"sebab tidak perlu banyak alasan untuk menjadi pengagummu"
Alisnya tebal, bibirnya tipis merah jambu, bulu-bulu halus mulai tumbuh di antara bibir dan hidungnya yang bangir serta dagunya yang agak meruncing. Kulit wajahnya bersih, tak ada bekas jerawat ataupun komedo. Matanya bulat sedang, tidak sipit dan tidak terlalu lebar. Sedang rambutnya dibiarkannya berantakan namun tidak urakan.Dari samping tembok seberang aku bisa melihat dengan jelas segala yang ada dalam dirinya.
Kali ini aku melukisnya dalam keadaan menunduk,wajahnya tertekuk, sebelah kakinya terangkat, sedang tangan kirinya memijit-mijit dahinya yang sedikit lapang itu. Sebentar kemudian, dikeluarkannya sebungkus rokok dari dalam kantung celananya. Aku memiringkan tubuhku, berhenti melukisnya. Aku baru menyadari bahwa dia ternyata seorang perokok.
Kembali ku condongkan badanku untuk melukisnya lagi, namun tiba-tiba saja obyekku itu menghilang. Tanpa sadar aku berdiri untuk memeriksa tempat duduknya tadi. Aku menggaruk-garuk belakang kepalaku, lalu celingukan ke kiri-kanan, bingung karena dia menghilang begitu saja. Tiba-tiba aku bergidik, bulu kudukku mendadak berdiri.
Hendak ku putar tubuhku saat tiba-tiba saja dia melompat dari samping kiriku dan tepat jatuh di hadapanku. Aku memekik kaget sampai kertas gambarku berjatuhan. Lalu dia menunduk, memungut kertas-kertas yang dihiasi berbagai macam ekspresi wajahnya sendiri. Dilihatnya kertas-kertas itu lalu bergantian melihatku. Dia berdiri dengan mengambil satu gambarnya yang sedang tertidur di ruang baca kampus.
Aku gugup sekaligus takut kalau dia marah karena aku diam-diam melukis tanpa izin darinya.
"maaf....." kataku gemetar
"untuk?" dikepulkannya asap rokok itu di hadapanku
"aku diam-diam melukismu, diam-diam sering membuntutimu", aku tak berani melihat matanya dan aku hanya bisa membuang pandang ke arah sepatu kets kuningku.
"karya yang bagus"
aku mendongak seketika. aku tak percaya pada apa yang baru saja dikatakannya. dahiku mengerut tanda tak percaya.
"lakukan terus. kau berbakat jadi pelukis" katanya datar
"terima kasih" aku menggigit bibir bawahku karena terlalu girang, aku tersenyum.
Dan kali ini aku sangat dekat dengannya, bahkan kembang kempis dadanya aku bisa tahu, bisa merasakan aroma mint yang keluar dari tubuhnya, bisa menikmati tiap lekuk wajahnya yang nyaris sempurna itu.
"sejak kapan kau membuntutiku ?"tiba-tiba dia bertanya padaku dengan tidak mengalihkan matanya ke arahku.
"sejak semester tiga" aku gelagapan sendiri, menggoyang-goyangkan sebelah kakiku untuk mengusir gugupku sendiri.
"kenapa kau membuntutiku ?" dia bertanya lagi, masih dengan tatapan yang sama, picingannya membuatku takut.
"sebab....sebab aku tertarik padamu" aku terbata.
"apa yang membuatmu tertarik pada lelaki macam aku?"
"kau beda"
"apa yang beda?"
"tidak tahu"
"kenapa tidak tahu?"
"sebab tidak perlu banyak alasan untuk bisa menjadi pengagummu"
Lalu aku merebut kertas gambarku dari tangannya dan memungut kertas-kertas yang masih berserakan di lantai.
"makasih ya udah jadi obyek gambarku" ucapku saat masih menunduk. Setelah itu aku berlari menjauh darinya, aku ingin pergi secepat mungkin. aku malu.
"tunggu...."
aku berhenti. membalikkan tubuhku. menaikkan sebelah alisku
"siapa namamu?" dia berteriak padaku.
"admire. I'm your admire" setengah tersenyum aku melambaikan tanganku.
tidak butuh banyak alasan kenapa aku bisa menjadi pengagummu, kau menarik. sudah itu saja :)
Alisnya tebal, bibirnya tipis merah jambu, bulu-bulu halus mulai tumbuh di antara bibir dan hidungnya yang bangir serta dagunya yang agak meruncing. Kulit wajahnya bersih, tak ada bekas jerawat ataupun komedo. Matanya bulat sedang, tidak sipit dan tidak terlalu lebar. Sedang rambutnya dibiarkannya berantakan namun tidak urakan.Dari samping tembok seberang aku bisa melihat dengan jelas segala yang ada dalam dirinya.
Kali ini aku melukisnya dalam keadaan menunduk,wajahnya tertekuk, sebelah kakinya terangkat, sedang tangan kirinya memijit-mijit dahinya yang sedikit lapang itu. Sebentar kemudian, dikeluarkannya sebungkus rokok dari dalam kantung celananya. Aku memiringkan tubuhku, berhenti melukisnya. Aku baru menyadari bahwa dia ternyata seorang perokok.
Kembali ku condongkan badanku untuk melukisnya lagi, namun tiba-tiba saja obyekku itu menghilang. Tanpa sadar aku berdiri untuk memeriksa tempat duduknya tadi. Aku menggaruk-garuk belakang kepalaku, lalu celingukan ke kiri-kanan, bingung karena dia menghilang begitu saja. Tiba-tiba aku bergidik, bulu kudukku mendadak berdiri.
Hendak ku putar tubuhku saat tiba-tiba saja dia melompat dari samping kiriku dan tepat jatuh di hadapanku. Aku memekik kaget sampai kertas gambarku berjatuhan. Lalu dia menunduk, memungut kertas-kertas yang dihiasi berbagai macam ekspresi wajahnya sendiri. Dilihatnya kertas-kertas itu lalu bergantian melihatku. Dia berdiri dengan mengambil satu gambarnya yang sedang tertidur di ruang baca kampus.
Aku gugup sekaligus takut kalau dia marah karena aku diam-diam melukis tanpa izin darinya.
"maaf....." kataku gemetar
"untuk?" dikepulkannya asap rokok itu di hadapanku
"aku diam-diam melukismu, diam-diam sering membuntutimu", aku tak berani melihat matanya dan aku hanya bisa membuang pandang ke arah sepatu kets kuningku.
"karya yang bagus"
aku mendongak seketika. aku tak percaya pada apa yang baru saja dikatakannya. dahiku mengerut tanda tak percaya.
"lakukan terus. kau berbakat jadi pelukis" katanya datar
"terima kasih" aku menggigit bibir bawahku karena terlalu girang, aku tersenyum.
Dan kali ini aku sangat dekat dengannya, bahkan kembang kempis dadanya aku bisa tahu, bisa merasakan aroma mint yang keluar dari tubuhnya, bisa menikmati tiap lekuk wajahnya yang nyaris sempurna itu.
"sejak kapan kau membuntutiku ?"tiba-tiba dia bertanya padaku dengan tidak mengalihkan matanya ke arahku.
"sejak semester tiga" aku gelagapan sendiri, menggoyang-goyangkan sebelah kakiku untuk mengusir gugupku sendiri.
"kenapa kau membuntutiku ?" dia bertanya lagi, masih dengan tatapan yang sama, picingannya membuatku takut.
"sebab....sebab aku tertarik padamu" aku terbata.
"apa yang membuatmu tertarik pada lelaki macam aku?"
"kau beda"
"apa yang beda?"
"tidak tahu"
"kenapa tidak tahu?"
"sebab tidak perlu banyak alasan untuk bisa menjadi pengagummu"
Lalu aku merebut kertas gambarku dari tangannya dan memungut kertas-kertas yang masih berserakan di lantai.
"makasih ya udah jadi obyek gambarku" ucapku saat masih menunduk. Setelah itu aku berlari menjauh darinya, aku ingin pergi secepat mungkin. aku malu.
"tunggu...."
aku berhenti. membalikkan tubuhku. menaikkan sebelah alisku
"siapa namamu?" dia berteriak padaku.
"admire. I'm your admire" setengah tersenyum aku melambaikan tanganku.
tidak butuh banyak alasan kenapa aku bisa menjadi pengagummu, kau menarik. sudah itu saja :)
0 komentar:
Post a Comment