September 25, 2013

KKM: Bibir Beku

Bisa kulihat warna bibirnya tak lagi merah, mungkin luntur oleh jilatan penuh nafsu lelaki yang baru saja dia tiduri. Terlihat gincu belepotan di beberapa arah.

*

Rupanya perempuan itu terisak. Aku bisa membaca itu dari matanya yang berkaca - kaca, sekalipun bibirnya terkatup rapat. Bibirnya bergetar sekalipun senyum disunggingkan selama permainan. Ah, aku merasa ada yang tidak beres di sini. Sekalipun desahan yang keluar dari bibirnya membuat gairahku naik sampai puncak ubun - ubun, tapi tetap saja aku masih bisa menangkap 'sakit' dari desis - desis menggairahkan itu.


Kau kenapa?


Bibirnya dengan lugu melumat segala yang ada di depannya, namun air mata mayanya keluar mencuat dari suaranya. Apa kau tidak menikmati ini? lagi - lagi aku bertanya dalam hati. Harus ku apakan kamu agar mendapatkan desis bunyi menggairahkan yang selalu ku dapat dari perempuan - perempuan lainnya? Tidak bisakah kau berpura- pura sebentar saja sampai aku mencapai puncaknya?

Tidak pernah aku merasa sebingung ini ketika seranjang dengan perempuan. Senyum janggal menggoda yang dari pertama dia suguhkan ketika ku persilakan masuk ke dalam kamarku sampai pergumulan panas di tengah jalan ini masih saja membuat keningku mengerut heran. Tidak ada kata - kata sepanjang desahannya yang meluncur keluar dari bibir bergincu merahnya. Cuma satu dua patah kata saja yang berhasil kutangkap ketika aku bertanya, yaitu hanya jawaban "iya," "nggak," "ehm" itu saja. Ah, aku bingung. Tidak ada fantasi - fantasi liar yang dari kemarin lewat di pikiran gilaku terlaksana. Dan oh iya, biasanya perempuan - perempuan lain akan memanggilku beb, sayang, honey, bla bla bla saat kami bersama, tapi untuk dia....ah.....

Aku terhenyak ketika hampir mencapai ujungnya. Kulihat buliran air mata hitam jatuh membasahi pelipisnya. Seketika gerakan panasku terhenti. Aku tidak tega. Aku sama sekali tidak cukup mampu melihat perempuan muda ini menangis tanpa suara. Bibirnya menyunggingkan senyum bulan sabit, manis, namun ketika kutatap matanya ada pahit tersimpan rapi di sana.

"kamu kenapa?" dengan penuh kelembutan kuusap air matanya. kusingkirkan warna hitam maskara dan eyeliner yang mengalir di wajahnya. dia cuma menggeleng ringan dengan masih tetap tersenyum janggal.

"sayang, bicaralah!" kuusap pipinya, kusingkirkan anakan rambut yang menutupi wajahnya. kemudian kukecup keningnya.


Terus terang, aku tidak akan pernah bisa bercinta dengan suasana semenyeramkan ini. Sekalipun paras dan tubuh perempuan yang kini tertidur lelap di hadapanku ini begitu menggoda, aku tidak bisa melakukan ini dalam keadaan tidak bahagia atau suka sama suka. Dan dari kejadian tadi, aku bisa tahu sekalipun tidak ada kata-kata yang meluncur dari bibirnya kalau dia sedang tidak bahagia. Ada beban berat yang dipikulnya, ada rasa sakit yang tersirat dari tatapan matanya sekalipun bibirnya terus saja beku. Ah, perempuan ini......











"Mell....maafkan aku" katanya sebelum beranjak menuju kamar mandi.





0 komentar:

Post a Comment