Siang yang terik, sangat terik, gerah. Sampai harus membuatku mengibas-ibaskan buku tulis tipis itu untuk mengusir gerah yang telah membuat dahiku berkeringat, membuatku harus menyanggul rambut panjangku agar tak menghalangi angin sedikit bergoyang di sekitar tubuhku.
Aku menengok ke luar jendela kelas, melihat langit yang tampaknya sedang mendung. Pantas saja gerah, gumamku dalam hati. Aku menengok lagi, memperhatikan kawanan siswa berseragam putih abu - abu putih yang melintas di samping kelasku. Aku teringat Kaka yang berpamitan untuk mengambil sepeda motornya. Aku melirik jam tangan warna pink yang mengalung di pergelangan tangan kiriku. Hampir setengah jam Kaka pergi.
Suasana kelas sudah sepi. Hanya tinggal aku dan beberapa orang teman yang duduk di deretan sebelah yang masih bergerumul membicarakan hasil ujian hari ini. Ini adalah ujian akhir nasional hari pertama dengan dua mata pelajaran sekaligus yang berhasil membuat kepalaku sedikit pusing karena soalnya terlalu mudah untuk dilihat.
Aku telah melihat Kaka memarkir motornya di depan lapangan basket. Melihatnya melepas helm hijau kesayangannya dan bergegas lari menemuiku di kelas. Rambutnya yang acak-acakan membuatku semakin gemas untuk lebih mengacak-acaknya lagi.
"arch...jangan Din." protes Kaka sambil menghalangi tanganku untuk mengacak-adut rambutnya.
"diem Ka....cakep tauk" aku tersenyum geli mendapati pacarku dengan rambut yang lebih mirip sarang burung itu. Rambut lurusnya kini telah tak beraturan.
"Dinda...." Kaka mengeluh lesu lalu tiba-tiba mencengkeram kuat tanganku, disatukannya kedua tanganku dalam satu tangannya sekaligus, maklum tangan laki-laki memang lebih besar dari tangan seorang perempuan. Sekali sentak langsung tersangkut ke dalam genggam tangannya.
"arch...stop Ka, stop ampunnnnnn" Kaka mulai menggelitiki pinggangku. Aku memang tak tahan jika diperlakukan seperti itu.
"plisssss, berhentiiii" aku menggelinjang tak kuat, meringis menahan tangis. Lalu ku pasang wajah memohon maaf padanya, memelas, mataku berkedip-kedip manja.
"iya.......salahmu nakal" Kaka mencolek ujung daguku.
"ish...genit" aku membalasnya
"pulang yuk....." lalu Kaka menyeret tanganku, menggenggamnya erat.
Dan aku melihat Kaka saat itu begitu ganteng, begitu luar biasa meskipun dengan wajah kusut dan rambut awut-awutan. Sayang kamu, Ka. Gumamku dalam hati.
Saat di depan rumahku, Kaka tidak mau kupersilakan masuk seperti biasanya. Dia memilih untuk pulang segera sebab mendung sudah bergelayutan di langit kota Surabaya. Awan hitam mengepul di atas sana. Angin menerbangkan segala sesuatu yang tampak ringan. Memaksaku menggenggam erat rambutku agar tidak terkibas.
Aku melihat Kaka yang melambaikan tangannya ke arahku,berpamitan, ada yang beda. Entah itu apa. Lalu aku membalas lambaian tangannya dan segera berlalu ke dalam rumah.
Sejam kemudian....bunyi klakson mengerang di depan rumah. Aku melirik dari belakang tirai jendela. Si Haye itu datang lagi, Kaka Haye, panggilan sayangku untuknya, Lalu segera ku larikan diriku keluar rumah untuk menumuinya.
“ada apa lagi?” ku seret kakaiku menuju pagar depan. Kaka tidak bicara apa – apa. Dia langsung menyeretku ke dalam rumah, membimbingku untuk duduk dan membiarkannya berlutut di hadapanku.
“Ka?” aku mengelus pipinya yang bersih, aku melihat matanya yang mulai berkaca – kaca. Tanganku digenggamnya erat. Lalu dikecupnya perlahan. Dan tiba – tiba Kaka memelukku, erat seperti biasanya, namun lebih hangat. Dia menangis dalam leherku, lalu dikecupnya puncak kepalaku. Aku terkejut dan takut mendapati Kaka seperti itu. Aku hanya diam saja dan membiarkan diriku larut dalam peluk lelakiku itu.
Kaka mengelus rambut sepinggangku. Lalu perlahan dia mulai melepaskan peluknya dan mengusap air matanya dengan penggung tangan kanannya. Dia tersenyum….manis, senyum yang sangat manis, senyum khas si Haye.
“aku pulang ya Din….mungkin kamu gak bsa menghubungiku dalam waktu yang lama” Kaka memijit – mijit punggung tanganku, mengusapnya pelan.
“loh kenapa ?” aku mengernyit bingung.
“HPku disita sama ayah, hehehe, maklum kan lagi ujian, kemarin ayah marah soalnya aku sms-an terus sama kamu” Kaka mencubit pipiku yang tirus.
"ouch..." refleks aku memukul bahu Kaka.
"hehehe. Aku pulang ya Din...hati-hati..."
"lah, seharusnya aku kan yang bilang hati-hati. Hati - hati sayang" aku menjitak kepala Kaka. Lalu dia berdiri, beranjak ke motornya, dan bayangannya mulai menghilang sedikit demi sedikit dari ujung penglihatku, semakin menjauh dan menjauh didikuti denganderu sepeda motornya. Aku membatin, Ka....aku sayang sama kamu
Hujan deras. Gelegar guntur dimana-mana. Listrik mati. Sedang aku harus belajar untuk ujian besok. Ditemani sebatang lilin merah besar di atas meja.
Bipp....hapeku getar
from : Melky
"Din, yang sabar ya....:'("
to : melky
"for what? besok kan Kimia kesukaanku ky. Gampang deh :p"
from : Melky
"Oh shit, kamu belum tahu Din?"
to : melky
"apa?"
from : Melky
"Kaka kecelakaan Din, dan kamu harus sabar kalau Kaka....:'("
Duar. Petir menyala-nyala dari luar jendela. Guntur semakin bersahutan dan rasanya ikut menggelepar ke dalam jantungku. tanganku gemetar untuk mengetik satu sms lagi untuk Melky
"jangan bilang apa-apa lagi!"
"Ma..............mama" aku menjerit-jerit kesetanan di rumah. Aku mencari mama yang ternyata tengah terduduk di ruang tengah bersama papa. Seketika lututku melemas saat meliat kedua wajah mereka tertekuk, aku bisa melihat bekas air mata ada di ujung pipi mama. Aku terduduk di lantai. Hapeku jatuh dengan bunyi prakk yang aku tahu telah menghancurkan badannya sendiri.
Lalu tergopoh-gopoh Mama menghampiriku, memelukku. Aku masih berada di bawah alam sadar. Mencoba berontak dari peluk Mama dan berteriak sekencang-kencangnya.
"Tuhan sayang sama Kaka, Din" Mama menangis lagi, sesenggukan dan merasa miris melihat mataku yang hanya terbuka dengan kedip setengah-setengah, kosong.
Aku melihat tempat duduk ujiannya kosong. Lalu aku bertanya pada Melky.
"Ky, Kaka gak dateng ujian ? ini udah jam setengah delapan. Tadi, Kaka juga gak jemput aku. Kaka kemana ya ?" tanyaku pada Melky tanpa melihatnya, aku tahu Melky sedang menahan tangis di sampingku.
"Sabar ya Din..." Melky mengusap bahuku, aku mendongak melihat matanya yang merah.
Dan aku juga melihat seisi kelas memperhatikanku dengan tatap haru. Haru untuk apa? aku bingung.
Aku tidak tahu akan bisa mengerjakan ujian atau tidak. Seluruh otakku rasanya terlolosi, bagian-bagian penyimpan memori menghilang. Tadi pagi aku bersikeras untuk ke rumah Kaka, namun Mama melarangku. Entah kenapa aku tidak tahu. Aku ingin bertemu Kaka, Ma....
Aku sempat menoleh ke luar jendela dan memperhatikan mereka berbisik ke arahku. Sebelum ujian berlangsung, tiba - tiba Melky duduk di bangku depanku dengan membawa gitar.....
waktuku untuk melihatmu tinggal sesaat, kenangan indah bersamamu takkan terulang
ada rasa sedih di hatiku, yang tak mampu bertahan untukmu
maafkan aku tak bisa terus bersamamu
sang malaikat telah datang tersenyum memangilku
hanya satu pintaku segeralah lupakan aku
jatuh cintalah pada yang lain
dapat terus di sisimu menjaga dirimu
walaupun sejak dulu aku berharap bisa membuatmu bahagia selamanya
namun ternyata kisah cinta kita berakhir dengan air mata
Seisi kelas sesenggukan, satu per satu menghampiriku, memelukku, mengusap-usap bahuku. Sementara aku hanya bengong, dengan tatapan kosong.
"arch......................" aku menjerit
"kaka...................." aku mengerang
Tubuhku tergoncang. Aku tak bisa mengendalikan diri. Menjerit. Menangis.
Kepada kamu, cintaku....Kaka
aku tak pernah tahu kenapa Tuhan memisahkan kita dengan cara seperti ini
andai aku boleh memilih, aku akan lebih memilih berpisah denganmu karena selingkuh
itu lebih baik, sebab aku masih bisa melihatmu di dunia ini
kalau seperti ini? aku tak bisa lagi melihatmu, Ka :'(
Tuhan sayang sama Kaka, itu kata Mama
damai di sana ya sayang....aku pasti menyusulmu
ini mawar buat Kaka, buat nemeni Kaka di sana
nanti aku akan rajin jenguk Kaka
salam sayang dari Dinda ya Ka
Aku menyiram pusaranya dengan air, lalu meletakkan setangkai mawar merah di samping nisannya.
aku mencintaimu, selalu...
0 komentar:
Post a Comment