December 19, 2013

Gak Diberi Judul

Kali itu aku menengadah, menatap langit lewat celah jendela di sisi barat. Semburat mega merah, wok. Aku melihatnya terpampang begitu indah ketika...ya ketika hujan belum datang sesering ini. Aku lupa tepatnya kapan, wok. Tapi, aku nggak lupa kalau saat itu aku kangen sama kamu. Nggak tahu juga yang dikangenin apanya. Hehehehe. Terdengar lucu ya, wok? :)

Akal sehatku berhenti, mungkin. Iya, kenapa bisa? Mendadak jadi sering kangen sama kamu, wok. Duh, tangan ini rasanya gatal pengen gandeng tanganmu trus aku ajak lari. Mau lari kemana?....ya kemana aja, asal sama kamu. Kamu mau nggak?

Aku bukan lagi yang dulu, wok. Tak bisa dengan gamblang menuliskan semuanya dengan kalimat-kalimat indah. Mungkin jadi realistis kali ya? biar nggak terdengar ALAY. Kekekeke. Duh, orang bersastra kok dibilang alay? -_____-

Aku mau alay dulu ya, wok. Ini buat kamu yang lagi melanglang buana di sana...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
aku nggak bisa nulis apapun, wok :'(
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
diakhirkan jalanku, senandung kuluruhkan bersama tetes hujan
aku terpana, menikmati kabut di bibir mataku
seketika kulumpuhkan ingatanku,
bukan untuk melupa, namun untuk terdiam di satu ruang

bilik kecil bersekat kapas, kutaruh rasaku padamu
dan bila rindu, kutengok dengan semauku.




salam rindu, Surabaya 19 Desember 2013
dear AS

Read more »

September 27, 2013

Tak Masuk Akal

seberkas hati, ku hakimi.
teladanku pada tegar kemarin sore lenyap diserbu rindu.


dia bilang aku kena guna-guna. dia bilang aku tidak waras sampai mengejar sesuatu yang tak punya arah. kataku padanya suka, kataku padanya sayang, kataku padanya rindu yang menyakitkan. namun katanya ku tak pernah begitu. ya kukatakan padanya memang ku tak pernah seperti itu.

ini tak masuk akalku dan akalnya. mencintai sebelum terjadi pertemuan tak memiliki kelogisan, begitu.
ya semua terjadi begitu saja. bukankah sudah dari zaman batu kalau cinta datang tak pernah memandang apapun yang ada di hadapannya, sekalipun tak pernah ada pertemuan. namun mereka, dia, bilang ini tak masuk di akal.

namun, ketika rindu benar-benar menyerbu dan rasa sakit membabi buta sedemikian rupa apakah tidak cukup kuat untuk menjadi bukti ekistensi cinta? dan kenapa pula musti bersendu ria ketika melihatnya bermesra ria dengan perempuan lainnya? oh cemburu.

tolong, siapapun...bantu aku melupakan atau mungkin sekedar mengalihkan perhatian.





Surabaya, 12:58 saat mendadak merindukan AP.
Read more »

September 25, 2013

So?

ketika kau melihatku sebagai seorang perempuan menjijikkan, maka itulah kamu. seperti itu jugalah kamu dengan segala bentuk penghakiman menjijikkan yang kau ciptakan sendiri. tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang ingin direndahkan, tidak juga kamu. jadi? what you think about me is yours :)
Read more »

KKM: Bibir Beku

Bisa kulihat warna bibirnya tak lagi merah, mungkin luntur oleh jilatan penuh nafsu lelaki yang baru saja dia tiduri. Terlihat gincu belepotan di beberapa arah.

*

Rupanya perempuan itu terisak. Aku bisa membaca itu dari matanya yang berkaca - kaca, sekalipun bibirnya terkatup rapat. Bibirnya bergetar sekalipun senyum disunggingkan selama permainan. Ah, aku merasa ada yang tidak beres di sini. Sekalipun desahan yang keluar dari bibirnya membuat gairahku naik sampai puncak ubun - ubun, tapi tetap saja aku masih bisa menangkap 'sakit' dari desis - desis menggairahkan itu.


Kau kenapa?


Bibirnya dengan lugu melumat segala yang ada di depannya, namun air mata mayanya keluar mencuat dari suaranya. Apa kau tidak menikmati ini? lagi - lagi aku bertanya dalam hati. Harus ku apakan kamu agar mendapatkan desis bunyi menggairahkan yang selalu ku dapat dari perempuan - perempuan lainnya? Tidak bisakah kau berpura- pura sebentar saja sampai aku mencapai puncaknya?

Tidak pernah aku merasa sebingung ini ketika seranjang dengan perempuan. Senyum janggal menggoda yang dari pertama dia suguhkan ketika ku persilakan masuk ke dalam kamarku sampai pergumulan panas di tengah jalan ini masih saja membuat keningku mengerut heran. Tidak ada kata - kata sepanjang desahannya yang meluncur keluar dari bibir bergincu merahnya. Cuma satu dua patah kata saja yang berhasil kutangkap ketika aku bertanya, yaitu hanya jawaban "iya," "nggak," "ehm" itu saja. Ah, aku bingung. Tidak ada fantasi - fantasi liar yang dari kemarin lewat di pikiran gilaku terlaksana. Dan oh iya, biasanya perempuan - perempuan lain akan memanggilku beb, sayang, honey, bla bla bla saat kami bersama, tapi untuk dia....ah.....

Aku terhenyak ketika hampir mencapai ujungnya. Kulihat buliran air mata hitam jatuh membasahi pelipisnya. Seketika gerakan panasku terhenti. Aku tidak tega. Aku sama sekali tidak cukup mampu melihat perempuan muda ini menangis tanpa suara. Bibirnya menyunggingkan senyum bulan sabit, manis, namun ketika kutatap matanya ada pahit tersimpan rapi di sana.

"kamu kenapa?" dengan penuh kelembutan kuusap air matanya. kusingkirkan warna hitam maskara dan eyeliner yang mengalir di wajahnya. dia cuma menggeleng ringan dengan masih tetap tersenyum janggal.

"sayang, bicaralah!" kuusap pipinya, kusingkirkan anakan rambut yang menutupi wajahnya. kemudian kukecup keningnya.


Terus terang, aku tidak akan pernah bisa bercinta dengan suasana semenyeramkan ini. Sekalipun paras dan tubuh perempuan yang kini tertidur lelap di hadapanku ini begitu menggoda, aku tidak bisa melakukan ini dalam keadaan tidak bahagia atau suka sama suka. Dan dari kejadian tadi, aku bisa tahu sekalipun tidak ada kata-kata yang meluncur dari bibirnya kalau dia sedang tidak bahagia. Ada beban berat yang dipikulnya, ada rasa sakit yang tersirat dari tatapan matanya sekalipun bibirnya terus saja beku. Ah, perempuan ini......











"Mell....maafkan aku" katanya sebelum beranjak menuju kamar mandi.





Read more »

September 16, 2013

Really I Didn't Know

Romaji:
geu torok saranghadeon geu saram
irheobeorigo
taoreuneun nae maeumman
heuneukkyeo une
geutorok mideo watdeon geu saram
dora seol juriya
yejeoneneun mollasseonne
jinjeong nan mollanne
nuguinga bureo juneun hwiparam sori
haengyeona chajajulkka geu nimi aniolkka
gidarineun maeum heomuhaera
geutorok mideo watdeon geu saram
dora seol juriya
yejeoneneun mollasseonne
jinjeong nan mollanne
nuguinga bureo juneun hwiparam sori
haengyeona chajajulkka geu nimi aniolkka
gida rineun maeum heomuhaera
geutorok mideo watdeon geu saram
dora seol juriya
yejeoneneun mollasseonne
jinjeong nan mollanne
Translation:
The man I loved so dearly, has deserted me
And I am now weeping, holding with my wretched heart
The man I trusted with his love, has left me indeed
Honest God, I really didn’t know that he would leave me
Really, I didn’t know
The sound of someone whistling I hear
Perhaps could it be he?
Would he be back?
I am finding myself wretchedly waiting for him
The man I trusted with his love, has left me indeed
Honest God, I really didn’t know that he would leave me
Really, I didn’t know
The sound of someone whistling I hear
Perhaps could it be he?
Would he be back?
I am finding myself wretchedly waiting for him
The man I trusted with his love, has left me indeed
Honest God, I really didn’t know that he would leave me
Really, I didn’t know
The man I loved so dearly, has deserted me
And I am now weeping (And I am now weeping), holding with my wretched heart
The man I trusted with his love (with his love), has left me indeed
Honest God (Honest God), I really didn’t know that he would leave me
Really, I didn’t know
Read more »

September 13, 2013

Replika

Sore tadi aku berbincang dengan langit kemerahan yang kutemui tepat di samping balkon kosku. Ditemani secangkir teh hangat dan headset, aku membatin...mencoba berkomunikasi dengannya. Awal mulanya aku hanya iseng bersiul dan mengedikkan sedikit senyum nakal ke arahnya, tapi tanpa ku sangka dia membalasnya seraya iseng menggelitiki pinggangku.

"neng, apa yang kau lakukan sesore ini sendirian?" langit merah menegurku.
aku tersenyum seperti biasanya. kemudian menggeser duduk agar dia merapat ke tubuhku. aroma mint dan rokok khas bau tubuhnya menguar masuk ke dalam hidungku, wangi lelaki tulen. 
"aku sedang memperhatikanmu, bang" kataku penuh penjiwaan.
"ah, lebay..." katanya sambil mencolek pipiku.

sentuhan jarimu seperti itu membuat pipiku panas, tidakkah kau tahu itu? aku membatin diiringi cengiran kecil. sepertinya pipiku benar-benar merah karena ku lihat senyumnya merekah.

aku kembali tersenyum mendengar jawabannya. itu adalah jawaban seperti yang biasa dia lontarkan ketika aku mulai menggombal.
"sumpah....langit merah di ujung barat sana adalah kamu, bang" kataku sambil mencuri cium ke pipinya.






Replika Senja, kamu.
Read more »

Rindu

selongsong rindu ku haturkan, tanpa takut jadi pendosa.
kepadamu.
aku bertaruh pada rasa yang menendang-nendang dada,
kalau ini namanya rindu.


Read more »

Ngelantur....

boleh aku meneguk segelas bir yang kau hantarkan tadi sore bersamaan dengan sebutir pil tidur yang kemarin malam ku beli? kepalaku rasanya nyaris pecah, berdenyutan. ah...aku pikir kau pasti tak akan pernah membiarkan bir itu meluncur masuk ke dalam tenggorokanku. ya ya ya, kau memang pandai memonopli barang yang satu itu sampai-sampai tak mengizinkanku rebah di tubuhnya. mungkin cuma selinting dua linting rokok bergabus itu yang kau berikan. tapi taukah kau kalau aku bosan?

sesekali lah ya, biarkan minuman itu masuk menembus dadaku. boleh?

seperti biasanya, aku cuma bisa menegurmu dalam imajiku. ah, dunia memang tidak pernah adil kali ya? jungkir balik merindu ternyata tidak cukup mampu membuat matamu melihat ke arahku. pun bahkan tetesan air mata yang belum kering ini tak cukup kuat menggetarkan hatimu. lalu aku, harus ngapain lagi ya? bugil di depanmu dan menyodorkan tubuh ini tanpa malu? alah, palingan ya cuma dilihati doang. tubuh ini masih kalah cantik dengan paha-paha luar biasa yang gadis-gadis itu perlihatkan di setiap kesempatan. ah, apalah saya?

kok jadi ngelantur?




Surabaya, ketika kram otak. 10:44
Read more »

August 20, 2013

Kembali

masih di sudut yang sama. duduk anteng menghadap dinding yang terus membisu ketika ku ajak bercanda. selonjoran di lantai marmer yang tak pernah bisa dingin kecuali musim penghujan tiba. Ah, Surabaya. aku kembali berlindung di balik kota ini, lagi.

terasa mendadak seperti cacat temporal. tidak bisa membaca maupun menulis dalam jangka waktu....yang lumayan lama. entah karena kehilangan 'pegangan' atau karena rasa malas yang menghantam. aku seperti.....hidup segan, mati tak mau.

nyingkrih. menyingkir dari satu komunitas, dari perkumpulan lelakonan malam. aku nyingkrih lumayan lama. tidak bercumbu dengan malam yang membimbingku ke surga tanpa nama. aku kangen. aku rindu terjaga ketika malam tiba dengan sekumpulan kata-kata yang kadang tak ku tahu maknanya apa, namun membuatku bahagia.

sementara tubuhku seperti dilecut waktu, kemarin. kehilangan separo tenaga yang mendorongku untuk maju. ya, kemarin aku benar-benar diam di tempat. duduk anteng menerima makan dan minum dari sang tuan rumah. namun sampai pada akhirnya aku terhenyak bangun, seperti disentak oleh penguasa alam maya. seperti dijambak lalu kepala dibenturkan ke dinding yang selalu diam ketika melihatku menangis.

tapi malam, aku telah kembali sekarang. akan ku luangkan waktuku untuk menjamah lagi media bercumbuku dengan malam. aku merindukannya. merindukan bisikan-bisikan nakal yang malam tujukan padaku.





dan untuk melakukannya aku butuh segelas bir, birahi.
Read more »

July 16, 2013

Beri Judul, Dong!

"mana psananku?"
"masih di kolong ranjang"
"keluarkan!"
"keluarkan sendiri"


*


Selembar kertas bekas bungkus kacang tanah tergeletak di atas meja, lusuh. Sripit memungutnya kemarin sore saat hendak pergi ke toko untuk membeli sabun mandi. Ditemukannya kertas itu di depan pagar rumahnya. Warnanya yang mencolok membuat matanya langsung bisa mengenali benda itu. Diperhatikannya dengan seksama, gara-gara kertas itu Sripit jadi malu.

Itu tulisan tangan si Supardi, tetangga Sripit yang cerewetnya seperti almarhum kakek buyut Sripit yang tinggal di daerah Boyolali, yang sering dia kunjungi ketika lebaran tiba. Seperti biasanya, Sripit tahu apa yang diminta Supardi darinya sesore ini. Segelas kopi minim gula dan seperangkat alat merokok. 

Tidak butuh waktu lama untuk melemparkan kembali kertas itu ke pemiliknya. Kos Supardi berada di depan kos Sripit. Dan beruntungnya, entah sengaja atau tidak, Supardi tengah duduk manis di teras sambil membaca....majalah wanita, kesukaannya. Dia bilang, tidak susah untuk memahami wanita, selain membaca dari internet, majalah menye-menye seperti itu adalah makanan sorenya selain kopi minim gula dan rokok.

Supardi menjulurkan kepalanya ketika Sripit bersiul iseng. "mana pesananku?"
"tuh di dalem kamar" jawab Sripit seadanya.
"ambilkan!" pinta Supardi manja.
"males" Sripit melipir tanpa peduli pada reaksi Supardi yang kesal.

*

Sripit membuka kamarnya. Hal pertama yang dia tangkap adalah aroma mint yang menguar dari dalam kamarnya. Sripit tidak memakai parfum beraroma mint. Jelas. Itu bau datang dari badan Supardi. Laki-laki itu sudah duduk anteng di kursi sambil membaca majalah wanita milik Sripit.

"kau selalu membaca majalah macam ini, nggak bosan?" tanya Supardi, masih dengan fokusnya tertuju pada gambar-gambar wanita yang full make-up berlenggok di atas catwalk.
"nggak" jawab Sripit kilat sebelum Supardi menanyakan hal-hal aneh seperti biasanya.
"nggak kepengen nyoba baca majalah dewasa pria?" NAH.

Sripit menggeleng cepat. Dalam hati, Sripit gemas dengan laki-laki ini. Ingin dia lakban mulutnya yang terlalu ceriwis itu.
"ih...majalah pria dewasa apa bagusnya? apa yang bisa dilihat? aku tidak sepertimu, yang doyan membaca majalah wanita cuma untuk mencari tahu wanita macam apa yang baik untukmu"

"so?"

"bodoh. membaca majalah pria dewasa tidak serta merta membuatku bisa kenal macam-macam pria. benda mati kok dipelajari" Sripit menjewer telinga Supardi dengan gemas.

"aduh, sakit Sri!" Supardi kesakitan.


"cara mempelajari manusia bukan lewat majalah, bodoh. eksperimen langsung dong"
"bodoh, balik!"
"lho?" Sripit kaget, dikatai bodoh oleh Supardi.

"sebelum eksperimen, baca dulu teorinya!" Supardi melanjutkan.
"tapi terlalu sering membaca tanpa didukung oleh tindakan nyata, ya mana ada fungsinya?"

"siapa yang bilang aku tidak ada tindakan nyata?"
"aku"



"karena itu aku tadi bilang kamu bodoh. dasar wanita bodoh!" Supardi melempar kertas lusuh yang lama digenggamnya ke hadapan Sri. Kertas yang bertuliskan pesanannya sore ini.

Sri mengernyit. Bibirnya manyun.




"begitulah ekspresi wanita bodoh yang tidak pernah sadar kalau selama ini menjadi bahan eksperimen pria tulen yang pura-pura bodoh"
"maksudmu?
"pikir sendiri!"
"kau bilang aku bodoh?"
Supardi mengedikkan bahu.

Sripit terdiam. Mencoba mencerna kalimat Supardi barusan.


Sripit membuang muka dan lari ke dalam kamar mandi. Pintu ditutupnya dengan kesal. Dinyalakannya keran air keras-keras. Lalu dirabanya dadanya yang tiba-tiba berdebar. 


"mana pesananku?" Supardi berteriak lantang dari dalam kamar.
masih gemetar, Sri menjawab"masih di kolong ranjang"
"keluarkan!" 
"keluarkan sendiri!" balas Sripit tak kalah kerasnya.










Supardi kemudian melongok kolong tempat tidur Sripit. Ditemukannya tumpukan majalah di sana. Dan diantara majalah itu, SUpardi melirik nakal beberapa majalah yang terselip rapi....majalah dewasa, pria dewasa.
"ini bukan pesananku, Sri." Supardi berteriak sambil terkekeh. Kemudian tersenyum nakal.






mendengar Supardi terkekeh, lutut Sripit mendadak lemas.








Read more »

SS

Sripit. Perempuan muda dua puluh delapan tahun itu dipanggil Sripit hanya gara-gara matanya menyipit kalau melihat laki-laki muda rupawan yang pandai memasak kata-kata. Sebenarnya namanya Sri saja, namun si laki-laki muda berewokan, lima tahun lebih muda darinya, yang pernah menjalin hubungan tanpa status dengannya memberikan nama itu. Kata laki-laki itu, Sripit adalah perempuan teristimewa dalam hidupnya, sebab selama dia jatuh cinta tidak pernah dengan perempuan yang lebih tua. Jadi, dia ingin memberikan nama itu sebagai kenang-kenangan setelah putus hubungan.

Suatu ketika, Sripit mendatangi laki-laki berewokan yang mengaku seksi padahal perutnya tidak pernah rata, tidak pernah membentuk kotak-kotak seperti laki-laki yang Sripit kencani itu untuk menjelaskan banyak rasa yang tidak bisa dia tulis lewat ketikan huruf-huruf di note facebooknya atau blog pribadinya.

Sripit datang jauh-jauh dari Surabaya menuju Malang, menerjang ganasnya panas di dalam bus tanpa AC demi meluruskan perasaannya yang tak pernah bisa dia luruskan sebelum terjadi pertemuan. Perasaan itu tidak akan pernah berakhir sebelum dia sendiri yang mengakhiri. Kalau menunggu Tek ngomong, ya tidak akan pernah kelar. 

"Tek, kau tahu persamaan drama dengan hubungan kita?" Sripit mencoba mencairkan suasana karena sedari tadi Tek cuma berdehem tidak jelas, membiarkan Sripit kikuk.

"nggak tau, mbak Sripit" jawab Tek asal.

"lu jawab nggak tau karena emang nggak tau atau karena pura-pura nggak tau?" Sripit gemas, lalu menarik lengan Tek agar mendekat. Tek terkejut. Jarak wajahnya cuma sejengkal dengan Sripit. Ada debar yang tidak bisa Tek jabarkan dengan kata-kata yang tiba-tiba melesak masuk ke dalam dadanya. Rusuh ya ni rasa, batin Tek.

Tek, Sutekno terdiam. Dia hanya menggeleng, diiringi dengan cengiran kecil di sudut bibirnya yang pernah Sripit kecup diam-diam saat Tek terlelap setelah lelah bermain badminton di akhir sore di lapangan belakang kosannya.

Sripit menelan ludah. Mata laki-laki muda ini masih saja menawan, tampan, sekalipun berewok tumbuh liar di wajahnya, tidak mengurangi garis ketampanan yang tersurat di sana. Ah, Sri Sri...tidak boleh begini.Sripit menggeser duduknya, menjauhi Tek. Dia tidak mau perasaan halus itu muncul lagi. Semakin cepat untuk diakhiri maka semakin baik. Lalu Sripit melanjutkan bicaranya.

"setiap drama selalu punya awal dan akhir, setiap drama punya episode pertama dan episode pamungkas. sekarang....sekarang adalah episode pamungkas bagi drama yang kita ciptakan, Tek" Sripit hati-hati memulai.

Tek menoleh, kaget. Dadanya berdebar. Mendadak tangannya gemetar. Tek merasa....ini tidak akan berjalan dengan baik.

"maksudmu, mbak?" Tek masih berpura-pura tidak mengerti. Namun Sripit tahu, Tek tidak sebodoh itu.

"drama yang kita mainkan tidak akan pernah ada akhir jika jalan ceritanya cuma begitu saja"
"tapi aku menikmati jalan ceritanya, mbak"
"tapi aku tidak"
"kenapa?"
"aku lelah"
"lelah terhadap?"
"sudah ku bilang aku lelah dengan jalan ceritanya"
"tapi aku tidak"

"tidak ada gunanya meneruskan cerita jika salah satu lakon tidak bisa memberikan seluruh hasratnya di sana. kau seharusnya mengerti ini"

Tek terdiam. Merenung sebentar. Kemudian menarik tangan Sripit.

"kau lelah denganku?" tanya Tek tiba-tiba.
Sripit menggeleng.
"sudah kubilang aku lelah dengan jalan ceritanya, bukan denganmu"












"aku cuma tidak mengerti dengan perasaan gila ini. aku masih takut untuk menamakannya cinta. aku bahagia bersamamu. selalu saja ada kupu-kupu yang bebarengan masuk ke dalam perutku ketika bersamamu. selalu saja aku bisa tertawa mendengar celoteh konyolmu itu. kau membuatku bahagia, Tek"

Cinta? Tek terhenyak. Ada kerusuhan yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya.

"mbak!"
"dengarkan dulu!"
"mbak!"
"kita tidak akan pernah bisa melisankan cinta itu seperti orang-orang biasanya......"

Tek lemas.

"begitulah kita mengartikan cinta dalam hubungan kita, Tek. cinta bagi kita memang tidak bisa begitu saja dilisankan"

Tek memejamkan matanya. kemudian bicara sesuatu yang membuat Sripit kaget.

"aku tahu mbak, bagi kita cinta tak ubahnya sebagai perasaan lugu dan halus yang timbul malu-malu dari dalam hati kita. cinta, bagi kita adalah rasa sakral yang tidak begitu saja bisa kita ungkapkan. aku tahu itu semua"

Sripit mencengkeram pucuk kaosnya.
"jadi kau mengerti?"

"iya aku mengerti mbak, aku juga merasakan itu. aku bukan laki-laki bodoh yang tidak tahu hal semacam itu. jangan kau anggap karena usiaku jauh di bawahmu, aku jadi tidak mengerti semua ini"
"bukan seperti itu maksudku, tek!"


keduanya diam.
keduanya saling berpikir.


"kau tahu Tek, cinta saja tidak pernah cukup. memiliki saja tidak pernah sanggup menyempurnakan sebuah hubungan. punya status "pacaran" saja tidak akan pernah bisa menjamin salah satu lakon mau jalan lurus di trek yang sudah ditentukan. dan parahnya yang tidak punya status semacam kita malah punya jarak paling dalam, Tek. dan itu harus diakhiri sekarang sebelum ada luka besar yang kita ciptakan sendiri merusak hubungan persahabatan kita"








Tek bangkit dari kursinya. "memiliki, bagiku adalah kehilangan. aku tidak pernah memilikimu, jadi aku tidak akan pernah kehilanganmu, mbak Sripit. itulah dasar pemikiranku untuk hubungan kita yang menggantung. benar menggantungkan, kan?"
"menggantung hanya milik para manusia yang berhasrat untuk memiliki. kita sama-sama tidak berniat memiliki. kita cuma punya rasa yang bisa sama-sama kita bagi tanpa wadah apapun. rasa kita tidak terbelenggu oleh wadah bernama status pacaran, Tek"







*Memiliki, kehilangan*
Read more »

June 25, 2013

เสียใจ

ผิดปกติ มันเริ่มต้นเมื่อฉันหายไปครึ่งหนึ่งของหัวใจของฉัน และฉันเริ่มที่จะหาโอกาสอื่นที่จะขับไล่ความรู้สึกนี้ครับ ผมเบื่อ ฉันต้องการจะมีอีกเรื่องหนึ่งที่มีผู้หญิงบางคนอาจจะ? มองผมไม่ปกติอีกต่อไป ขอแสดงความนับถือผมชอบเธอ วิธีการที่ฉันสามารถพูดคุยเกี่ยวกับมันเมื่อฉันมีคนที่ฉันรักมาก? วิธีการที่ฉันสามารถชำระคืนความมีน้ำใจของเขากับนี้อึผิดปกติสิ่ง? ฉันไม่สามารถควบคุมใจของฉันทั้งหัวใจของฉัน FYI ก็รู้สึกแบนดังนั้น ไม่มีผีเสื้อที่บินไปรอบ ๆ ภายในหัวใจของฉันเป็นมาก่อน ไม่มีอะไร ผมแค่ทำหน้าที่จะเป็นชนิดในด้านหน้าของเขา ฉันไม่สามารถทำร้ายเขาอย่างแน่นอน ฉันต้องการที่จะออกจากสถานการณ์เลวนี้ แต่ฉันไม่สามารถ เขาเกินไปชนิดสำหรับฉัน ฉันขอโทษ .... ฉันมีการเปลี่ยนแปลงคนของฉัน
Read more »

Perempuanku

tidak. aku sedang tidak berdiri di pinggir tebing seperti seorang yang sedang patah hati. aku di pinggir jalan dengan kumpulan asap yang datang satu-satu dari bokong mobil-motor mereka. aku sedang berdiri menganggunkan diri di sisi halte yang biasanya ku datangi saat aku sedang rindu.

hatiku diliputi kabut, bukan kabut asap seperti yang tertuang di jalanan depanku, atau kabut asap akibat pembakaran lahan seperti di Sumatera akhir-akhir ini. ini kabut cinta, kabut rindu yang menutupi separo hatiku.

aku ingin berontak. ingin teriak dan melepaskan semua penat yang menggunung di ujung ubun-ubun. aku ingin jujur kepada semua makhluk hidup di bumi ini kalau aku begitu rindu.

aku butuh rokok

aku butuh kopi

aku butuh udara.

aku butuh pohon.

aku butuh kamu.

*

sebatang rokok, minus kopi, tidak mungkin kan aku mencengkeram kuping cangkir di jalanan seperti ini? mungkin jika urat maluku sudah benar-benar putus, maka akan ku lakukan itu. berdiri...ah bukan, duduk manis lesehan di lantai kotor yang beberapa orang bilang itu menjijikkan dengan secangkir kopi pahit dan sebatang rokok yang terjepit di sela jari-jari lentikku. sungguh, kebebasan. itulah aroma kebebasan yang beberapa lama sudah tak kudapatkan bersama perempuanku yang dulu.

perempuanku. perempuanku tertinggal di halte bis kota. perempuan bermata cokelat tua, dengan garis bibir sempurna yang selalu diolesi gincu merah muda, dengan hidung dengan patahan khas orang Asia, dengan sekumpulan tahi lalat yang terpasung di beberapa titik di wajahnya, dengan....dengan segenap pesona yang entah harus kujelaskan dengan kalimat seperti apa lagi untuk menjabarkannya.

perempuanku melambaikan tangannya saat hujan mengguyur kota, saat lelakiku dengan kuat mencengkeram lenganku agar tidak berlari ke arahnya. kaki-kakiku seperti membatu, diam di tempat dan tidak bisa digerakkan. maka setelah itu, dengan air mata membanjir di wajahku, harus ku relakan perempuanku pergi dari kehidupanku.

ah... aku teringat kejadian-kejadian tempo lalu, sebelum akhirnya perempuanku pergi meninggalkanku dengan lelakiku.

aku terluka. tapi aku tidak bisa mencegahnya untuk tidak pergi dari kehidupanku. lelakiku dengan kuat menahanku untuk tidak berlari ke arahnya. padahal jika kau tahu, aku sangat ingin berlari an menubrukkan diri ke tubuhnya. aku ingin memeluknya seraya berkata bahwa aku sangat mencintainya. namun, lelaki di belakangku ini membuat segalanya rumit. meninggalkannya sama saja menorehkan luka sangat baru yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya mampir seperti kilat yang mendadak menjilat langit. aku tidak bisa meninggalkannya.
perempuanku,

kita bukanlah dua kutub magnet utara dan selatan, bukan analogi itu yang pantas mereka pahatkan ke dahi kita. kau tahu, kita berbeda. kita bukan mereka. kita adalah makhluk lain, manusia jenis lain, yang masih sama-sama bisa merasakan cinta dengan cara yang berbeda. cinta bagi kita tidak hanya sekedar hubungan lawan jenis. ah, sulit menerjemahkan segala sesuatu yang berawal dari ketidaknormalan.

biar saja mereka bilang tidak normal. biar saja justifikasi itu lahir dalam mulut mereka yang memegang prinsip "lurus" dalam hidupnya, yang tidak pernah berbelok (katanya).

aku menemukan cinta yang sangat berbeda dari biasanya, ku temukan rasa luar biasa darimu, rasa yang membuat perutku seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu, yang tidak pernah ku rasakan pada pasangan lawan jenisku. kamu, berhasil meyakinkanku bahwa cinta bukanlah sebuah sentuhan dan belaian tangan pasangannya, bukan pula sebuah hasrat menggebu untuk saling mengikatkan diri. bagi kita, cinta adalah anugerah terindah dan tersuci dari Tuhan kita, sebuah perasaan halus yang timbul lugu dari dalam masing-masing hati kita.

aku mencintaimu, perempuanku. dengan segenap hatiku ku ikrarkan cinta yang biasanya dulu ku katakan pada kaum yang berbeda dengan kita, kaum pria. entah aku tidak peduli jika memang dunia hampir menemui ajalnya, menemui penghujungnya karena keberadaan kita berdua.

dan aku menimang rindu di sela keramaian kota, wahai perempuanku. dimana kini kau berada? aku rindu.... 

***

sebuah tulisan dari seorang anak manusia, seorang perempuan, yang menyukai perempuan lainnya. aku merindukanmu...
aku tahu kau akan membacanya.
aku tahu kau akan sering mengintipku di halaman-halamanku.
maka bacalah....bacalah wahai perempuanku.

dengan segenap hati ku tuliskan padamu bahwa tidak ada yang salah dengan kita, dengan perasaan kita, hubungan kita....hanya saja....hanya saja kita tidak pernah ditakdirkan untuk bertemu dalam satu titik yang sama....namun aku mencintaimu...dan tidak akan pernah ku sesali itu. kamu adalah bagian abadi yang akan tetap brsemayam dengan cantiknya di dalam hati, takkan terganti.

terima kasih telah berani mencintaiku.





salam, L, untuk perempuanku yang entah sekarang berada di belahan bumi mana, salam rindu.
Read more »

May 20, 2013

Kaktus

"aku takut"
"takut kenapa?"
"takut membuat kaktus kecil itu mati"
"makanya disiram setiap hari"
"aku rasa tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu"
"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"

*

kupandangi kaktus kecil di dalam pot seukuran gelas es teh seperti yang ada di warung-warung dengan gelisah. kuambil pot (gelas) itu. kuperhatikan dengan seksama kaktus itu seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. aku senang, sekaligus takut. senang karena mendapatkan hadiah baru, takut karena kemungkinan aku tidak bisa merawat kaktus itu dengan kedua tanganku.


"ini adalah hadiah," itu kata malaikat tadi sore.


aku bengong ketika malaikat menyodoriku pot yang berisi sebatang kaktus mini yang baru saja lahir. for what? batinku.
aku terus saja memandangi pot dan malaikat secara bergantian. separo alisku terangkat. dahiku jelas sekali mengeluarkan kerut heran. sudut bibirku terangkat, lalu manyun.

mungkin malaikat menangkap simbol tanda tanya yang sangat besar muncul di atas kepala batuku, oleh karena itu dia segera menepuk pundakku dengan lembut.

"dirawat, NAK!" malaikat tersenyum. baru kali ini aku melihat malaikat tersenyum begitu tulusnya hingga membuatku sedikit takut, takut jika malaikat kemasukan arwah Song Joong Ki *skip*

"ha?" 
aku melongo, tentu saja. mulutku sudah terbuka separo. dan sebelum aku banyak bertanya padanya serta menelurkan beberapa macam protes, malaikat menyerobot dengan santainya...


"hadiah dari Tuhan, ini dari Tuhan, bukan dariku. aku hanya menyampaikan pesanNya saja. kaktus ini indah, ini bukan jenis kaktus berduri seperti yang kau kenal sebelumnya. kaktus ini lembut, kaktus ini beda. lihat saja bentuknya yang menawan. ini hanya Tuhan berikan kepada orang yang benar-benar Dia pilih. sebenarnya aku agak ragu dengan keputusanNya memberikan kaktus ini padamu, tapi aku tahu kalau Tuhan Maha Mengetahui kaktus mana yang terbaik untukmu....terimalah, NAK!"


aku menelan ludah berulang kali. mataku berkedut-kedut, rasanya tubuhnya gemetar sekaligus mendadak seperti dilanda meriang, panas dingin. apa yang harus aku lakukan? aku bingung. terus terang saja, untuk merawat tanaman biasa saja aku tidak becus, bagaimana bisa aku membesarkan kaktus kecil yang katanya tidak berduri ini? INI KAKTUS, bukan KAMBOJA.

dan seperti sebelumnya, malaikat tahu apa yang sedang berkeliaran di kepalaku.

"sudah sudah, berikan dia perhatian, itu sudah cukup."


perhatian? apa dia makan perhatian? tidak makan air atau pupuk?


"makanan pokoknya adalah perhatian dan kasih sayang. air dan pupuk adalah pelengkap."





jujur, sampai di titik ini aku benar-benar tidak mengerti. sama sekali tidak ada bayangan bagaimana caranya membesarkan kaktus ini. kenapa harus kaktus? tidak adakah tanaman lain yang lebih cantik dari kaktus kecil ini?
ku gigit bibir bawahku. makhluk di dalam dadaku bercicit kecil, membuatku sedikit ngilu. hai hati, diamlah sebentar!


ada peluh yang tiba-tiba menetes di sudut dahiku. jantungku berdetak-detak heboh. mendadak ada rasa takut luar biasa untuk menerima hadiah yang kata malaikat dari Tuhan itu. aku takut, jujur.





"tapi aku takut" ku letakkan kaktus itu di tanah basah di bawahku. ya, hujan baru saja tiba beberapa saat lalu sebelum malaikat mengetuk pintu rumahku.


"takut kenapa lagi?" malaikat menggeleng-geleng heran sambil sedikit berdecak.


"aku takut membuat kaktus kecil itu mati" saat mengatakan ini, bibirku gemetar. rahang bawahku goyah.


"makanya disiram perhatian setiap hari" jawab malaikat dengan santainya. kemudian bersenandung lirih sampai membuat telingaku sedikit berdengung.


"aku rasa.....aku tidak punya banyak waktu untuk melakukan itu" kataku ragu sambil berjongkok memperhatikan kaktus...yang memang terlihat berbeda dari jenis lainnya.


"tapi aku pikir kau bukan tidak punya waktu, tapi tidak punya kemauan"
kalimat malaikat barusan seperti petir yang datang tanpa hujan. menusuk langsung tepat di sasaran hingga rasanya nyess seperti sepotong besi yang baru saja ditempa kemudian dimasukkan ke dalam bak air.


"lagipula, aku tidak becus merawat tanaman. kau lihat banyak tanaman yang mati di tanganku, kan? aku bukan tipe perempuan yang pandai merawat tanaman, mengertilah" aku terus saja ngeyel, dan sedikit merengek padanya.


"tapi tidak untuk kaktus ini, percayalah" jawab malaikat sambil berlalu menjauhiku.



oh malaikat keras kepala, batinku.



"aku bukan keras kepala. aku hanya memberitahukan padamu bahwa Tuhan telah memilihmu untuk memiliki kaktus kecil ini!" 


kali ini aku takut melihat raut muka malaikat yang mendadak berubah. ada kesan sangat serius yang membuatku bergidik, takut. mungkin dia kesal denganku karena begitu berbatunya kepalaku. aku lihat dia menggeleng-geleng.




melihat malaikat berkacak pinggang di depan pagar rumahku dengan tatapan seperti ingin memakan orang, aku melonjak kaget, ngeri. malaikat juga bisa marah, batinku. kemudian dengan ragu kuambil kembali kaktus yang tadi kuletakkan sembarangan di atas tanah. malaikat benar-benar datang untuk meyakinkanku bahwa aku bisa melakukan ini nanti. malaikat membawa pesan bahwa Tuhan memberikan kepercayaan padaku. Tuhan mempercayaiku.





akan tumbuh seperti apa kau nanti? tanyaku dalam hati sambil menggigit jari.










kupandangi kaktus itu dengan jeli (bentuknya yang memang tidak biasa sedikit membuatku lega bahwa dia memang berbeda) sebelum akhirnya aku menyadari bahwa malaikat telah pergi.











aku tersenyum,"be nice ya, kaktus kecil!"







Read more »

May 18, 2013

Perempuan Tanpa Pasangan (1)

"aku menginginkanmu, nona"
"aku?"
"iya"
"untuk?"
"ehm...."

*

di luar sana pagi. dan nona masih saja betah terpejam. baju-bajunya berserakan di lantai berubin yang dingin. tubuh tanpa bajunya masih meringkuk di balik selimut halus beludru hijau. matanya yang manja enggan membuka sekalipun tirai jendela sudah tersibak dan matahari pagi telah menyengat dinding - dinding di sekelilingnya.

aroma kopi menguar sampai masuk ke dalam hidungnya. menghantarkan sensasi luar biasa hingga matanya yang manja terbuka dengan lebarnya. nona suka kopi. matanya yang berwarna kehijauan karena softlen tampak begitu bergairah menelanjangi kamar untuk mencari sumber bau harum itu. dilihatnya secangkir kopi terduduk manis di meja rias.

"selamat pagi, sayang"
sapa seorang laki-laki dari balik kursi.

"hm......." tanpa basa-basi nona menyeruput secangkir kopi yang tergeletak di atas meja rias.

"tidurmu nyenyak sekali sampai aku tidak berani membangunkanmu." laki-laki itu bergerak mendekati nona yang berdiri dengan sebelah tangannya memegang selimut, yang menutupi separo tubuhnya.

laki-laki itu mengecup pundak nona. lalu kemudian membelai rambutnya, dan mendaratkan kecupan di puncak kepalanya juga.

nona diam saja. dia masih berkutat dengan kopinya yang hangat. kopinya yang nikmat. dia tidak mempedulikan sapuan tangan laki-laki itu mendarat di pinggangnya.

"nona...."
"hm......."
"aku menginginkanmu"
"untuk?"
"ehm....untuk menjadi istriku"

nona menelan kopinya dengan tergesa sampai hampir tersedak. dilihatnya wajah laki-laki itu dengan seksama. air mukanya sempat berubah namun kemudian menjadi normal kembali.


"jangan mimpi." katanya santai.
"kok?"
"jangan pernah mencoba bermimpi untuk memilikiku," jawab nona sambil mencolek ujung dagu laki-laki itu.


nona melipir. jalan dengan santainya menuju kursi masih dengan sebelah tangannya mencengkeram selimut. lalu kemudian dia duduk dengan anggunnya. sebelah kakinya disilangkan dengan sombongnya. matanya yang liar menatap kesetanan laki-laki yang berdiri di hadapannya.


"punya apa kau sampai berani menginginkanku?" nona kembali menyeruput kopinya.


"aku punya segalanya. uang, harta benda, rumah, mobil, tanah. aku punya semuanya." kata laki-laki itu sambil bergegas mendatangi nona. ditariknya tangan nona dengan tergesa. diciumnya berulang kali demi meyakinkan perempuan di hadapannya itu.


"ada satu yang tak kau punya," kata nona santai.

gerakan laki-laki itu sempat terhenti untuk memandangi mata ayu nona, namun kemudian dilanjutkan lagi.
"apa? aku punya semuanya" laki-laki itu tampak yakin.




"kau tidak punya hati" jawab nona sambil mengibaskan tangannya agar terlepas dari genggaman si laki-laki itu.


"hati? kata siapa aku tak punya hati? akan ku buktikan padamu kalau aku mencintaimu. kalau perlu, belah dadaku agar kau bisa melihat hatiku," laki-laki itu mulai panas, wajahnya mulai merah padam.

"hah, gombalan anak TK!" nona mencibir.

"aku serius" jawab laki-laki itu mantap.

"baiklah." nona bergerak. diletakkan cangkir kopi di di meja sebelahnya. ditinggalkannya laki-laki yang tengah bengong itu dengan santainya. diirinya kini berada di depan meja.

nona memutar tubuhnya untuk melihat gerak-gerik laki-laki itu. di genggamannya kini terselip pisau buah yang dia dapat dari atas meja rias.
laki-laki itu tampak kaget. jakunnya bergerak. ludahnya tertelan dengan terpaksa. matanya tampak sedikit ketakutan. dia mundur beberapa langkah sebelum nona bergerak mendekatinya.

"apa yang akan kau lakukan?" suaranya tampak bergetar. dan nona hanya membalasnya dengan senyuman nakal.

"tadi kau bilang minta dibelah dadamu agar aku bisa melihat hatimu?" kata nona sambil mempermainkan pisau buah di tangannya. kakinya maju beberapa langkah untuk sampai tepat di hadapan mata laki-laki itu.

"bu...bukan membelah beneran, maksudku....."
"membelah seperti apa maksudmu?" nona pura-pura memeriksa ketajaman pisau itu. matanya yang bening bermain dengan lihainya sampai mata laki-laki itu enggan untuk menatapnya langsung.

tubuh laki-laki itu benar-benar bergetar. melihat itu, nona cekikikan lalu kemudian muncul gelegar tawa di kamar. nona tertawa terbahak-bahak. sementara laki-laki itu bingung.









"bodoh" nona melemparkan sembarangan pisau itu ke sudut kamar. entah jatuh dimana dia tidak peduli. kemudian dia berjalan santai menuju jendela.











"mau kau kemanakan istri dan anak-anakmu?" tanya nona tiba-tiba setelah sebelumnya berhasil meraih gagang cangkir kopi yang dia letakkan di meja lalu menyeruput kopi terakhirnya di sisi jendela sambil menikmati cahaya matahari.

dilihatnya mata laki-laki itu seperti mencuat ingin keluar. nona menyeringai. dia mendengus lalu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. ekspresi kaget yang sangat sempurna. mungkin jantungnya sekarang sedang benar-benar seperti habis jogging sepanjang 10 km.










"laki-laki seperti kamu tidak berhak untuk memiliki seorang perempuan tanpa pasangan sepertiku"






Read more »

May 17, 2013

Kataku

"aku bahkan bisa menendangmu kapan pun aku mau"
"kau tidak akan melakukan itu padaku"
"kata siapa?"
"kataku!"

*

jalang ini kembali. perempuan ini sudah duduk lagi dalam sesinggahan pribadinya. taring giginya yang keemasan sudah menghiasi sudut - sudut bibirnya. meruncing dan siap menerkam semua mata di hadapannya.
ia menyeringai. dilihatnya pemuda itu diam mempersiapkan pidato terakhirnya.

"sudah satu jam kau duduk manis di kursi itu." kata perempuan itu mempermainkan ujung rambutnya yang menjuntai. lalu berdehem keras.

"kau tidak bosan merangkai kalimat yang bahkan mungkin tak akan ku dengarkan itu?"
pemuda itu menghentikan coretan tangannya di atas kertas lusuh yang diambilnya di gudang belakang rumah. kemudian kepalanya mendongak, memperhatikan perempuan yang tegak berdiri menyandarkan punggungnya di dinding tanpa warna di belakangnya.

perempuan itu menggerakkan tangan kanannya menuju saku. dirabanya isi sakunya. beberapa saat kemudian  di tangannya telah tergenggam sebatang rokok lengkap dengan korek apinya.

pemuda itu memicingkan matanya. "kau merokok?"

perempuan itu hanya mengedikkan bahu sambil menyulut rokoknya. asap putih mengebul di depan wajahnya yang tirus.

"sejak kapan?" tanya pemuda itu lagi masih dengan tatapan matanya yang seperti kelaparan.

"apakah itu penting?" perempuan itu bergerak, lalu berjalan ringan mendekati pemuda itu.

"sangat penting"
"kalau begitu kau tidak mengenalku"
"maksudmu?"
"kataku, kau tidak mengenalku"

"aku mengenalmu!" pemuda itu berteriak, lantang, sampai suaranya memantul-mantul manja di dinding tanpa warna itu.

perempuan itu kembali menyeringai. ditatapnya pemuda itu setengah geli.




"ini adalah bukti kalau kau tidak mengenalku. kau terlalu cepat memberikan putusan pada hatimu bahwa aku perempuan yang baik. padahal kan pengadilan belum mengiyakan aku bebas dari segala tuduhan?"

pemuda itu terdiam. salah satu tangannya sibuk meremas-remas ujung bajunya. sedangkan perempuan itu, tubuh perempuan itu terguncang, jantungnya berlarian tak keruan.

"mari kita lihat, seberapa lama kau mampu duduk di situ. seberapa kuat dirimu bertahan dengan sekumpulan kalimat yang memang mungkin tidak akan pernah masuk ke dalam hatiku"





"aku mencintaimu!" seru pemuda itu lirih, namun berhasil mengoyak dada perempuan itu dengan sempurna.


"tapi kataku, TIDAK"

Read more »

Seperti Itu...

"kau lihat awan hitam yang bergolak di atasmu?"
aku mendongak sesegera mungkin. mencari awan itu.

ku lihat sekumpulan awan abu-abu gelap menaungi diriku, seperti akan menjatuhkan hujan tepat di atas kepalaku.
dadaku berdesir melihatnya.
aku takut, hujan.

"akan hujan"
ku jatuhkan diriku di atas trotoar. ku cengkeram kuat-kuat ujung bajuku lalu ku gigit.
rasanya ngilu.
kau tahu bagaimana rasanya ngilu mampir ke dalam gigimu ketika segumpal es batu kau coba gigit kuat-kuat?

ya seperti itulah.
bedanya yang ngilu dadaku, di dalam dadaku ada sesuatu seperti gigi yang bisa ngilu.



aku tidak membawa payung, ataupun mantel hujan.
"kau akan kehujanan"

aku tidak mau kehujanan atau pun hujan turun!
satu bagian nyawaku akan menguap kalau tubuhku sampai terjamah hujan, lagi.


kau seperti kertas gambar yang dihiasi lukisan, yang takut terkena air hujan. 


ku pandang kiri - kananku.
tak ada jajaran pohon besar sama sekali untukku melindungi diri.
tempat ini tak berpenghuni. sepi.

tidak ada sebatang rumput liar pun yang tumbuh di sini.
gersang.



"kau dimana?"



di suatu tempat yang tidak ada seorang manusia atau tumbuhan tumbuh, hidup.




aku bergidik.




aku sendiri.
lagi.



hujan sebentar lagi turun. dan aku masih belum tahu kemana harus ku teduhkan tubuhku yang sudah menggigil duluan.
rasanya sudut mataku sudah berkedut. seperti awan hitam di atas sana yang juga tengah bergejolak.


"kau tidak boleh menangis!"




dan langit tidak boleh hujan!
seperti itu kah?

Read more »

May 8, 2013

Sepuluh

Kunang - kunang melerai bayangan prosa. 

Ia ceraikan selarik puisi yang saling menyiratkan rasa. 

Ia pegang kendali hati keduanya. 

Sampai subuh esok tiba....
Read more »

Tak Bisa Melihat

"aku tak bisa melihat"
"hei, kau masih punya mata"
"tapi aku tak bisa melihat dengan benar. tolong lihatlah lagi mataku"

*

kau menangis. kau sedang kesakitan, tapi kau berusaha membantahnya. kau berusaha tegar, tapi kau gagal.
kau tersedu, tapi mulutmu mengatup rapat. tak ada suara gaduh yang muncul dari sana. tenggorokanmu seperti ditendang. dadamu seperti dijejali batu-batuan kasar.
kau sakit.

kau bisa melihatnya.

kau hanya berpura-pura buta. kau berusaha mengabaikan sesuatu yang jelas-jelas kau rasakan. kau menikmati kesedihan itu. kau membiarkannya bersemayam dalam damai yang sebenarnya hanya sebuah kamuflase belaka. kau menyembunyikan itu.

kau berpura-pura bahagia. kau terlalu pengecut karena tak membiarkan lidahmu bicara jujur apa adanya. kau takut, kau takut, kau hanya takut menerima kenyataan yang belum tentu bakal semenyedihkan sebelumnya.

kau masih punya mata. mata hatimu masih bisa melihat dan membaca. dia tidak pernah tidur, dia bekerja tanpa jeda. kau hanya berpura-pura tak melihat.
betul kataku, kau munafik. kau mempecundangi dirimu sendiri.
sebenarnya kau butuh, sebenarnya kau ingin, namun kau masih takut berdiri lagi di tempat yang sama dengan orang yang berbeda. kau takut jika sisa sakit yang tertinggal di tempat itu kembali kau rasakan, sehingga kamuflase ingin hidup sendirian jadi bahan leluconan.

kau tidak bersungguh-sungguh untuk terus sendiri. aku bisa melihat itu di matamu. kau tidak bisa membohongiku sekalipun matamu kau tutupi dengan sehelai sutera biru. aku adalah bagianmu, aku adalah separuh ruhmu, aku adalah jiwamu yang lain.

apa kau tidak pernah sadar jika tubuhmu dihuni dua makhluk yang tidak pernah menidurkan diri?
aku kenal benar saudaraku yang punya mental pecundang yang sekarang merasuki dua per tiga tubuhmu. aku tahu bagaimana perangainya.

hei, apa kau tidak mengenaliku? kau tidak bisa melihatku dengan benar? apa kau tidak merasakan kehadiranku ketika gelap tiba?
aku adalah sisi baikmu. dan dia adalah sisi burukmu.
bukankah kau selalu mengatakan jika setiap orang selalu diciptakan dengan dua sisi berbeda? ya, baik dan buruk. dia buruk, dan aku baik.

apa kau tidak ingin mendengarkan nasehat dari teman baikmu ini? jika kau ingin menutup telingamu dengan memutar musik sekencang mungkin, silakan. aku akan membisikkannya lewat hati. aku tahu hatimu akan bekerja lebih dari telinga.

dengarkan ini baik-baik, NAK.
jangan takut...jangan membohongi dirimu sendiri...jangan...sebab kau akan merasakan sakit itu sendiri. lakukanlah......nikmati perjalananmu itu.
jangan tutup matamu, jangan biarkan kau buta. jangan kau biarkan diirmu sendiri kehilangan sesuatu yang sudah Tuhan berikan.
aku tahu kau pandai, NAK. aku tahu kau masih bisa melihat dengan benar, hanya saja mungkin saudara burukku kadang terlalu cerewet sampai berhasil membuatmu terpuruk seperti itu.


kau masih bisa melihat dengan benar, NAK.

Read more »

May 6, 2013

Sama Saja

"sama saja"
"apanya?"
"otaknya"
"maksudnya? kapasitas otak? bukankah tiap orang berbeda?"
"bego! bukan kapasitas"
"lantas?"
"cara mereka berpikir"

*

diam saja. lidahku sukses bersekongkol dengan hati. kepalaku juga sepertinya mengiyakan isi hati yang menolak untuk diajak kerja sama. sudahlah, biarkan saja. mari bersantai di bibir pantai demi menikmati sepoi angin yang tak kau temukan di tengah metropolitan.

hmmm, anggap saja mereka sekumpulan paduan suara dengan kualitas suara bebek yang tengah mengoceh asal-asalan di hadapanmu. anggap saja angin PHP yang terkadang muncul di tengah terik siang yang ganas. selow lah...woles rek.


jujur, sebenarnya aku tidak mau banyak berkomentar. aku hanya ingin diam pada pandangan-padangan menggelikan itu. namun, setidaknya aku harus membuat sedikit pembelaan, kan? ya seperti para tersangka yang didudukkan di kursi pesakitan itu. hanya bedanya, aku tidak perlu pengacara.



setiap orang dilahirkan tidak dengan sempurna, bukan? dia punya kelebihan-kekurangan, kebaikan-keburukan. namun, pada dasarnya mereka baik. tanamkan itu di kepalamu, NAK. mereka punya hati nurani, sekecil apapun itu. tidak ada manusia yang mbrojol dari rahim ibunya dengan sifat yang sepenuhnya jelek. tidak ada, NAK. tidak ada.


jika teori ketidaksempurnaan itu sudah tertanam di kepalamu, kenapa musti memberikan tuduhan semenggelikan itu padaku? kau pikir aku benar-benar jalang seperti perempuan-perempuan di pinggir jalan itu, NAK?




aku mau tertawa ah. hahahaha




kau pikir dunia malam selalu identik dengan perempuan-perempuan jalang?
lulusan apa sih kau ini? umurmu sama sekali tidak menunjukkan kualitas isi kepalamu. cara berpikirmu seperti ABG yang baru saja naik kelas dua SMP.



ya sudahlah ya...namanya juga manusia biasa, pasti punya segudang pandangan menggelikan, termasuk tuduhan-tuduhan tak masuk akal.
silakan, intinya silakan memberiku tuduhan bermacam-macam. aku santai saja.
Tuhan tahu kok, Dia Maha Tahu atas segalaku.
kamu tidak bisa membaca pikiranku, kan? NAH. belajar menghargai orang dulu sana. masuk SD lagi gih.



rupanya, ya sama saja kan ya! isi kepalanya sama!
baca ini: aku suka, bukan berarti jalang, NAK!


Read more »

May 1, 2013

Rupanya

"aku cemburu, ternyata"
"oh ya?"
"pada siapa?"
"siapapun yang dekat denganmu"

*

dalam satu bidang yang sama, kotak yang sama, dinding yang sama, dan tubuh yang sama. kita saling berpandangan, namun mata kita tidak saling menunjuk arah yang sama, hati. semuanya terlihat beku, aku merasakannya. ya, tidak ada cinta di dalam ruangan itu.

cinta? masihkah dia hidup setelah kubakar habis-habis rumahnya beberapa bulan lalu? masihkah ada nyawa tersisa di dalamnya?

aku ingin mengelak. menahan perasaan yang berkecamuk seperti cambuk. aih, ingin ku tinju matamu yang hitam kecokelatan itu. ingin ku tampar wajahmu yang tanpa dosa memburu dadaku sepanjang napasku malam ini, nis.

kita memang tidak pernah bisa bertemu dalam satu titik koordinat penuh. kita selalu berseberangan sekalipun kedua tangan kita saling bergandengan. sekalipun tubuh kita membentuk satu refkesi yang sama. sekalipun napas kita saling bersahutan dalam diam.

sekalipun dalam dekapan, tetap saja tak ku dengar debar jantungmu yang seperti diburu. aku tahu....aku tahu... aku tahu kenapa bisa begitu.



aku cemburu pada sesuatu itu. sesuatu yang dengan mudahnya bisa kau suguhkan senyum sumringah. aku cemburu, nis.
hatiku berkata cemburu nis...hatiku bilang ini ada apa-apanya, nis.

ya, kan? kau sedang mendekati sesuatu itu. ah tidak, mendadak hatiku seperti dijamah belati besi terpanggang api. sakitttt....




aku telah menguasai semuamu, tapi tetap saja hatimu bisu. rasanya seperti sia-sia. ya, semuanya sia-sia. perjalanan panjang yang kulakukan rupanya sama sekali tak dapat mengetuk pintu hatimu yang...beku? bekukah hatimu untukku, nis?

sesuatu idamanmu....itu ya nis? aku cemburu.



entah nis, aku masih beranggapan bahwa kau bisa menerimaku,lagi. lagi? itu bodoh...


tapi aku suka....aku masih menyukaimu



kau hanya menyukai raganya yang rupawan, tubuhnya yang menawan. bukan hatinya yang tampan.





tapi kenapa harus cemburu?

sebab obsesi adalah isi di kepalamu.



Read more »