December 30, 2012

Pelabuhan

SEBUAH IMAJINASI GILA!

“kau bisa memperbaiki ini?” ku sodorkan headsetku kepadanya.
Sejurus dia memandangku dengan heran. Separo alis tebalnya terangkat, seperti biasanya. Aku hanya bisa nyengir sambil memperlihatkan deretan behel gigiku dengan warna hijau toska di depannya. 
Lalu dia mengambil headset itu dari tanganku.
“apanya yang rusak?” tanyanya kemudian.
“nggak tau, udah nggak bunyi sebelah” kataku sambil meneguk es teh manis dalam gelas miliknya.

Diambilnya HP milikku yang tergeletak di atas meja. Dicobanya. Kemudian dia manggut – manggut.

“apa yang rusak, menurutmu?”
“yang rusak itu kamu” katanya sambil menjentikkan telunjuknya ke dahiku.
“awww….sakit tauk!” ku pijit-pijit dahiku yang sakit.
“headset rusak itu tandanya kamu harus beli yang baru” diusapnya dahiku kemudian. 
Pipiku merah.

"kau kan anak teknik, seharusnya bisa memperbaiki ini!" protesku separo manyun sambil merebut headset dari tangannya.
"apa anak teknik harus memperbaiki headset yang rusak?"
"harus!"
"siapa yang mengharuskan?"
"aku"
"kamu siapa?"
"pacarnya kamu"
"kapan kita jadian?"
"barusan"
"barusan kapan?"
"tadi kamu nembak aku"
"aku cuma bercanda"

Nyess. hatiku seperti disodori bongkahan bara yang panas.

Aku mulai gemas. aku yakin dia menggodaku. aku bisa melihat "taring" jahilnya muncul di antara gigi - giginya yang rapi. tapi matanya Ya Tuhan, matanya diselimuti kabut tebal yang membuatku tidak bisa membaca isinya.

"jadi yang tadi cuma guyonan?"
dia mengedikkan bahu. aku mulai merengut. ku palingkan mukaku. aku menunggu dia menarik kepalaku dan berharap dia minta maaf segera atas kejahilan yang baru saja dia perbuat padaku.
kenapa dia tidak memanggilku? oh God, dia membiarkanku ngambek.

tanpa melihat ke arahnya, aku berdiri dan pergi dari gazebo depan kampusnya. kenapa dia tidak mengejarku? sialan. mati gaya. masa aku harus kembali lagi? tidak, harga diriku ditaruh mana?

tapi aku tidak bisa meninggalkannya seperti ini. aku harus tanya apa alasan dia mengerjaiku seperti tadi. Hello boy, you know how I love you more. Why you should do this? aku hampir menangis.

ku balikkan tubuhku. mataku melebar. kemana laki-laki itu? tempat duduk yang tadi kami duduki sudah kosong. kapan dia pergi dari sana? bukankah baru beberapa detik aku melangkah ke sini?

ku langkahkan kakiku untuk mengitari area itu. tapi tiba - tiba langkahku terhenti tepat ketika lenganku dicengkeram seseorang dari belakang. aku menoleh. di sana sedang membungkuk seorang lelaki berkemeja, berkacamata, dengan lesung di kedua pipinya, dengan seikat lily putih di tangan kirinya serta di belakangnya ada sepasukan orang yang menenteng gitar dan membentuk barisan paduan suara, lalu kemudian bernyanyi lirih seperti backsound di fiml-film romantis.

ku gelengkan kepalaku. ini mimpi kan?

kakiku linu. kaku di tempatnya. tubuhku gemetar saking kagetnya. dan tanpa sengaja ku gigit telunjukku.

"maaf...tadi aku cuma bercanda" katanya sambil memberikan seikat lily putih itu padaku.
aku bengong. agak ragu ku terima bunga darinya. oh God, jantungku lari-lari. 

"bei... aku nggak bisa ngomong apa-apa selain....aku butuh kamu, aku mau kamu selalu ada di sampingku baik ketika aku sedih atau senang.... aku mau kamu jadi pelabuhan buat perahu kecilku yang dari kemarin terombang - ambing tak jelas di lautan... kamu mau bei?"

kerongkonganku butuh air. rasanya seperti ada di gurun pasir. keringat banjir di tengkuk. aku seperti mau pingsan. how romantic he is!

"bukannya tadi... tadi kamu udah nembak aku?" tanyaku gugup.
"tadi belum resmi" jawabnya sambil nyengir. 

"oh....." mataku melebar, mulutku membulat membentuk huruf O, kemudian merekahkan senyum paling menggelikan yang pernah ku berikan pada orang.

"jadi?" tanyanya kemudian.
"jadi apa?" tanyaku balik.
"kita resmi pacaran kan?"
"kapan aku bilang iya?"
"bukannya tadi kamu udah bilang iya?"
"tadi kapan?"
"tadi sebelum kamu ngambek"
"itu kan tadi"
"kalau sekarang?"

ku mainkan mataku seperti sedang menimbang-nimbang.
"tidak sebelum kamu mengajakku ke pelabuhan..... SEKARANG" kataku sambil berlalu menuju parkir sepeda motor.
"ha?" dia berdiri dan kemudian meremas-remas rambutnya.
"ABIS INI AKU ADA JAM KULIAH!!!!" teriaknya. ku balas dengan lambaian tangan sambil cekikikan.





Read more »

December 29, 2012

When The Love Falls (Down)


salah satu cerpen yang diikutkan dalam sebuah sayembara Rumah Tulis Community (RTC)

Bukan tetes air dari langit yang jatuh di punggung tanganku. Itu air mataku sendiri yang tak kusadar sudah menjamah pipi dan menggelontor melewati sudut daguku dan akhirnya jatuh tanpa daya di tanganku yang tengah gemetar menahan deru kesakitan yang beterbangan di dalam hati. Kenapa? Satu kata itu saja yang sedari tadi muncul di dalam kepalaku, menari – nari tanpa jengah ke seluruh penjuru hingga akhirnya aku menangis begitu saja. Rasa sesak itu muncul bertubi – bertubi sampai membuat napasku tercekat.

Terduduk di lantai kamar dengan pandangan mata entah menuju ke mana. Jendela terbuka lebar. Angin kasar pertanda hujan akan tiba berangsur melesak masuk dan membuat beberapa tumpukan kertas di atas meja jatuh berserakan di lantai. Pohon kamboja menggugurkan bunga merah jambunya. Mereka jatuh satu per satu ke atas tanah basah berumput liar. Awan hitam memayungi langit yang beberapa jam tadi biru bersih tanpa noda. Terdengar gelegar menyeramkan dari langit selatan diikuti dengan sambaran kilat berwarna keemasan.

Aku tidak peduli dengan keadaan langit itu. Aku tidak peduli jikalau hujan turun dengan lebatnya dan membuat kamarku kembali dibanjiri air. Dan aku bahkan lebih tidak peduli lagi jikalau hujan merampas kesadaranku detik ini.

Hujan. Aku membencinya. Aku benci bau hujan. Sebab hujan mengingatkanku pada seseorang yang memberikan luka paling dalam.

Pikiranku bergerilya ke beberapa memori yang sedari mengusik kepalaku untuk dijelajah kembali. Satu per satu bayangan itu muncul tanpa bisa dikendali. Adegan – adegan lima bulan terakhir ketika masih bersama membuat paru – paruku nyaris menolak untuk dimasuki oksigen.

Prosesi penjemputan dan adegan berkeliling kota dalam keadaan basah kuyup berlarian tanpa lelah di kepala. Adegan bermain hujan di bawah mainan seluncuran di sebuah taman mengusik air mataku untuk kembali jatuh. Adegan menonton konser sebuah band ibukota di lapangan parkir kampus membuat dadaku semakin sesak. Adegan bercengkerama di bawah langit malam ditemani bulan penuh membuat segalanya bertambah menyesakkan. Dan ada adegan – adegan manis lain yang bertebaran liar sampai membentuk sekumpulan nyala api yang membakar hati.

Aku rindu. Sama seperti tanah – tanah gersang yang lama rindu akan bau hujan. Aku kangen sama kamu.

Akhirnya ku jatuhkan tubuhku ke lantai. Lembab. Aku merasakan kelembaban menjemput tubuhku. Air mata meluncur dalam diam hingga jatuh dalam bisu ke atas lantai yang dingin. Dada berdentum tak karuan. Semua rasa berkecamuk jadi satu. Sakit hati, sedih, kecewa, marah, dendam, rindu, cinta…..

Mataku panas. Ia tidak ingin membuka. Ia ingin terpejam saja dan berharap bahwa semua yang terjadi ini hanya mimpi belaka. Aku ingin tidur dan berharap bahwa ketika esok membuka mata, semua akan baik – baik saja dan tidak ada yang berubah.

Ku pejamkan mata sampai pada saatnya jantungku mendadak seperti digerogoti tikus – tikus menjijikkan yang berlarian dengan girang. Dan air mata membuncah tanpa bisa dicegah. Sakit menekan ulu hati sampai paru – paru mendadak enggan untuk mengangsurkan udara. Semua organ vitalku rasanya hendak terlolosi. Napas tercekat sampai di tenggorokan. Lidahku menggulung malas ketika diminta untuk berteriak barang sejenak. Aku sakit hati. Rasanya sakit sekali.

Arah pikiranku terbang menuju laki – laki itu. Dia yang seharusnya kali ini bersamaku untuk memulai sesuatu yang baru nyatanya pergi meninggalkan semua mimpi indah yang sudah ku bangun dengan percaya diri. Aku sudah membangunnya dengan rapi, merancangnya dengan sempurna. Namun, dia tiba – tiba jadi begini. Dia mengacuhkan semua panggilan dan smsku. Semuanya. Dan bahkan yang lebih membuat napasku hampir terhenti adalah perhatian yang dulu sering dia berikan padaku seketika jua musnah seperti dilalap si jago merah, musnah seperti debu yang beterbangan liar di tanah dilanda hujan dalam sekali waktu.

Tidak ada lagi satuan kata sayang yang dia ditujukan padaku. Semua terlihat kasar dan penuh dengan kedataran. Tidak ada lagi perhatian seperti beberapa waktu lalu yang masih bisa ku temukan sebelum dia mendapatkan kabar buruk itu. Kabar yang hanya bisa ku intip lewat dinding facebooknya.

Kegagalannya untuk lolos masuk ke dalam salah satu perusahaan multinasional itukah yang membuat sikapnya berubah? Letak salahku ada dimana jika harus sampai membuat sikapnya berubah seperti ini? apakah penyebab gagalnya adalah diriku hingga dia membenciku sedemikian rupa sampai mengacuhkan diriku begini? hingga dia mengubah semua yang dulu terlihat sangat manis menjadi menyakitkan seperti ini?
Salahku dimana? Dimana letak salahku?

****

Caranya membuatku jatuh cinta sungguh sangat manis. Dimulai dengan message bertubi dalam facebook yang membuat candu, dan membuatku gelinjangan ketika ku buka layar biru muda itu tanpa ada satu notifikasi message terbaru darinya. Dia membuatku merindui sepanjang hari seperti pesakitan yang tidak kunjung diberikan obat. Dan tanpa sadar aku mulai jatuh, jatuh telak di hadapannya dengan sempurna. Dan dia? Dia seperti memberi ruang, memberi kesempatan pada diriku yang hendak melesak masuk ke dalam bilik hatinya untuk terus maju dan maju. Dia memberi sinyal bahwa dia juga ingin memulai.

Permulaan yang begitu sempurna. Renyah tawa yang mengudara ketika message – message yang ku terima di facebook menghiasi hariku dengan sangat istimewa disusul dengan puluhan sms yang ku terima dari subuh sampai mata terpejam kala malam. Aku jatuh cinta dari sana. Jatuh di saat kemantapan hati untuk tidak memulai sebuah hubungan tiba – tiba terbantahkan oleh kehadiran sosok seorang lelaki penuh misteri. 

Benteng pertahananku akan laki – laki selama dua tahun itu runtuh dalam sekali sentuh. Kehadirannya yang sama sekali tidak disangka membuat gersang yang lama berdiam diri di dalam hati luluh lantah.
Adegan romatis yang tidak pernah ku rasakan datang dari seorang lelaki biasa saja, tanpa embel – embel seksi seperti lelaki yang biasanya membuatku tergoda. Dia berbeda. Dan caranya merayuku juga berbeda sampai aku tidak bisa membandingkan mana bualan dan mana kenyataan.

Flashback selama lima bulan terakhir yang tampak begitu apik untuk dirangkaikan menjadi sebuah kisah percintaan yang sangat indah nyatanya membuat tubuhku sekarang mengerang karena kesakitan. Aku patah hati, dan sakitnya setengah mati.

Akhirnya aku bisa mengerang dengan benar. Ku cengkeram kerah kaos yang kupakai dengan kasar dan berteriak di dalam kamar. Aku menangis sambil menjerit dibarengi dengan gelegar di langit gelap yang menyeramkan.

Hujan. Dan aku semakin histeris mendengar suara hujan di luar sana. Aku ingin keluar kamar. Lari dan membenamkan diri ke dalam guyur yang begitu deras. Biar saja dingin mmbunuh tulang – belulangku hingga membuatku jatuh sakit. Siapa tahu itu bakal bisa membuatnya kembali padaku.

***

Sebuah pesan singkat yang benar – benar singkat akhirnya ku sadari sebagai pesan tersingkatnya untuk mengakhiri sebuah kisah yang lama tidak pernah kami namai itu. Sebuah pesan yang menyiratkan bahwa sebaiknya aku menjauhinya, jauh – jauh dari kehidupan pribadinya. Dan seperti ada belati kecil yang menghujam jantung sampai akhirnya meninggalkan guratan perih yang amat dalam. Membuatku hampir mati karena kehilangan banyak darah.

Aku menginginkannya. Aku ingin memilikinya secara utuh. Dan bukankah dia juga begitu? Semua hal dan perlakuan yang dia tujukan padaku selama lima bulan terakhir bukanlah tanpa alasan, kan? Karena dia memang juga menginginkanku, kan? Hubungan yang berjalan begitu manis bukan karena dia hanya menjadikanku pelarian, kan?

Wahai langit yang mulai gelap, berikan aku jawaban atas kerunyaman yang melanda isi hati. Beri aku setangkup harapan bahwa dia akan kembali padaku. Beri aku kekuatan bahwa ini hanya sementara. Beri aku sejengkal napas untuk sadar bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka. Dan ketika aku bangun nanti, semua bakal baik – baik saja. Semua bakal kembali seperti lima bulan yang lalu. Dan dia ada bersamaku untuk kemarin, sekarang, dan besok tentunya.

Tapi kali ini aku jatuh. Kali ini benar – benar jatuh. Bukan jatuh cinta, tapi jatuh dalam arti sebenarnya. Dan kenyataan terpahit yang ku telan mentah – mentah adalah bukan karena kegagalannya masuk ke perusahaan multinasional itu dia menjauhiku, tapi karena dia kembali pada perempuannya yang dulu. Perempuan yang dari dulu sudah ku rasakan ada apa – apanya. Perempuan yang membuatku sakit hati dan cemburu saat membaca wall to wall mereka. Perempuan yang dulu sering ku temukan dalam komentar - komentar facebooknya. Perempuan yang sering ku jumpai dalam tagging foto – foto di beberapa album fotonya.

Perempuan ini….Aku melihatnya. Ya aku melihat dengan kedua mata kepalaku sendiri ada senoktah cinta yang terburai di antara percakapan mereka. Ada aura berbeda yang ditunjukkan dalam banyak percakapan mereka. Dan aku sebagai wanita yang sedang mencintai laki – laki itu tahu benar bahasa kata yang saling menyiratkan rasa. Dan juga foto profil yang jelas – jelas sama identik itu adalah bukti nyata bahwa ada apa – apa di antara mereka. Tidak bisa dibantahkan oleh apapun.

Dan pertanyaannya adalah, kenapa aku? Kenapa harus aku yang berada dalam pertemuan antara dua sumbu X dan Y itu? kenapa harus aku yang ada di antara mereka? Satu – satunya orang yang paling di sakiti di sini?
Kenapa harus aku yang dijadikan pelarian? Kenapa bukan perempuan lain saja? Salah apa aku sampai kembali disakiti oleh laki – laki? Bukankah dulu laki – laki lah yang membuatku menahan diri untuk berhenti menjalin hubungan dengan mereka? Dua tahun memegang patuh pada komitmen untuk sendiri bukanlah hal yang mudah jika saja tidak ada luka yang terus mengingatkan bahwa laki – laki adalah kaum pembawa sakit hati.

Namun sekarang? Sekarang aku jatuh lagi pada lubang yang sama. Sakit yang sama dengan luka berbeda. Hatiku mencelos, seperti disodorkan pada panggangan sebilah besi yang sedang ditempa, panas dan sakit. Hatiku seperti ditikam samurai panjang yang tajam. Dan Secara mutlak, aku membutuhkan oksigen tambahan.

Semua akhirnya berhenti sampai detik ketika dia dan perempuan itu sama – sama bungkam, sama – sama memintaku untuk menebak hubungan seperti apa yang mereka ikatkan. Perempuan mana yang tidak bisa menebak bahwa mereka memiliki hubungan spesial jika jelas – jelas foto profil facebook mereka sama? adakah sepasang sahabat yang menunjukkan foto seperti itu kecuali mereka sedang berpacaran atau sedang dalam hubungan khusus?

Jadi seperti inikah akhirku? Lakonku hanyalah sebagai tempat pemberhentian sementara saja? Atau sebagai calon – calon yang digugurkan karena punya banyak kekurangan? Atau memang sebagai pelampiasan belaka? Tidak ada niat untuk menjadikanku istimewa seperti apa yang aku kira? Dan perlakuan manis yang selama empat bulan dia tujukan padaku hanyalah semu saja?

Buku – buku jariku terasa panas dalam kepalan. Kuku – kukuku yang mulai panjang mendaratkan sakit yang lumayan, namun tidak sesakit hatiku sekarang. Air mataku sudah kering, dan sekarang digantikan dengan pancaran kebencian mendalam.

Aku cinta. Tapi tidak seperti ini seharusnya. Katakanlah bahwa tidak ada cinta yang lama bernaung di hatimu untukku, tapi untukknya. Katakan padaku bahwa kau hanya menjadikanku sebagai seorang adik, seorang teman. Katakan itu dari awal agar aku tidak sampai melambungkan sendiri perasaanku karena seluruh perlakuan manismu padaku. Aku cinta. Namun rasa sakitku jauh lebih besar dari cinta itu sendiri.

Kali ini aku sudah benar – benar buta pada kalimat mana yang benar dan mana yang salah. Jangan salahkan aku jika nanti tiba waktuku untuk menguraikan kalimat paling nista di dunia. Silakan lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan. Persetan dengan hubungan yang kalian jalin. Aku tidak mau dan tidak ingin tahu. Enyah kalian dari mukaku.

Kalian ini manusia macam apa? Kau. Iya kau. Laki – laki kurang ajar yang memberiku senyawa cinta, yang memberikanku benih agar ditanam dan sekarang dengan tanpa rasa bersalah pergi meninggalkan benih itu dalam keadaan sekarat tanpa penjelasan apapun? Kau tahu, aku hampir mati di sini. Karenamu.

Dan kau, perempuan gila. Kenapa menyuruhku bertanya pada lelakimu tentang kebenaran status kalian? Apakah tujuan terakhirmu adalah membunuhku seperti ini? kau ingin aku mendengarkan kenyataan bahwa kalian memang sedang dalam hubungan khusus? Seperti itu? dan… dan pernyataanmu tentang ke_GR_anku atas perlakuan manis lelakimu adalah tanda bahwa aku salah sangka dan terlalu berharap adalah telak membuatku yakin bahwa kau, kalian, adalah orang yang sama – sama sukses membuat seorang perempuan sakit hati.

Berani – beraninya kalian mengusik tidur lelapku sampai terbangun dalam keadaan menyedihkan seperti ini? Berani – beraninya kalian menyulutkan api peperangan padaku? lihat, suatu ketika….suatu ketika pembalasan akan datang. Apa yang kalian tanam, itulah yang kalian tuai kelak. Tuhan tidak pernah tidur. Ia tahu siapa yang tersakiti.

Suatu hari akan ku paksa kalian berlutut di bawah kakiku. Suatu hari nanti, kalian akan merangkak di atas puing – puing keangkuhan kalian untuk memohon belas kasihanku.

******

Butuh waktu untuk sadar, apalagi ikhlas yang jelas – jelas sangat sulit untuk dilakukan ketika hati telah diliputi benci. Batas antara benci dan cinta sangatlah tipis. Butuh mikroskop untuk bisa melihatnya?
Ternyata dia bukanlah belahan hati yang selama ini ku cari. Aku menyesal. Seharusnya tidak tunduk pada pesonanya kala itu. Seharusnya aku bisa menjaga hati lebih waspada.

Aku hanyalah menjadi bagian dari sepotong drama kehidupan yang dia buat bersama perempuannya. Aku hanyalah seorang yang terjebak dalam lorong waktu dimana tak seharusnya aku ada di situ. Aku hanyalah bagian kecil dari bumbu dapur mereka. Ya, seharusnya tak ku biarkan diriku jatuh dalam lubang hitam segelap dan semenakutkan ini. Seharusnya juga aku tidak perlu jatuh cinta terlalu dalam padanya. Tidak juga terlalu mengharapkan bahwa dia bakal mencintaiku seperti aku mencintainya. Seharusnya……

Tidak ada yang namanya “Pemberi Harapan Palsu,” yang ada hanyalah aku terlalu mengharapkan dia.

Satu pinta terakhirku, menjauhlah dari kehidupanku. Aku memaafkanmu, hanya saja aku tidak akan pernah memaafkan kalian jika sampai muncul dalam hidupku lagi. Tutup semua akses dimana aku bisa melihat kalian. Biarkan luka yang kalian semayamkan tidur dalam kidung abadinya. Jangan buat dia terusik lagi dengan kedatangan kalian barang sedetik. Jika kalian berani menampakkan batang hidung kalian, percayalah bahwa aku akan membunuh kalian dengan lidahku sendiri. Dan ketika cinta itu jatuh, dia bahkan tidak bisa melihat bagian mana yang benar dan mana yang salah.




Read more »

December 23, 2012

Aku Ingin Kembali


Aku ingin kembali menyatu dengan buih, ditemani segerombol pasir-pasir cantik di bibir pantai.
Aku ingin kembali menyatu dengan gelaran udara yang dulu pernah ku hirup begitu wanginya, yang menentramkan, dan membuat paru-paruku basah seperti dihujani bau surga.
Aku ingin kembali menapaki jalan berkerikil tajam namun membuat urat dan nadiku tidak menegang, yang setiap hari ku lalui dengan senyum sumringah kala menatap mentari di timur raya.
Aku ingin kembali menelusuri keajaiban kalam-kalam yang terlantun dengan syahdu setiap petang sehabis maghrib, yang tanpa sengaja membuat lisanku terjaga dari silatan menyakitkan.
Aku ingin kembali bermesraan dengan malam-malam yang tidak pernah diam ketika ku mintai bantuan untuk mengheningkan duniaku.

Aku ingin kembali.
Aku rindu.
Aku menyesal.
Aku ingin kembali.
Masih bolehkah, Ya Allah?
Read more »

December 3, 2012

Senja



Aku duduk menyilangkan kaki di kursi balkon apartemenku yang menghadap langsung ke langit barat Jakarta. Berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan kalut yang bernanung di kepalaku akhir – akhir ini. Mereka kembali berdesakan dan hampir membuat kepalaku pecah. Namun kemilau senja ini lumayan membuat keluh dalam kepalaku terabaikan sejenak. Agak silau memang saat cahaya keemasan itu langsung mendarat di kedua mataku. Tapi aku menyukainya. Seperti ada rasa kagum mendalam pada sebentuk sinar di ufuk barat sana.

Aku berkedip – kedip pelan. Kemudian menyipitkan mata. Kenapa matahari terlihat begitu indah saat terbenam seperti ini? Baru kali ini aku lihat karya surga yang begitu menggoda. Ingin ku rengkuh dia dan ku masukkan ke dalam sebentuk lemari kaca biar aku bisa menikmatinya kapanpun aku mau. Biasanya ketika ku pandang dia lewat jendela kantorku tak semenarik ini. Bagaimana bisa? Entahlah. Mungkin kali ini Tuhan sedang “pamer” kekuasaan padaku.

Momen ini adalah saat paling tepat untuk mengabadikan siluet merah ke-orange-an itu ke dalam sebuah bingkai foto. Kapan lagi punya kesempatan untuk menikmati sketsa alam yang begitu menawan?

Kemudian aku berdiri untuk mengambil kamera di dalam kamar. Aku hampir lupa kalau ada orang lain di rumahku. Setengah berjinjit ku lewati ruang santai yang tepat berada tepat di belakang balkon. Mataku tertuju pada sesosok lelaki muda yang tertidur pulas tanpa kaos di atas sofa yang tiba – tiba menggoda imanku. Langkahku terhenti saat itu juga dan terdiam lama di sana.

Angin terseok – seok mengibaskan anakan rambutku yang terurai berantakan. Kemudian membelai leherku sampai menimbulkan sejuk yang jarang aku rasakan, bahkan lewat AC sekalipun.

Ludah ku telan.  Ku jilat bibir bawahku. Kemudian ku gigit – gigit kecil. Aku tak tahan untuk tidak menyentuh lelaki ini. Ingin sekali jari – jariku menceburkan diri ke kulit wajahnya yang sehalus sutera itu. Ingin kumainkan bibirnya yang merekah merah jambu itu. Aduh, aku tidak tahan untuk tidak menyentuh kumis tipis dan jenggot yang tumbuh kasar itu.

*

Jarakku dengannya cuma semeter. Dari tempatku membeku ini aku bisa menikmati jakun yang menonjol di leher jenjangnya. Dada dan perutnya yang terkotak – kotak dengan sempurnanya membuat air liurku seperti mau keluar, menetes jatuh ke lantai. Celana boxer bermotif polkadot yang membungkus tubuh bagian bawahnya tidak henti – hentinya ku lihat. Bulu – bulu kakinya yang memang sangat ku suka itu membuat darahku berdesir – desir. Sekali lagi aku menelan ludah. Bulu – bulu romaku merinding seketika.

Sebentuk sketsa lelaki sempurna itu di depan mata. Menyuguhkan barisan birahi yang tak terbantahkan. Mengeja hasrat – hasrat yang ingin direngkuh dalam sekali sentuh. Ingin sekali rasanya aku larut dan masuk ke dalam setiap jengkal napas yang mengembang kempis dalam dada sebidang itu.

Kemudian ku urungkan niat untuk mengambil kamera ke dalam kamar. Pemandangan menakjubkan di depan mataku ini tidak bisa aku lewatkan begitu saja. Akhirnya aku duduk di lantai sambil melipat kedua tanganku ke atas meja kaca di depannya sebagai bantalan untuk daguku.

Ku pandangi terus wajah bayinya yang sedang pulas tanpa dosa. Ku miringkan kepalaku. Ku nikmati jengkal demi jengkal wajah dan tubuhnya yang terpampang begitu indah itu sampai – sampai aku lupa kalau baru saja memuji keindahan mentari terbenam tadi. Ya pemandangan di depan mataku ini jauh lebih indah dari tadi, jauh lebih menggoda, dia sangat menawan. Kapan lagi aku bisa menikmati sebentuk rupawan ini?

Matahari setiap hari ada. Sedang dia? Sekali dia datang ke apartemenku ini sudah dibilang ajaib. Maka kali ini tak akan ku lewatkan begitu saja momen langka seperti ini.

*

Aku mulai mendekati tubuhnya. Sekarang jarakku dengannya cuma dua jengkal. Jadi aku bisa dengan leluasa mendengar deru napasnya yang beraturan itu, dan bisa dengan jelas menikmati gerakan naik – turun di dadanya yang bidang.

Perlahan ku gerakkan jari – jari tanganku menuju wajahnya. Aku ingin menyentuh hidung bangir itu. Juga matanya yang terkunci rapat. Juga bibirnya yang mengulas senyum sekalipun tidur. Juga bentuk pipi dengan rahang kokoh yang menggoda. Namun tepat sebelum berhasil menyentuh rahang kokoh itu, matanya yang bening bersih tiba – tiba terbuka lebar. Spontan ditariknya tanganku sampai wajahku mendekat ke wajahnya. Aku? Otomatis menjerit di depan wajahnya. Beberapa detik kemudian ku bekap mulutku dengan tangan kiriku.

Kali ini mataku berkedip – kedip liar. Ku gigit bibir atasku dengan gemas. Sial. Dia memergokiku dalam keadaan yang tidak mengenakkan.

Aku bisa merasakan hangat napas yang menguar dari hidungnya. Juga bisa melihat dengan jelas seluruh hal menakjubkan yang bersumber dari wajahnya. Ku palingkan wajahku sambil merutuk malu.

Sial.

Dia tersenyum melihat ekspresi tololku. Senyum bulan sabit yang selalu dia suguhkan padaku itu begitu sangat menawan. Sampai rasanya diriku seperti cokelat yang melumer terkena panas.

“kamu ngapain?” tanyanya sambil mengerjap. Suara lemah yang keluar dari bibirnya terhitung seksi. Membuat telinga normalku seperti disiuli.
“ehm… a..aada nyamuk di wajahmu” kataku pura – pura demi menyembunyikan malu.
“oooooo…..” Bibir seksinya membulat diikuti dengan matanya yang mengerling jahil.

“mana nyamuknya?” matanya bergerak – gerak mencari nyamuk.
“ehm.. udah terbang” jawabku asal – asalan.
Matanya menyipit. Keningnya mengkerut. Ditariknya separo alisnya kemudian dia mengulas senyum nakal

“kamu tidak berusaha menciumku diam – diam, kan?” tanyanya usil.
Aku gelagapan. Ku buang muka menjauhi matanya agar tidak kentara. “jelas nggak lah”
“bohong” katanya sambil menarik daguku mendekati wajahnya. Aku tercengang. Berkedip – kedip sambil melongo. Lagi – lagi aku harus menelan ludah.
“ngapain bohong?” tanyaku sok jaim.
“matamu tidak bisa berbohong” katanya mantap.

Beberapa detik kemudian aku nyengir sambil memperlihatkan deretan gigi – gigiku yang gingsul. Tawanya meledak seketika.
“kok ketawa?” kukerucutkan bibirku sambil menyilangkan kedua tanganku ke dada.
“nggak apa – apa, sayang” rayunya sambil menyeret tubuhku mendekat padanya. Kemudian dia memberi isyarat agar aku naik ke sofa. Lalu aku bangkit dan duduk di sebelahnya dengan masih menyisakan rona merah di pipi. Dia menyuruhku untuk memutar tubuh.

“mau ngapain?” tanyaku polos.
“udah putar aja” dia membimbing tubuhku untuk memunggunginya. Sekarang posisiku tepat menghadap ke jendela kaca yang menyuguhkan fenomena langka mentari terbenam tadi.What a great sunset! Seruku dalam hati.

Tiba – tiba dia mendekap tubuhku dari belakang. Aku tersentak kaget. Lengannya yang kokoh menguasai seluruh tubuhku yang memang terbilang mungil. Jantungku akhirnya olahraga juga, ia lari – lari sore jadinya. Berapa liter darah yang berhasil dipompa? Entahlah.

Jari – jarinya yang besar meremas milikku yang lebih kecil dengan manis hingga menimbulkan perasaan ajaib yang selalu muncul ketika ritual itu dia lakukan. Semacam desiran hebat yang tidak bisa dijelaskan dengan banyak kata. Namun intinya… sesuatu lah.

Kecupan yang dia daratkan di puncak kepalaku menambah sore itu semakin menakjubkan. Aku bergidik, bukan karena ngeri tapi karena sesuatu yang lain. Darahku berdesir. Sedikit gemetar ku balas meremas jari – jarinya yang tak sanggup ku gapai dalam dua tangan itu. Kemudian aku mengecupnya dengan lembut.

Dia merapatkan pelukannya tepat ketika matahari sudah hampir benar – benar tenggelam. Dan kali ini matahari terlihat jauh lebih indah dari tadi. Mungkin karena pemandangan itu tidak ku nikmati sendiri sehingga euphoria pelepasan sinarnya yang kemerahan itu terasa lebih istimewa.

Angin yang masuk lewat pintu kaca yang terbuka lebar diiringi dengan siulan yang biasanya dia lakukan menyergap tubuhku dan menimbulkan sensasi luar biasa. Rasanya sore ini adalah sore paling sempurna yang pernah ku lalui bersama lelaki ini.

Lelaki ini sukses membuat gersang duniaku dihujani butiran senyuman. Dia bak oase yang tiba – tiba muncul di tandusnya gurun sehariku. Dia menawarkan letupan cinta yang begitu dahsyatnya sampai tidak ada penolakan dari diriku. Dia adalah keajaiban. Ah, mimpi apa aku dulu sampai bisa duduk dengan manis bersama lelaki ini, di senja ini?

Candu adalah dia. Ya semacam drugs yang jika sehari saja tak ku rengkuh bakal membuatku mati gelinjangan di lantai. Tidak bisa rasanya jika dia tak di sampingku. Sambil bersiul mungkin aku akan menyanyi “aku tak biasa bila tiada kau di sisiku…aku tak biasa bila ku tak mendengar suaramu….”

Aku cengengesan sendiri saat membayangkan diriku menyanyikan lagu “Aku Tak Biasa” itu di hadapannya. Suara kodokku tentu saja bakal membuatnya terpingkal – pingkal andaikata dia mendengarnya.
Dia melongok ke wajahku. Kaget.
“kamu kenapa? Kok ketawa sendiri?”
“hehehe, nggak apa – apa. Cuma seneng aja bisa berduaan sama kamu di sini”
“yakin?”
“sumpah”
“demi apa?”
“demi matahari sore yang selalu ku lihat”
“ah masa?”
Aku tersenyum malu. Wajahku sepertinya diliputi merah jambu. Pipiku merona sampai terlihat seperti tomat rebus.
“sudah nggak perlu malu” dia mencubit hidungku yang tidak bangir.

Betapa bahagianya jika aku bisa begini setiap hari. Menikmati hujan matahari terbenam bersama orang yang ku cintai. Menikmati sisa – sisa mentari tanpa usikan apapun dan siapapun. Huah…. Betapa sempurnanya hariku. Batinku sambil menyandarkan kepalaku ke bahu kirinya.

Tiba – tiba HP yang tergeletak di atas meja berbunyi. Ah, mengganggu saja. Ku lepaskan pelukanku dan buru – buru mengambilnya. Ku perhatikan layar yang berkedip – kedip itu. Aku berdiri dan melangkahkan kaki menjauhi lelakiku menuju jendela kaca. Sejenak aku terdiam dan menimbang. Kemudian ku tatap mata lelakiku dengan ragu.

Dia mengangkat separo alisnya sambil menunjukkan ekspresi “kenapa?”

Aku cuma tersenyum dan menggerakkan kepalaku menunjuk ke kamar tidur, mengisyaratkan agar dia masuk ke dalam. Dia mengedikkan bahu dan mengangkat kedua tangannya ke udara sebagai tanda ketidakmengertian. Meskipun agak sedikit bingung namun diapun akhirnya bangkit dan berjalan ke arahku sambil mendaratkan ciuman di kening serta mengusap bahuku. Kemudian ia menuju kamar tidur.

Dengan ragu ku tekan tombol telepon berwarna hijau itu.
“halo?”

Orang di seberang sana bicara. Setelah itu ku jauhkan HP dari telingaku. Sejenak ku lirik lelakiku yang membisu di depan pintu kamar tidur sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. Kami saling berpandangan untuk beberapa detik.

Setelah mendengar berita dari sang penelepon tadi, sendi – sendi dalam tubuhku rasanya terlolosi sampai kaki – kakiku seperti jeli dan tidak bisa diajak untuk berdiri. Seketika tubuhku ambruk di lantai. Jantungku berdentum – dentum tak karuan. Keringat dingin keluar dari tubuhku. Gemetar menjalar sampai jari - jari tanganku kaku.




Matilah! pacarmu mau ke sini






Read more »

November 30, 2012

Lomba Cerita Cap Kaki Tiga

tentu saja cerita ini bukan fiktif. ini kisah nyata.

lomba ini seratus persen saya ikuti karena kakak saya yang sekarang sedang di rumah menikmati masa-masa kegendutannya. hehehe.

seperti biasanya ketika saya browshing lomba tiba - tiba menemukan lomba ini. saya senang, punya sedikit harapan untuk merealisasikan mimpi itu. semoga ya :)

nanti jika saya memang memang (amin), akan saya berikan persembahan itu untuk kakak tersayang.

tunggu ya kakak, mari berdoa semoga saya menang dalam lomba cerita ini :)


baca ceritanya di: Dari Adik Untuk Kakak


Read more »

November 27, 2012

Mimpi

Berusaha mengubur masa lalu dan menjadikannya tiada adalah salah. Yang benar adalah menjadikannya kenangan yang tidak ditiadakan. Karena suatu saat, kenangan macam apapun itu bakal kembali datang. Segala ingatan akan menguar ke permukaan tatkala waktu menginginkan dia kembali. Atau, opsi yang lainku mengatakan ingatan dan kenangan akan datang ketika masa - masa yang begitu dicintai sedang dirindukan. 

Iya, aku mencintai masa itu. Masa dimana aku hanya bisa merasakan sedih, senang, dan sayang secara bersamaan. Tidak ada kecewa di sana. Tidak ada rasa dendam dan sakit yang membuat kualitas otak dan hati menurun seperti setelahnya.

Eks. Aku memberinya nama Eks. Dia satunya satu kenangan terindah yang pernah singgah. Satunya satu kenangan yang memberiku mimpi ketika sama sekali tidak aku pikirkan dan bahkan bayangkan. Dia datang sendiri tanpa ku minta, tanpa ku undang. Dia adalah memori yang mengalir begitu saja mengikuti alur yang Dia tentukan.

Senang?
Tentu saja.

Kenapa bisa begitu? Entahlah. TanganNya menuntunnya untuk mengunjungiku meskipun di dalam mimpi saja. Jiwanya seperti masuk dan merasuk ke dalam tidur panjangku. Aku tidak bisa menolak dan bahkan membantah ke-ada-annya di sana. Aku senang sekaligus sedih.

Kenapa?

Senang karena lewat mimpi kami bisa berkomunikasi. Entah sudah berapa tahun aku tidak melihatnya, dan bahkan sekedar bercakap - cakap dengannya. Aku merindukannya. Sungguh. Dan sedihnya adalah karena aku tidak bisa menjumpainya lagi. Kapan mimpi itu datang lagi?

Seharusnya aku bercerita bagaimana caramu mendatangiku lewat mimpi itu. Sedikit menyesakkan, hanya saja aku masih bisa berpuas diri karena kau datang kembali. Meskipun kau dulu datang dengan wanitamu, selalu dengan wanitamu. Namun ketika ku dengar kalian putus, ternyata dalam mimpi pun kau datang sendirian. ketika kalian masih berpacaran, kalian datang bersama. Namun ketika putus, hanya kau yang datang. Pertanda apa ini?

kidung abadi? I wish. sebuah kisah kasih sekolah yang tiada duanya. torehan memori yang membuat hati menari - nari ketika merabanya kembali. aku jelas - jelas merindui memori yang satu ini. cukup dengan membayangkannya saja membuat senyum dan tawaku mengudara. inilah sebenar-benarnya kisah.
putih biru, jendela, parkir sepeda, lapangan basket, pramuka, sore, hujan, jebakan, kekonyolan, surat menyurat, dan lainnya. 
:)

@Surabaya, ketika pintu gerbang dibuka kembali ketika alam bawah sadarnya sedang merindukanmu :)
Read more »

November 25, 2012

Seperti Seharusnya

Luna terperanjat melihat Nathan mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Mulutnya menganga karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Matanya mengerjap – ngerjap pelan. Ia tidak pernah berpikir bahwa lelaki itu bakal menepati perkataannya. Dikiranya, Nathan hanya membual. Ia hanya mengancam seperti biasanya. Namun tanpa disangkanya Nathan bakal senekat ini. Api cemburu membara di matanya. Kemarahan terpasung di dalam napasnya yang berkejaran.

Luna berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah. Ia bersikeras untuk tetap berdiri tegar melihat Nathan dengan kasar melempar semua pakaiannya ke atas kasur dan menjejalkannya sembarangan ke dalam koper. Dada Luna mendadak diliputi nyeri. Ia ingin sekali berlari memeluk lelaki itu dari belakang, melingkarkan kedua tangannya ke pinggang seraya berkata “jangan pergi.” Namun lidahnya diam dengan sempurnanya. Mendadak bisu, seperti ada benang jahit yang membelit.

Benarkah lelaki ini bakalan pergi dari hidupnya? Bisa apa dia tanpa Nathan di sampingnya? Langit sepertinya mau runtuh. Bumi sepertinya mau terbelah. Dan dirinya sendiri sepertinya mau jatuh ke dalam jurang terdalam. Bisa dia berdiri kembali tanpa lelaki itu? Luna tak yakin tahu apa jawabannya. Ia menyangsikan bahwa hidupnya bakal baik – baik saja tanpa Nathan. Ingin ia menolak menikah dengan Daniel dan mengatakan padanya bahwa dia mencintai lelaki lain. Ia mencintai lelaki di hadapannya ini, cinta pertamanya. Namun Lullaby? Bagaimana dengan anak semata wayangnya itu? Gadis kecil itu membutuhkan ayahnya. Ia tidak tega memisahkan anak dan ayahnya di saat hidup ayahnya sedang di ujung persimpangan, antara hidup dan mati.

Masih tetap berdiri, perlahan ia mundur sampai menyentuh punggung meja. Tubuhnya gemetar. Matanya berkedip - kedip merah. Jantungnya berlarian begitu cepatnya. Tenggorokannya seperti dihantam martil. Sakit berjejalan memenuhi rongga hati. Ia berpaling untuk menyembunyikan air mata yang telah meleleh di pipinya. Kedua tangannya menyentuh meja. Jari - jarinya bergetar menahan emosi yang menggebu.

Luna ingin ambruk saat itu juga. Ia ingin menjerit dan menangis sekerasnya. Ia ingin bilang bahwa dirinya tidak menginginkan lelaki itu pergi. Ia menginginkannya berada di sampingnya, selamanya. Seperti dulu, dua belas tahun lalu ketika masa putih biru membuat hidupnya bagai langit siang yang cemerlang. Seperti dulu ketika ia dihadiahi tawa yang mengudara di setiap harinya. Seperti dulu saat binar - binar cinta remaja mulai tumbuh dan memasung harinya dengan sempurna. Surat cinta.

Nathan telah berhasil mengemasi semua barangnya. Ia berdiri di belakang Luna yang masih memunggunginya. Kakinya ingin bergerak menghampiri Luna. Namun rasanya seperti ada tangan tak terlihat yang mencengkeram kakinya agar tetap berdiri di tempat.

Nathan bisa melihat tubuh Luna yang lunglai. Ia bisa merasakan tubuh wanita itu melemah dan hampir ambruk. Napasnya tak beraturan. Bahunya naik – turun. Ia ingin mendekap wanita itu dari belakang dan berbisik bahwa dia begitu mencintainya. Ia tidak ingin meninggalkan dia lagi. Air mata Nathan mengambang dan hampir jatuh. Tapi kemudian dia menarik kepalanya ke atas dan mengedipkan matanya dengan kasar agar air matanya segera lenyap. Ia segera mengusapnya dengan punggung tangannya.

Luna berbalik. Meskipun air mata telah hilang, namun mata dan hidungnya yang merah kentara di mata Nathan. Luna membuang muka. Berusaha untuk tidak menatap mata yang selalu dia rindukan. Ia takut kalau ia sempat menatapnya, ia bakalan berteriak dan memintanya untuk tetap tinggal.

Jarak mereka semeter. Nathan bisa melihat dengan jelas wajah wanitanya yang pucat. Bibirnya bergetar. Nathan kemudian membuang muka. Ia tidak tega melihat Luna seperti itu. diletakkannya dengan kasar koper yang ia tergantung di tangannya. Ia bergerak mendekati Luna.
"aku pamit" Nathan mendekati Luna.
Luna diam. Hatinya hancur. Ia tak kuasa menahan air matanya untuk tidak jatuh di hadapan Nathan. Segera Nathan meraih tangan Luna. Ia meremasnya dengan lembut. “ikutlah bersamaku. Mari kita mulai segalanya dari awal. Mari kita bangun kehidupan baru. Aku, kamu, dan Lullaby”

Luna menarik tangannya dengan halus. Nathan melihatnya getir. Sakit. dadanya sakit.
"aku nggak bisa ninggalin Daniel dalam keadaan seperti ini, Nat...."

Nathan melirik Luna yang tengah bersimbah air mata. Ia tidak tega. Sesegera mungkin ia ingin menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Ia ingin menenangkannya segera. Mendekapnya ke dalam pelukan dan mengusir semua kegundahan yang ada dalam hatinya. Namun pilihan Luna untuk tetap tinggal bersama lelaki itu membuat dadanya bertambah sakit. Itu adalah sebuah penjelasan bahwa Luna tidak menginginkannya lagi.
“kamu milih Daniel”
Luna ambruk.
"bukan...bukannya aku milih Daniel. aku hanya..."
"hanya?"
"Daniel adalah ayah dari anakku...."
"lalu aku?"
"anakku butuh Daniel"
"lalu aku?"
"aku nggak mungkin misahin mereka"
"lalu aku?"
“Daniel sedang sekarat, aku nggak mungkin ninggalin dia”
“lalu aku?”
Nathan mencengkeram lengan Luna dengan gemas. Ditatapnya dengan nanar kekasihnya yang kini bersimbah air mata di bawah kakinya.

"anakku butuh ayah"
“memangnya aku tidak becus jadi ayah buatnya?”
“anakku butuh ayah kandungnya”
"tapi kau butuh aku"
Luna menggigit bibir bawahnya. Ia tidak munafik jika dirinya memang membutuhkan Nathan. Tapi Lullaby? Akankah dia seegois itu membiarkan anaknya jauh dari ayah kandungnya sendiri?

“sebegitu mudahnyakah kau mengorbankan cinta pertamamu?” hati Nathan diliputi lara mendalam ketika menyebut cinta pertama. Seharusnya ia tak kembali. Seharusnya ia tak berusaha untuk merebut Luna lagi. Seharusnya ia puas diri dengan hidupnya yang sekarang ini. Seharusnya ia sadar bahwa cinta pertama hanya milik dongeng semata. Tidak ada cinta pertama baginya. Semua sudah ditakdirkan untuk saling berpisah dan menjalani hidup sendiri - sendiri.
“cinta adalah pengorbanan”kata Luna, bibirnya bergetar. Ditatapnya nanar mata Nathan.
“bukan. Cinta adalah apa yang dulu pernah aku berikan padamu. Cinta adalah aku, rumahmu”
Luna tidak bergerak. Hanya air matanya yang meleleh jatuh ke satu – satu ke lantai. Dadanya seperti dihantam ribuan ton besi. Sakit dan hampir kehilangan detak teraturnya.

Perlahan Nathan melepaskan cengkeramannya di lengan Luna. Ia melepasnya dengan getir. Ia pasrah dengan pilihan Luna. Keadaan memang tidak pernah berpihak pada mereka. Seperti dulu ketika mereka berpisah tanpa tahu alasan kenapa harus berpisah.

Kemudian ia menyeret kakinya menjauhi Luna yang terduduk di lantai. Hatinya sakit jika harus berlama - lama di hadapan Luna. dadanya bergemuruh keras. Air matanya meleleh. Ia masih saja mengharapkan bahwa Luna bakal memilih dirinya. ia masih saja bermimpi bakal mendapatkan kembali cinta pertamanya itu. Nathan berbalik, ia masih melihat Luna yang terdiam. Kali ini ia harus mengatakan selamat tinggal padanya, bukan lagi sampai jumpa seperti biasanya.

Nathan hendak meraih gagang pintu, namun ia menyentuhnya dengan ragu. Ia berbalik lagi namun masih menemui Luna yang diam menyeribu bahasa. kali ini ia harus benar – benar pergi. "aku terbang ke Milan sore ini"

Luna menggerakkan kepalanya. Nathan ke Milan?
Ia ingin berdiri. Bangkit dan berlari ke arahnya. Namun kakinya seperti kehilangan tulang juga sendi. Ia tidak bisa bergerak. Bunyi pintu yang ditutup berhasil ditangkap oleh telinga normal Luna. Ia menoleh. Nathan sudah tidak ada. Ia telah pergi. Benar – benar pergi. Luna mengerang Ia ingin bilang bahwa ia sangat mencintainya, ia tidak ingin cinta pertamanya itu kembali pergi.

Ia bangkit dan menyeret kakinya ke arah pintu. Ia ingin membukanya. Ia ingin mengejar Nathan. Namun keraguan meraung - raung di sekujur tubuhnya. Kemudian ia lemas. Terduduk kembali di lantai sambil menjerit. Ia remas kepalanya yang hampir pecah. Ia meraung. Menangis.

Nathan masih di depan pintu. Tangannya masih menggantung di udara, ia hendak meraih gagang pintu itu lagi namun tak cukup mampu. Ia tidak mungkin menghalangi keputusan Luna untuk tetap bersama Daniel. Kemudian ia mendengar suara Luna menjerit. Dan setelahnya ia jatuh ke lantai.
 

Read more »

November 22, 2012

Cowok BANCI


bapak bilang: masalah laki-laki itu gampang, yang penting selesaikan skripsi dan kerja, bagus kalau bisa membantu kakakmu juga. lelaki yang datang dulu itu, bapak sudah tahu kalau dia cuma "melihat-lihat" saja. 

aku: iya Pak, saya tahu kok. sekarang saya sudah tidak berhubungan dengan dia lagi.
(dalam hati) tentu Pak, laki-laki bagi saya gampang. saya tidak mikirin mereka sekarang. fokus skripsi saja. persetan dengan makhluk yang namanya lelaki. lidah mereka lebih nista dibanding lidah wanita (bagi saya). dan siapapun nanti yang menjadi jodoh saya, insya Allah dia yang terakhir. saya juga tidak mau dan bahkan tidak minat dengan laki - laki yang ada di masa lalu saya, tidak terkecuali dia, dia atau bahkan si bangsat itu.

dan nanti, jika saya menikah di usia yang lebih dari 25 tahun, bukan berarti saya pilih-pilih atau bahkan TIDAK LAKU. tapi saya memang berniat dan bertekad bahwa saya tidak akan menikah sebelum saya sukses membuat ketiga orang di rumah saya tersenyum akan keberhasilan saya! itu janji saya. dan bahkan dalam kepala batu saya, saya tidak berminat untuk menikah. saya ingin melajang lama. gila bukan? tapi itulah kenyataannya. bagi saya, lelaki ya seperti itu....lelaki yang berhasil mereka petakan menjadi dua itu masuk di kepala saya berdasarkan pengalaman pribadi saya, kalau nggak bangsat ya banci. kebanyakan bangsat, tapi saya menemukan satu yang banci.

saya akan mencoba buta dan tuli pada perkataan orang nanti. ini hidup saya. dan saya yang berhak mengatur jalannya. masa bodoh dengan segala hal yang mereka bicarakan. ya selama apa yang saya lakukan tidak mengganggu mereka pastinya.

perbincangan ini adalah akibat dari datangnya seorang lelaki paling bangsat yang pernah saya temui. dia lebih bangsat dari berbagai macam lelaki yang pernah mampir di hidup saya. dia memang tidak menyentuh saya. hanya saja, dia "memukul" keluarga saya dengan sangat keras. lelaki ini semacam merendahkan keluarga saya. oke. terimakasih karena anda telah melebarkan mata saya bahwa saya tidak PANTAS untuk anda yang kaya raya seperti itu. bapak saya sadar akan hal itu sejak anda menjemput dan datang ke rumah saya. hahahaha. saya memang tidak berminat dengan anda. dan ketika saya menerima tawaran anda untuk dijemput, ya saya biasa aja. tapi, yang membuat saya tidak biasa adalah.... ANDA, lelaki paling bangsat yang pernah saya kenal. saya tidak perlu menceritakan detail nya. tapi, urusan strataa (ini gaya bahasanya Vita) memang benar adanya sekalipun saya bergelar S1 (nanti). orang miskin gak pantes sama orang kaya, gitu kan?

anda ini lelaki macam apa? anda yang datang menawarkan diri dan pergi begitu saja setelah melihat kami yang seperti ini. hahahaaaa. dan saya baru tahu kalau anda mendekati saya ketika anda sedang putus dengan pacar anda. sekarang ternyata sudah balikan. maksudnya apa? anda berniat menjadikan saya pelarian tapi gagal? WOW

saya tidak suka dengan anda, saya hanya tertarik, dan itu sedikit. saya tidak marah karena anda tidak tertarik dengan saya. yang saya sesalkan hanya satu. sikap BANCI anda itu. anda yang meng-invite akun FB dan bbm saya dan anda juga yang mendelcont dan memblock akun FB saya. well well well, saya salah dimananya mas dokter hewan yang sombong dan kaya? *bersyukurlah karena anda berhasil menjadi obyek dalam tulisan saya.

ingat saja, Suatu hari akan ku paksa dia berlutut di bawah kakiku. Suatu hari nanti, dia akan merangkak di atas puing - puing keangkuhannya untuk memohon belas kasihanku.

lihat saja, perbuatanmu padaku akan mendapat balasan yang layak, tidak melalui lidah atau tanganku sendiri, tapi lewat orang lain. keangkuhan dan kesombongan yang kau perlihatkan di hadapan keluargaku akan kau bayar nantinya. kami memang tidak kaya seperti anda wahai dokter hewan. anda boleh saja melecehkan atau membuat saya sakit hati, tapi jangan sekali - sekali anda membuat keluarga saya tersakiti dan direndahkan seperti itu. anda akan menyesal, anda akan bermasalah dengan saya.
Read more »