May 20, 2013

Kaktus

"aku takut"
"takut kenapa?"
"takut membuat kaktus kecil itu mati"
"makanya disiram setiap hari"
"aku rasa tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu"
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"

*

kupandangi kaktus kecil di dalam pot seukuran gelas es teh seperti yang ada di warung-warung dengan gelisah. kuambil pot (gelas) itu. kuperhatikan dengan seksama kaktus itu seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. aku senang, sekaligus takut. senang karena mendapatkan hadiah baru, takut karena kemungkinan aku tidak bisa merawat kaktus itu dengan kedua tanganku.


"ini adalah hadiah," itu kata malaikat tadi sore.


aku bengong ketika malaikat menyodoriku pot yang berisi sebatang kaktus mini yang baru saja lahir. for what? batinku.
aku terus saja memandangi pot dan malaikat secara bergantian. separo alisku terangkat. dahiku jelas sekali mengeluarkan kerut heran. sudut bibirku terangkat, lalu manyun.

mungkin malaikat menangkap simbol tanda tanya yang sangat besar muncul di atas kepala batuku, oleh karena itu dia segera menepuk pundakku dengan lembut.

"dirawat, NAK!" malaikat tersenyum. baru kali ini aku melihat malaikat tersenyum begitu tulusnya hingga membuatku sedikit takut, takut jika malaikat kemasukan arwah Song Joong Ki *skip*

"ha?" 
aku melongo, tentu saja. mulutku sudah terbuka separo. dan sebelum aku banyak bertanya padanya serta menelurkan beberapa macam protes, malaikat menyerobot dengan santainya...


"hadiah dari Tuhan, ini dari Tuhan, bukan dariku. aku hanya menyampaikan pesanNya saja. kaktus ini indah, ini bukan jenis kaktus berduri seperti yang kau kenal sebelumnya. kaktus ini lembut, kaktus ini beda. lihat saja bentuknya yang menawan. ini hanya Tuhan berikan kepada orang yang benar-benar Dia pilih. sebenarnya aku agak ragu dengan keputusanNya memberikan kaktus ini padamu, tapi aku tahu kalau Tuhan Maha Mengetahui kaktus mana yang terbaik untukmu....terimalah, NAK!"


aku menelan ludah berulang kali. mataku berkedut-kedut, rasanya tubuhnya gemetar sekaligus mendadak seperti dilanda meriang, panas dingin. apa yang harus aku lakukan? aku bingung. terus terang saja, untuk merawat tanaman biasa saja aku tidak becus, bagaimana bisa aku membesarkan kaktus kecil yang katanya tidak berduri ini? INI KAKTUS, bukan KAMBOJA.

dan seperti sebelumnya, malaikat tahu apa yang sedang berkeliaran di kepalaku.

"sudah sudah, berikan dia perhatian, itu sudah cukup."


perhatian? apa dia makan perhatian? tidak makan air atau pupuk?


"makanan pokoknya adalah perhatian dan kasih sayang. air dan pupuk adalah pelengkap."





jujur, sampai di titik ini aku benar-benar tidak mengerti. sama sekali tidak ada bayangan bagaimana caranya membesarkan kaktus ini. kenapa harus kaktus? tidak adakah tanaman lain yang lebih cantik dari kaktus kecil ini?
ku gigit bibir bawahku. makhluk di dalam dadaku bercicit kecil, membuatku sedikit ngilu. hai hati, diamlah sebentar!


ada peluh yang tiba-tiba menetes di sudut dahiku. jantungku berdetak-detak heboh. mendadak ada rasa takut luar biasa untuk menerima hadiah yang kata malaikat dari Tuhan itu. aku takut, jujur.





"tapi aku takut" ku letakkan kaktus itu di tanah basah di bawahku. ya, hujan baru saja tiba beberapa saat lalu sebelum malaikat mengetuk pintu rumahku.


"takut kenapa lagi?" malaikat menggeleng-geleng heran sambil sedikit berdecak.


"aku takut membuat kaktus kecil itu mati" saat mengatakan ini, bibirku gemetar. rahang bawahku goyah.


"makanya disiram perhatian setiap hari" jawab malaikat dengan santainya. kemudian bersenandung lirih sampai membuat telingaku sedikit berdengung.


"aku rasa.....aku tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu" kataku ragu sambil berjongkok memperhatikan kaktus...yang memang terlihat berbeda dari jenis lainnya.


"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
kalimat malaikat barusan seperti petir yang datang tanpa hujan. menusuk langsung tepat di sasaran hingga rasanya nyess seperti sepotong besi yang baru saja ditempa kemudian dimasukkan ke dalam bak air.


"lagipula, aku tidak becus merawat tanaman. kau lihat banyak tanaman yang mati di tanganku, kan? aku bukan tipe perempuan yang pandai merawat tanaman, mengertilah" aku terus saja ngeyel, dan sedikit merengek padanya.


"tapi tidak untuk kaktus ini, percayalah" jawab malaikat sambil berlalu menjauhiku.



oh malaikat keras kepala, batinku.



"aku bukan keras kepala. aku hanya memberitahukan padamu bahwa Tuhan telah memilihmu untuk memiliki kaktus kecil ini!" 


kali ini aku takut melihat raut muka malaikat yang mendadak berubah. ada kesan sangat serius yang membuatku bergidik, takut. mungkin dia kesal denganku karena begitu berbatunya kepalaku. aku lihat dia menggeleng-geleng.




melihat malaikat berkacak pinggang di depan pagar rumahku dengan tatapan seperti ingin memakan orang, aku melonjak kaget, ngeri. malaikat juga bisa marah, batinku. kemudian dengan ragu kuambil kembali kaktus yang tadi kuletakkan sembarangan di atas tanah. malaikat benar-benar datang untuk meyakinkanku bahwa aku bisa melakukan ini nanti. malaikat membawa pesan bahwa Tuhan memberikan kepercayaan padaku. Tuhan mempercayaiku.





akan tumbuh seperti apa kau nanti? tanyaku dalam hati sambil menggigit jari.










kupandangi kaktus itu dengan jeli (bentuknya yang memang tidak biasa sedikit membuatku lega bahwa dia memang berbeda) sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malaikat telah pergi.











aku tersenyum,"be nice ya, kaktus kecil!"







Read more »

May 18, 2013

Perempuan Tanpa Pasangan (1)

"aku menginginkanmu, nona"
"aku?"
"iya"
"untuk?"
"ehm...."

*

di luar sana pagi. dan nona masih saja betah terpejam. baju-bajunya berserakan di lantai berubin yang dingin. tubuh tanpa bajunya masih meringkuk di balik selimut halus beludru hijau. matanya yang manja enggan membuka sekalipun tirai jendela sudah tersibak dan matahari pagi telah menyengat dinding - dinding di sekelilingnya.

aroma kopi menguar sampai masuk ke dalam hidungnya. menghantarkan sensasi luar biasa hingga matanya yang manja terbuka dengan lebarnya. nona suka kopi. matanya yang berwarna kehijauan karena softlen tampak begitu bergairah menelanjangi kamar untuk mencari sumber bau harum itu. dilihatnya secangkir kopi terduduk manis di meja rias.

"selamat pagi, sayang"
sapa seorang laki-laki dari balik kursi.

"hm......." tanpa basa-basi nona menyeruput secangkir kopi yang tergeletak di atas meja rias.

"tidurmu nyenyak sekali sampai aku tidak berani membangunkanmu." laki-laki itu bergerak mendekati nona yang berdiri dengan sebelah tangannya memegang selimut, yang menutupi separo tubuhnya.

laki-laki itu mengecup pundak nona. lalu kemudian membelai rambutnya, dan mendaratkan kecupan di puncak kepalanya juga.

nona diam saja. dia masih berkutat dengan kopinya yang hangat. kopinya yang nikmat. dia tidak mempedulikan sapuan tangan laki-laki itu mendarat di pinggangnya.

"nona...."
"hm......."
"aku menginginkanmu"
"untuk?"
"ehm....untuk menjadi istriku"

nona menelan kopinya dengan tergesa sampai hampir tersedak. dilihatnya wajah laki-laki itu dengan seksama. air mukanya sempat berubah namun kemudian menjadi normal kembali.


"jangan mimpi." katanya santai.
"kok?"
"jangan pernah mencoba bermimpi untuk memilikiku," jawab nona sambil mencolek ujung dagu laki-laki itu.


nona melipir. jalan dengan santainya menuju kursi masih dengan sebelah tangannya mencengkeram selimut. lalu kemudian dia duduk dengan anggunnya. sebelah kakinya disilangkan dengan sombongnya. matanya yang liar menatap kesetanan laki-laki yang berdiri di hadapannya.


"punya apa kau sampai berani menginginkanku?" nona kembali menyeruput kopinya.


"aku punya segalanya. uang, harta benda, rumah, mobil, tanah. aku punya semuanya." kata laki-laki itu sambil bergegas mendatangi nona. ditariknya tangan nona dengan tergesa. diciumnya berulang kali demi meyakinkan perempuan di hadapannya itu.


"ada satu yang tak kau punya," kata nona santai.

gerakan laki-laki itu sempat terhenti untuk memandangi mata ayu nona, namun kemudian dilanjutkan lagi.
"apa? aku punya semuanya" laki-laki itu tampak yakin.




"kau tidak punya hati" jawab nona sambil mengibaskan tangannya agar terlepas dari genggaman si laki-laki itu.


"hati? kata siapa aku tak punya hati? akan ku buktikan padamu kalau aku mencintaimu. kalau perlu, belah dadaku agar kau bisa melihat hatiku," laki-laki itu mulai panas, wajahnya mulai merah padam.

"hah, gombalan anak TK!" nona mencibir.

"aku serius" jawab laki-laki itu mantap.

"baiklah." nona bergerak. diletakkan cangkir kopi di di meja sebelahnya. ditinggalkannya laki-laki yang tengah bengong itu dengan santainya. diirinya kini berada di depan meja.

nona memutar tubuhnya untuk melihat gerak-gerik laki-laki itu. di genggamannya kini terselip pisau buah yang dia dapat dari atas meja rias.
laki-laki itu tampak kaget. jakunnya bergerak. ludahnya tertelan dengan terpaksa. matanya tampak sedikit ketakutan. dia mundur beberapa langkah sebelum nona bergerak mendekatinya.

"apa yang akan kau lakukan?" suaranya tampak bergetar. dan nona hanya membalasnya dengan senyuman nakal.

"tadi kau bilang minta dibelah dadamu agar aku bisa melihat hatimu?" kata nona sambil mempermainkan pisau buah di tangannya. kakinya maju beberapa langkah untuk sampai tepat di hadapan mata laki-laki itu.

"bu...bukan membelah beneran, maksudku....."
"membelah seperti apa maksudmu?" nona pura-pura memeriksa ketajaman pisau itu. matanya yang bening bermain dengan lihainya sampai mata laki-laki itu enggan untuk menatapnya langsung.

tubuh laki-laki itu benar-benar bergetar. melihat itu, nona cekikikan lalu kemudian muncul gelegar tawa di kamar. nona tertawa terbahak-bahak. sementara laki-laki itu bingung.









"bodoh" nona melemparkan sembarangan pisau itu ke sudut kamar. entah jatuh dimana dia tidak peduli. kemudian dia berjalan santai menuju jendela.











"mau kau kemanakan istri dan anak-anakmu?" tanya nona tiba-tiba setelah sebelumnya berhasil meraih gagang cangkir kopi yang dia letakkan di meja lalu menyeruput kopi terakhirnya di sisi jendela sambil menikmati cahaya matahari.

dilihatnya mata laki-laki itu seperti mencuat ingin keluar. nona menyeringai. dia mendengus lalu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. ekspresi kaget yang sangat sempurna. mungkin jantungnya sekarang sedang benar-benar seperti habis jogging sepanjang 10 km.










"laki-laki seperti kamu tidak berhak untuk memiliki seorang perempuan tanpa pasangan sepertiku"






Read more »

May 17, 2013

Kataku

"aku bahkan bisa menendangmu kapan pun aku mau"
"kau tidak akan melakukan itu padaku"
"kata siapa?"
"kataku!"

*

jalang ini kembali. perempuan ini sudah duduk lagi dalam sesinggahan pribadinya. taring giginya yang keemasan sudah menghiasi sudut - sudut bibirnya. meruncing dan siap menerkam semua mata di hadapannya.
ia menyeringai. dilihatnya pemuda itu diam mempersiapkan pidato terakhirnya.

"sudah satu jam kau duduk manis di kursi itu." kata perempuan itu mempermainkan ujung rambutnya yang menjuntai. lalu berdehem keras.

"kau tidak bosan merangkai kalimat yang bahkan mungkin tak akan ku dengarkan itu?"
pemuda itu menghentikan coretan tangannya di atas kertas lusuh yang diambilnya di gudang belakang rumah. kemudian kepalanya mendongak, memperhatikan perempuan yang tegak berdiri menyandarkan punggungnya di dinding tanpa warna di belakangnya.

perempuan itu menggerakkan tangan kanannya menuju saku. dirabanya isi sakunya. beberapa saat kemudian  di tangannya telah tergenggam sebatang rokok lengkap dengan korek apinya.

pemuda itu memicingkan matanya. "kau merokok?"

perempuan itu hanya mengedikkan bahu sambil menyulut rokoknya. asap putih mengebul di depan wajahnya yang tirus.

"sejak kapan?" tanya pemuda itu lagi masih dengan tatapan matanya yang seperti kelaparan.

"apakah itu penting?" perempuan itu bergerak, lalu berjalan ringan mendekati pemuda itu.

"sangat penting"
"kalau begitu kau tidak mengenalku"
"maksudmu?"
"kataku, kau tidak mengenalku"

"aku mengenalmu!" pemuda itu berteriak, lantang, sampai suaranya memantul-mantul manja di dinding tanpa warna itu.

perempuan itu kembali menyeringai. ditatapnya pemuda itu setengah geli.




"ini adalah bukti kalau kau tidak mengenalku. kau terlalu cepat memberikan putusan pada hatimu bahwa aku perempuan yang baik. padahal kan pengadilan belum mengiyakan aku bebas dari segala tuduhan?"

pemuda itu terdiam. salah satu tangannya sibuk meremas-remas ujung bajunya. sedangkan perempuan itu, tubuh perempuan itu terguncang, jantungnya berlarian tak keruan.

"mari kita lihat, seberapa lama kau mampu duduk di situ. seberapa kuat dirimu bertahan dengan sekumpulan kalimat yang memang mungkin tidak akan pernah masuk ke dalam hatiku"





"aku mencintaimu!" seru pemuda itu lirih, namun berhasil mengoyak dada perempuan itu dengan sempurna.


"tapi kataku, TIDAK"

Read more »

Seperti Itu...

"kau lihat awan hitam yang bergolak di atasmu?"
aku mendongak sesegera mungkin. mencari awan itu.

ku lihat sekumpulan awan abu-abu gelap menaungi diriku, seperti akan menjatuhkan hujan tepat di atas kepalaku.
dadaku berdesir melihatnya.
aku takut, hujan.

"akan hujan"
ku jatuhkan diriku di atas trotoar. ku cengkeram kuat-kuat ujung bajuku lalu ku gigit.
rasanya ngilu.
kau tahu bagaimana rasanya ngilu mampir ke dalam gigimu ketika segumpal es batu kau coba gigit kuat-kuat?

ya seperti itulah.
bedanya yang ngilu dadaku, di dalam dadaku ada sesuatu seperti gigi yang bisa ngilu.



aku tidak membawa payung, ataupun mantel hujan.
"kau akan kehujanan"

aku tidak mau kehujanan atau pun hujan turun!
satu bagian nyawaku akan menguap kalau tubuhku sampai terjamah hujan, lagi.


kau seperti kertas gambar yang dihiasi lukisan, yang takut terkena air hujan. 


ku pandang kiri - kananku.
tak ada jajaran pohon besar sama sekali untukku melindungi diri.
tempat ini tak berpenghuni. sepi.

tidak ada sebatang rumput liar pun yang tumbuh di sini.
gersang.



"kau dimana?"



di suatu tempat yang tidak ada seorang manusia atau tumbuhan tumbuh, hidup.




aku bergidik.




aku sendiri.
lagi.



hujan sebentar lagi turun. dan aku masih belum tahu kemana harus ku teduhkan tubuhku yang sudah menggigil duluan.
rasanya sudut mataku sudah berkedut. seperti awan hitam di atas sana yang juga tengah bergejolak.


"kau tidak boleh menangis!"




dan langit tidak boleh hujan!
seperti itu kah?

Read more »

May 8, 2013

Sepuluh

Kunang - kunang melerai bayangan prosa. 

Ia ceraikan selarik puisi yang saling menyiratkan rasa. 

Ia pegang kendali hati keduanya. 

Sampai subuh esok tiba....
Read more »

Tak Bisa Melihat

"aku tak bisa melihat"
"hei, kau masih punya mata"
"tapi aku tak bisa melihat dengan benar. tolong lihatlah lagi mataku"

*

kau menangis. kau sedang kesakitan, tapi kau berusaha membantahnya. kau berusaha tegar, tapi kau gagal.
kau tersedu, tapi mulutmu mengatup rapat. tak ada suara gaduh yang muncul dari sana. tenggorokanmu seperti ditendang. dadamu seperti dijejali batu-batuan kasar.
kau sakit.

kau bisa melihatnya.

kau hanya berpura-pura buta. kau berusaha mengabaikan sesuatu yang jelas-jelas kau rasakan. kau menikmati kesedihan itu. kau membiarkannya bersemayam dalam damai yang sebenarnya hanya sebuah kamuflase belaka. kau menyembunyikan itu.

kau berpura-pura bahagia. kau terlalu pengecut karena tak membiarkan lidahmu bicara jujur apa adanya. kau takut, kau takut, kau hanya takut menerima kenyataan yang belum tentu bakal semenyedihkan sebelumnya.

kau masih punya mata. mata hatimu masih bisa melihat dan membaca. dia tidak pernah tidur, dia bekerja tanpa jeda. kau hanya berpura-pura tak melihat.
betul kataku, kau munafik. kau mempecundangi dirimu sendiri.
sebenarnya kau butuh, sebenarnya kau ingin, namun kau masih takut berdiri lagi di tempat yang sama dengan orang yang berbeda. kau takut jika sisa sakit yang tertinggal di tempat itu kembali kau rasakan, sehingga kamuflase ingin hidup sendirian jadi bahan leluconan.

kau tidak bersungguh-sungguh untuk terus sendiri. aku bisa melihat itu di matamu. kau tidak bisa membohongiku sekalipun matamu kau tutupi dengan sehelai sutera biru. aku adalah bagianmu, aku adalah separuh ruhmu, aku adalah jiwamu yang lain.

apa kau tidak pernah sadar jika tubuhmu dihuni dua makhluk yang tidak pernah menidurkan diri?
aku kenal benar saudaraku yang punya mental pecundang yang sekarang merasuki dua per tiga tubuhmu. aku tahu bagaimana perangainya.

hei, apa kau tidak mengenaliku? kau tidak bisa melihatku dengan benar? apa kau tidak merasakan kehadiranku ketika gelap tiba?
aku adalah sisi baikmu. dan dia adalah sisi burukmu.
bukankah kau selalu mengatakan jika setiap orang selalu diciptakan dengan dua sisi berbeda? ya, baik dan buruk. dia buruk, dan aku baik.

apa kau tidak ingin mendengarkan nasehat dari teman baikmu ini? jika kau ingin menutup telingamu dengan memutar musik sekencang mungkin, silakan. aku akan membisikkannya lewat hati. aku tahu hatimu akan bekerja lebih dari telinga.

dengarkan ini baik-baik, NAK.
jangan takut...jangan membohongi dirimu sendiri...jangan...sebab kau akan merasakan sakit itu sendiri. lakukanlah......nikmati perjalananmu itu.
jangan tutup matamu, jangan biarkan kau buta. jangan kau biarkan diirmu sendiri kehilangan sesuatu yang sudah Tuhan berikan.
aku tahu kau pandai, NAK. aku tahu kau masih bisa melihat dengan benar, hanya saja mungkin saudara burukku kadang terlalu cerewet sampai berhasil membuatmu terpuruk seperti itu.


kau masih bisa melihat dengan benar, NAK.

Read more »

May 6, 2013

Sama Saja

"sama saja"
"apanya?"
"otaknya"
"maksudnya? kapasitas otak? bukankah tiap orang berbeda?"
"bego! bukan kapasitas"
"lantas?"
"cara mereka berpikir"

*

diam saja. lidahku sukses bersekongkol dengan hati. kepalaku juga sepertinya mengiyakan isi hati yang menolak untuk diajak kerja sama. sudahlah, biarkan saja. mari bersantai di bibir pantai demi menikmati sepoi angin yang tak kau temukan di tengah metropolitan.

hmmm, anggap saja mereka sekumpulan paduan suara dengan kualitas suara bebek yang tengah mengoceh asal-asalan di hadapanmu. anggap saja angin PHP yang terkadang muncul di tengah terik siang yang ganas. selow lah...woles rek.


jujur, sebenarnya aku tidak mau banyak berkomentar. aku hanya ingin diam pada pandangan-padangan menggelikan itu. namun, setidaknya aku harus membuat sedikit pembelaan, kan? ya seperti para tersangka yang didudukkan di kursi pesakitan itu. hanya bedanya, aku tidak perlu pengacara.



setiap orang dilahirkan tidak dengan sempurna, bukan? dia punya kelebihan-kekurangan, kebaikan-keburukan. namun, pada dasarnya mereka baik. tanamkan itu di kepalamu, NAK. mereka punya hati nurani, sekecil apapun itu. tidak ada manusia yang mbrojol dari rahim ibunya dengan sifat yang sepenuhnya jelek. tidak ada, NAK. tidak ada.


jika teori ketidaksempurnaan itu sudah tertanam di kepalamu, kenapa musti memberikan tuduhan semenggelikan itu padaku? kau pikir aku benar-benar jalang seperti perempuan-perempuan di pinggir jalan itu, NAK?




aku mau tertawa ah. hahahaha




kau pikir dunia malam selalu identik dengan perempuan-perempuan jalang?
lulusan apa sih kau ini? umurmu sama sekali tidak menunjukkan kualitas isi kepalamu. cara berpikirmu seperti ABG yang baru saja naik kelas dua SMP.



ya sudahlah ya...namanya juga manusia biasa, pasti punya segudang pandangan menggelikan, termasuk tuduhan-tuduhan tak masuk akal.
silakan, intinya silakan memberiku tuduhan bermacam-macam. aku santai saja.
Tuhan tahu kok, Dia Maha Tahu atas segalaku.
kamu tidak bisa membaca pikiranku, kan? NAH. belajar menghargai orang dulu sana. masuk SD lagi gih.



rupanya, ya sama saja kan ya! isi kepalanya sama!
baca ini: aku suka, bukan berarti jalang, NAK!


Read more »

May 1, 2013

Rupanya

"aku cemburu, ternyata"
"oh ya?"
"pada siapa?"
"siapapun yang dekat denganmu"

*

dalam satu bidang yang sama, kotak yang sama, dinding yang sama, dan tubuh yang sama. kita saling berpandangan, namun mata kita tidak saling menunjuk arah yang sama, hati. semuanya terlihat beku, aku merasakannya. ya, tidak ada cinta di dalam ruangan itu.

cinta? masihkah dia hidup setelah kubakar habis-habis rumahnya beberapa bulan lalu? masihkah ada nyawa tersisa di dalamnya?

aku ingin mengelak. menahan perasaan yang berkecamuk seperti cambuk. aih, ingin ku tinju matamu yang hitam kecokelatan itu. ingin ku tampar wajahmu yang tanpa dosa memburu dadaku sepanjang napasku malam ini, nis.

kita memang tidak pernah bisa bertemu dalam satu titik koordinat penuh. kita selalu berseberangan sekalipun kedua tangan kita saling bergandengan. sekalipun tubuh kita membentuk satu refkesi yang sama. sekalipun napas kita saling bersahutan dalam diam.

sekalipun dalam dekapan, tetap saja tak ku dengar debar jantungmu yang seperti diburu. aku tahu....aku tahu... aku tahu kenapa bisa begitu.



aku cemburu pada sesuatu itu. sesuatu yang dengan mudahnya bisa kau suguhkan senyum sumringah. aku cemburu, nis.
hatiku berkata cemburu nis...hatiku bilang ini ada apa-apanya, nis.

ya, kan? kau sedang mendekati sesuatu itu. ah tidak, mendadak hatiku seperti dijamah belati besi terpanggang api. sakitttt....




aku telah menguasai semuamu, tapi tetap saja hatimu bisu. rasanya seperti sia-sia. ya, semuanya sia-sia. perjalanan panjang yang kulakukan rupanya sama sekali tak dapat mengetuk pintu hatimu yang...beku? bekukah hatimu untukku, nis?

sesuatu idamanmu....itu ya nis? aku cemburu.



entah nis, aku masih beranggapan bahwa kau bisa menerimaku,lagi. lagi? itu bodoh...


tapi aku suka....aku masih menyukaimu



kau hanya menyukai raganya yang rupawan, tubuhnya yang menawan. bukan hatinya yang tampan.





tapi kenapa harus cemburu?

sebab obsesi adalah isi di kepalamu.



Read more »

Terima Kasih

aku lelah. sepertinya sudah tidak punya kekuatan untuk melangkah ke arahnya. aku hanya ingin mengabdi pada sesuatu selainnya. sesuatu yang mendekatkanku pada yang lain, bukan padanya. dan menghabiskan sisa-sisa waktu yang berharga bersamanya.

sudah ku cukupkan halamanku untuknya, sudah ku penuhkan coretan hitam dalam buku terakhirku. dan sekarang adalah masa yang tepat untuk berganti buku, berganti halaman baru, untuk menanggalkan semua kisah dan memulai sesuatu yang baru. aku ingin duduk manis di pangkuannya, bergelayut manja seperti anak TK.

penghakiman atas kelakuan lamaku telah ku terima dengan lapang dada. telah kubiarkan mereka menjadikanku tokoh antagonis dalam ceritanya, seorang perempuan jalang dengan banyak pasangan, di masa silam, ku biarkan.

tak akan ku ganggu mereka dengan segala simbol perangnya, aku hanya akan diam di tempat, memandang mereka dengan banyak senyuman, sekalipun mereka menghunuskan doa mematikan, memberikan kutukan menyesatkan.

aku tidak akan kembali, tidak akan lagi ku jatuhkan diriku ke dalam jurang yang sama, sekalipun jurang itu penuh bunga-bunga merah segar dan air terjun menyegarkan. aku lebih memilih diam di tempat yang penuh duri atau lari ke depan sekalipun jalan begitu menyiksa kaki telanjangku.

kehilangan kesempatan, penyesalan hanyalah bagian dari skenario terbaikNya. nanti, suatu saat nanti jika ku temukan diriku menangis karena kehilangan kesempatan dan peluang, aku hanya akan kembali padaNya dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja, tidak ada hal positif yang tidak bisa dipetik dari sana. dan jika banyak orang bilang "kau kehilangan satu terbaiknya," aku akan dengan senang hati berkata "terbaik hanya milik sang Penyempurna. semua orang baik. semua orang diciptakan dengan kebaikan, sekalipun dia tak sesempurna sebelumnya. pilihanNya adalah takdir sepanjang masaku dan aku tidak akan menyesal."

sekarang aku hanya merasa bahwa padangku telah disinari banyak matahari, tidak lagi gulita seperti sebelumnya, tidak lagi ada kesia-siaan seperti waktu dia menjadi setir dalam duniaku. aku bahagia, sekalipun banyak cibiran yang mampir dan hinaan tersirat dari gurauan yang mungkin mereka sengaja. tidak apa-apa. memang ada banyak cobaan ketika seseorang ingin berubah menjadi lebih baik, tidak sedikit yang meragukan dan membuat cibiran, tidak apa-apa karena aku jauh dari sempurna dan tidak akan pernah jadi sempurna. aku manusia biasa, di hadapanNya, dengan segudang dosa.

aku hanya mau berterima kasih...terima kasih atas segala pelajaran berharganya, segala pengalaman baik dan buruknya yang menjadikanku seorang yang lebih waspada, seorang yang lebih pandai mengendalikan hati dan perasaannya. 
Read more »