Di antara tumpukan buku itu terdapat satu buku yang begitu mencolok sampulnya, dalam kumpulan halamannya tertulis sebuh nama dengan spidol bertinta merah "Aryan Bagus W ", sejenak Dilla berhenti mengaduk - aduk isi kardusnya dan mengambil buku yang telah berdebu itu. Dilla membatin lirih, "kenapa buku Kak Aryan bisa di kardusku?"
Dilla mengambil tempat di pojok kamarnya dekat jendela yang mengarah langsung ke halaman depan rumahnya. Ada sesuatu yang menarik dari buku, sepertinya. Dibukanya halaman pertama buku Fisika SMA itu, coretan tangan Aryan dengan bubuhan tanda tangannnya serta gambar anime kesukaannya, Naruto. Dilla tersenyum geli pada halaman berikutnya dimana Aryan melukis guru pelajaran Fisikanya yang sedang marah. Ah, kak Aryan memang bandel. Lalu halaman berikutnya, ada foto Aryan sedang tertidur di kelasnya, ini pasti diambil oleh teman Aryan yang iseng. Lucu. Dilla cengengesan sendiri. Dibukanya lembar berikutnya yang terasa mengganjal, ada selembar foto yang terbalik bertuliskan "andai waktu bisa memastikan keadaanku, aku pasti akan mengatakannya padamu..." dan Dilla memekik kaget saat membalik foto itu dan mendapati foto dirinya sendiri yang sedang tersenyum lebar di bawah terik saat bermain basket. Deg. Aryan mengambil gambarnya, kapan ? Dilla memeriksa foto itu dengan seksama, tak ada tanggal, tak ada apa - apa. Dan Dilla pun semakin penasaran dengan isi buku Fisika itu. Dibuka tiap lembarnya dengan gemas sampai kesabarannya menghilang dan menggoncang - goncangkan buku itu sampai sebuah kertas meluncur dari pertengahan halamannya. Gemetar Dilla mengambil kertas yang terjatuh di lantai kamarnya....
"bidadari itu bernama Faradilla Amri, bidadari itu sangat menawan, cantik luar dalam, sopan, baik, namun sedikit manja, tapi aku suka dengan kemanjaan yang dia buat itu. lihat kawan kau pasti akan terpesona dengan semua yang ada pada dirinya, pun aku ketika pertama mengajarinya pelajaran Fisika yang dia anggap begitu membosankan dan sulit untuk dipelajari. Kau tahu kawan, hariku begitu menyenangkan saat setiap sore aku berhasil duduk bersamanya dengan beberapa buku Fisika di hadapannya. Aku selalu gemas saat mengetahui dia menggerutu dan mengeluh tentang Fisika yang membuatnya mual."
Menganga mulut Dilla membaca paragraf pertamanya. Ditelannya ludahnya sendiri karena tak percaya. Lalu, diteruskannya Dilla membaca paragraf berikutnya yang kali ini benar membuatnya jantungnya bergejolak, dadanya naik turun, dan membuat matanya berkaca - kaca...
"Faradilla Amri, satu-satunya bidadari yang Tuhan kirimkan untuk menemani sisa hari - hari terakhirku...yang tanpa sepengetahuanku sendiri, aku jatuh cinta padanya....namun, aku tahu...tak cukup waktuku untuk mengungkapkan cintaku pada bidadari yang bersenyum manis itu. Dan andai, suatu ketika Dilla menemukan ini mungkin Aryan Bagus W telah pergi membawa senyum bidadarinya......."
Belum selesai Dilla membacanya, dia beringsut dari kamarnya dan berlari menuju gagang telpon di meja kecil pojok ruang tamu, ingin ditekannya tombol - tombol nomor itu namun urung, dia tak tahu nomor siapa yang akan dia tuju, dia tak tahu nomor Aryan. Seketika wajah Dilla memucat, dia terjatuh ke lantai, menangis. Lalu, dibacanya lagi paragraf terakhir isi kertas itu....
"Faradilla Amri, bidadari yang mewarnai duniaku...aku mencintaimu dengan segenap sisa usiaku...aku mencintaimu seperti mentari mencintai pagi....aku mencintaimu...cinta.
Surat terakhir, 12 Februari 2011,
surat pertama ada dalam buku Fisika pertama yang aku belikan padamu"
Dan Dilla menangis...."Kau beruntung kak, suratmu telah terbaca olehku. Sedang aku ? Suratku tak pernah sampai padamu, Kak..."
Dilla mengambil tempat di pojok kamarnya dekat jendela yang mengarah langsung ke halaman depan rumahnya. Ada sesuatu yang menarik dari buku, sepertinya. Dibukanya halaman pertama buku Fisika SMA itu, coretan tangan Aryan dengan bubuhan tanda tangannnya serta gambar anime kesukaannya, Naruto. Dilla tersenyum geli pada halaman berikutnya dimana Aryan melukis guru pelajaran Fisikanya yang sedang marah. Ah, kak Aryan memang bandel. Lalu halaman berikutnya, ada foto Aryan sedang tertidur di kelasnya, ini pasti diambil oleh teman Aryan yang iseng. Lucu. Dilla cengengesan sendiri. Dibukanya lembar berikutnya yang terasa mengganjal, ada selembar foto yang terbalik bertuliskan "andai waktu bisa memastikan keadaanku, aku pasti akan mengatakannya padamu..." dan Dilla memekik kaget saat membalik foto itu dan mendapati foto dirinya sendiri yang sedang tersenyum lebar di bawah terik saat bermain basket. Deg. Aryan mengambil gambarnya, kapan ? Dilla memeriksa foto itu dengan seksama, tak ada tanggal, tak ada apa - apa. Dan Dilla pun semakin penasaran dengan isi buku Fisika itu. Dibuka tiap lembarnya dengan gemas sampai kesabarannya menghilang dan menggoncang - goncangkan buku itu sampai sebuah kertas meluncur dari pertengahan halamannya. Gemetar Dilla mengambil kertas yang terjatuh di lantai kamarnya....
"bidadari itu bernama Faradilla Amri, bidadari itu sangat menawan, cantik luar dalam, sopan, baik, namun sedikit manja, tapi aku suka dengan kemanjaan yang dia buat itu. lihat kawan kau pasti akan terpesona dengan semua yang ada pada dirinya, pun aku ketika pertama mengajarinya pelajaran Fisika yang dia anggap begitu membosankan dan sulit untuk dipelajari. Kau tahu kawan, hariku begitu menyenangkan saat setiap sore aku berhasil duduk bersamanya dengan beberapa buku Fisika di hadapannya. Aku selalu gemas saat mengetahui dia menggerutu dan mengeluh tentang Fisika yang membuatnya mual."
Menganga mulut Dilla membaca paragraf pertamanya. Ditelannya ludahnya sendiri karena tak percaya. Lalu, diteruskannya Dilla membaca paragraf berikutnya yang kali ini benar membuatnya jantungnya bergejolak, dadanya naik turun, dan membuat matanya berkaca - kaca...
"Faradilla Amri, satu-satunya bidadari yang Tuhan kirimkan untuk menemani sisa hari - hari terakhirku...yang tanpa sepengetahuanku sendiri, aku jatuh cinta padanya....namun, aku tahu...tak cukup waktuku untuk mengungkapkan cintaku pada bidadari yang bersenyum manis itu. Dan andai, suatu ketika Dilla menemukan ini mungkin Aryan Bagus W telah pergi membawa senyum bidadarinya......."
Belum selesai Dilla membacanya, dia beringsut dari kamarnya dan berlari menuju gagang telpon di meja kecil pojok ruang tamu, ingin ditekannya tombol - tombol nomor itu namun urung, dia tak tahu nomor siapa yang akan dia tuju, dia tak tahu nomor Aryan. Seketika wajah Dilla memucat, dia terjatuh ke lantai, menangis. Lalu, dibacanya lagi paragraf terakhir isi kertas itu....
"Faradilla Amri, bidadari yang mewarnai duniaku...aku mencintaimu dengan segenap sisa usiaku...aku mencintaimu seperti mentari mencintai pagi....aku mencintaimu...cinta.
Surat terakhir, 12 Februari 2011,
surat pertama ada dalam buku Fisika pertama yang aku belikan padamu"
Dan Dilla menangis...."Kau beruntung kak, suratmu telah terbaca olehku. Sedang aku ? Suratku tak pernah sampai padamu, Kak..."
0 komentar:
Post a Comment