tiba saja gemetarku merobohkan kuat kakiku. Aku hampir terjatuh. Namun ku sadarkan diri sedang dimana aku berada. Lalu ku duduk menyelonjorkan kakiku yang tanpa rasa itu. Sesenggukan sambil mengamati ubin di bawahku.
Ku peluk lututku sendiri. Aku mencoba tidak menangis keras. Lalu ku sembunyikan bulir air mataku dalam dekapku sendiri. Lirih. Tanpa suara. Tiba-tiba jantungku melonjak keras. Seseorang menyentuh bahu kananku. Ku palingkan wajahku yang masih meninggalkan sisa air mata itu. Ku pegang tangan itu. Aku terkesiap melihat kamu berdiri membungkuk di sampingku. Belum sempat aku membuka kata, jemarimu telah mengusap bekas air mata yang masih menempel di kedua pipiku.
“ku pikir kau sudah berangkat, ku pikir aku tak bisa melihatmu lagi, ku pikir aku tak punya kesempatan untuk…” aku terisak lagi sambil memegangi jari-jarinya.
‘itu kan pikirmu, kenapa tidak mencoba memakai perasaan ? biasanya kau pakai perasaanmu itu, kenapa kali ini tidak? Aku naik kereta jam 10, bukan jam 9. Kau pasti sambil merem waktu baca smsku, ya kan ?” kau mencoba bergurau padaku. aku menggigit bibir. Kau hapal kebiasaan bodohku itu.
Tanpa basa-basi kau meraih tanganku, meremas jemariku dan berkata….
“jangan menangis….”
Aku melihat sebuah harapan di dalam matamu. Aku meyakini sesuatu yang pasti. Entah kapan masanya, kau pasti akan datang kembali padaku untuk mempertanyakan seberapa kuatkah aku menunggumu. Benar begitu kan ?
“aku mau nyanyi, kau mau mendengarkan ? sekali saja”
kau mengangguk. Tersenyum. Dan mengikuti dudukku. Ku tatap matamu. Kali ini aku berani. Benar-benar berani menatapmu. Menatap jauh ke dalam bola mata cokelatmu, aku bisa melihat bayanganku sendiri di sana.
Mungkin hanya lewat lagu ini
Akan ku nyatakan rasa
Cintaku padamu rinduku padamu
Tak bertepi
Mungkin hanya sebuah lagu ini
Yang slalu akan ku nyanyikan
Sebagai tanda betapa aku
Inginkan kamu
Aku seperti berada di atas panggung. Dengan gitar akustik. Dan kamu di depanku. Duduk manis mendengarkan curahan hatiku. Maaf, aku tak bisa mengatakan itu lewat lisanku tanpa sebuah lagu. Aku butuh melodi, aku butuh nada untuk menerjemahkan apa yang ada dalam hatiku, untuk mendeskripsikan perasaanku.
Lalu terakhir kalinya kau masih menyempatkan diri untuk menyalami dan mencium tanganku.
“baik-baik ya….jangan menangis. yakinilah apa yang harus kau yakini. berharaplah kalau kau masih punya harapan, pupuklah harapan itu di hatimu, yakini saja karena dengan harapan itu kau akan mampu bertahan. aku tidak tahu apakah aku akan kembali ke sini lagi atau tidak, yang pasti episode-episode selanjutnya hanya Allah yang menentukan, Dialah sutradara terbaik sepanjang masa. Dia Maha Adil. kau mengerti kan ?”
Aku mengangguk ringan "baik-baiklah kau di sana. aku akan menunggumu, tapi jika nanti sia-sia, aku tak akan pernah menyesal. aku tak akan pernah menyesal pernah mengenal kamu, pernah menunggu kamu"
Dan kau melanjutkan...."dan jika nanti, suatu saat nanti kau membenciku. ingatlah kita berdua pernah tertawa bersama"
Untuk pertama dan terakhir kalinya kau mengelus kepalaku. Lalu mengacak-acak puncak kepalaku, hingga membuat rambutku bertantakan.
Itu sudah cukup. Lebih dari cukup untuk menenangkan gejolak yang ada di dalam hatiku.
Lalu kau bergegas melewati tempat pemeriksaan karcis. Setengah berlari. kau berhenti. Lalu berbalik. Melambaikan tanganmu dan tersenyum.
“kau pasti kembali….” ucapku saat punggunggmu perlahan mulai lenyap dari pandangku.
Ku yakini, suatu saat nanti. Entah berapa bulan atau bahkan berapa tahun lagi, kau akan menemukanmu lagi
sambil melangkah meninggalkan stasiun, ku lantunkan lagi satu lagu untukmu….
Bawalah pergi cintaku
Pada kemana kau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Terus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti
berhenti negative thinking ! semuanya akan baik-baik saja. benar kan ?
:)
Pagi itu jejak embun masih bisa ku rasakan di bawah kakiku. sejak aku mendapati sms perpisahan darimu, aku melarikan diri. lari dalam arti yang sebenarnya. Membiarkan kulit telapak kakiku menyentuh bumi tanpa alas. Membiarkan jantungku ikut berdegup kencang mengikuti detakan emosi yang berlari-lari. Aku membenamkan diriku di antara gelap subuh yang masih membingkai kota. Jalanan yang masih sepi membuatku sedikit bebas. Aku bisa menangis tanpa batas.
Aku masih duduk menyandarkan punggungku di tepian tempat tidur. Sekali lagi ku tatap wajahmu yang menyungging senyum kepada angin yang ada di dermaga itu. Senyum tulus yang kau berikan pada setiap manusia yang memandangi fotomu, tak terkecuali aku. Dan kali ini bukan tangis rindu lagi yang menyayat hati. Aku merasa ada sesuatu yang kali ini benar-benar mengusik hatiku. Aku kesakitan sendiri. Sakit. Sungguh sakit. Beginikah rasanya kehilangan ?
Masih jelas tertimbun di dasar otakku, beberapa hari yang lalu. Saat berdua menghabiskan sisa-sisa malam di bawah langit dan bulan yang hampir penuh. Saat merayakan ulang tahunmu di taman kota. Saat tawa dan canda menggema bersamaan dengan deru bahagia yang memutar-mutar di sekeliling kita. Saat pertama kalinya hangat tanganmu meremas jemariku, saat pertama kalinya jantungku bergemuruh berjalan beriringan denganmu. Dan membayangkan itu semua membuat dadaku semakin sesak.
Seperti katamu semalam, "jika masih berharap melihatku untuk yang terakhir (mungkin) datanglah ke stasiun, hampiri, datangi aku. jika tak ada keberanianmu, maka aku tak tahu dan tak mampu memastikan apakah aku akan kembalii atau tidak"
Aku menangis membaca itu. Adakah kesempatan bagiku untuk mengungkapkan semua itu padamu ?
Lalu, tanpa lama lagi ku larikan diriku mencari taksi. Tuhanku, berikan aku kesempatan melihatnya. Jangan biarkan aku menyesal seumur hidupku ketika aku tak lagi menemukannya.
di stasiun...
Ini sudah telat. Waktu yang kau berikan padaku telah lewat 15 menit. Aku berdiri terpaku, mematung di depan pintu masuk stasiun. Mataku memanas memandang jarum jam di atas pintu masuk itu. Lututku melemas dan tiba-tiba saja gemetarku merobohkan kuat kakiku. Aku hampir terjatuh. Namun ku sadarkan diri sedang dimana aku berada. Lalu ku duduk menyelonjorkan kakiku yang tanpa rasa itu. Sesenggukan sambil mengamati ubin di bawahku.
Ku peluk lututku sendiri. Aku mencoba tidak menangis keras. Lalu ku sembunyikan bulir air mataku dalam dekapku sendiri. Lirih. Tanpa suara. Tiba-tiba jantungku melonjak keras. Seseorang menyentuh bahu kananku. Ku palingkan wajahku yang masih meninggalkan sisa air mata itu. Ku pegang tangan itu. Aku terkesiap melihat kamu berdiri membungkuk di sampingku. Belum sempat aku membuka kata, jemarimu telah mengusap bekas air mata yang masih menempel di kedua pipiku.
“ku pikir kau sudah berangkat, ku pikir aku tak bisa melihatmu lagi, ku pikir aku tak punya kesempatan untuk…” aku terisak lagi sambil memegangi jari-jarinya.
‘itu kan pikirmu, kenapa tidak mencoba memakai perasaan ? biasanya kau pakai perasaanmu itu, kenapa kali ini tidak? Aku naik kereta jam 10, bukan jam 9. Kau pasti sambil merem waktu baca smsku, ya kan ?” kau mencoba bergurau padaku. aku menggigit bibir. Kau hapal kebiasaan bodohku itu.
Tanpa basa-basi kau meraih tanganku, meremas jemariku dan berkata….
“jangan menangis….”
Aku melihat sebuah harapan di dalam matamu. Aku meyakini sesuatu yang pasti. Entah kapan masanya, kau pasti akan datang kembali padaku untuk mempertanyakan seberapa kuatkah aku menunggumu. Benar begitu kan ?
“aku mau nyanyi, kau mau mendengarkan ? sekali saja”
kau mengangguk. Tersenyum. Dan mengikuti dudukku. Ku tatap matamu. Kali ini aku berani. Benar-benar berani menatapmu. Menatap jauh ke dalam bola mata cokelatmu, aku bisa melihat bayanganku sendiri di sana.
Mungkin hanya lewat lagu ini
Akan ku nyatakan rasa
Cintaku padamu rinduku padamu
Tak bertepi
Mungkin hanya sebuah lagu ini
Yang slalu akan ku nyanyikan
Sebagai tanda betapa aku
Inginkan kamu
Aku seperti berada di atas panggung. Dengan gitar akustik. Dan kamu di depanku. Duduk manis mendengarkan curahan hatiku. Maaf, aku tak bisa mengatakan itu lewat lisanku tanpa sebuah lagu. Aku butuh melodi, aku butuh nada untuk menerjemahkan apa yang ada dalam hatiku, untuk mendeskripsikan perasaanku.
Lalu terakhir kalinya kau masih menyempatkan diri untuk menyalami dan mencium tanganku.
“baik-baik ya….jangan menangis. yakinilah apa yang harus kau yakini. berharaplah kalau kau masih punya harapan, pupuklah harapan itu di hatimu, yakini saja karena dengan harapan itu kau akan mampu bertahan. aku tidak tahu apakah aku akan kembali ke sini lagi atau tidak, yang pasti episode-episode selanjutnya hanya Allah yang menentukan, Dialah sutradara terbaik sepanjang masa. Dia Maha Adil. kau mengerti kan ?”
Aku mengangguk ringan "baik-baiklah kau di sana. aku akan menunggumu, tapi jika nanti sia-sia, aku tak akan pernah menyesal. aku tak akan pernah menyesal pernah mengenal kamu, pernah menunggu kamu"
Dan kau melanjutkan...."dan jika nanti, suatu saat nanti kau membenciku. ingatlah kita berdua pernah tertawa bersama"
Untuk pertama dan terakhir kalinya kau mengelus kepalaku. Lalu mengacak-acak puncak kepalaku, hingga membuat rambutku bertantakan.
Itu sudah cukup. Lebih dari cukup untuk menenangkan gejolak yang ada di dalam hatiku.
Lalu kau bergegas melewati tempat pemeriksaan karcis. Setengah berlari. kau berhenti. Lalu berbalik. Melambaikan tanganmu dan tersenyum.
“kau pasti kembali….” ucapku saat punggunggmu perlahan mulai lenyap dari pandangku.
Ku yakini, suatu saat nanti. Entah berapa bulan atau bahkan berapa tahun lagi, kau akan menemukanmu lagi
sambil melangkah meninggalkan stasiun, ku lantunkan lagi satu lagu untukmu….
Bawalah pergi cintaku
Pada kemana kau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Terus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan kita nanti
berhenti negative thinking ! semuanya akan baik-baik saja. benar kan ?
0 komentar:
Post a Comment