November 30, 2011

Kepada Remang dan Terang

Kepada remang :

Maafkan saya,
Saya pergi kali ini atas kehendak sendiri. Kali ini saya tidak akan memohon pada anda untuk tetap berada di sisi saya. Kali ini saya yang memutuskan untuk enyah dari kehidupan anda. Jujur, saya sangat merasa rikuh dengan "cap" sebagai orang ke tiga meskipun (mungkin) anda tidak pernah menganggapnya seperti itu. Hanya saja, saya sangat menghargai wanita anda. Saya tahu benar bagaimana perasaan wanita apabila lelakinya menyukai wanita lain. Karena itu saya putuskan untuk pergi. Sakit. Itu pasti. Dan lagi, saya juga tidak mau melihat dia menyuguhkan status "sayang"nya untuk anda. Saya memang sempat cemburu setengah mati (kemarin) namun tiba-tiba entah ada angin apa, si Biru datang tanpa saya minta. Syukurlah. Paling tidak ada secercah sinar yang bakal membuat hidup saya lebih bahagia, di sini.

Terima kasih atas semuanya. Atas kejalangan yang pernah saya buat pada anda. Atas segala nasehat gila. Atas segala makian mematikan yang selalu anda tujukan pada saya. Atas keremangan yang pernah kita buat, terima kasih.....saya tertarik pada anda, saya menyukai anda. Hanya saja....saya harus sadar, saya orang ke tiga. Dan tidak mudah sekali menjadi orang ke tiga, apapun alasannya orang ke tiga tak pernah benar. Saya, yang pernah datang di kehidupan anda cukuplah menjadi bagian terkecil dari kisah hidup anda. Atau kalau anda begitu jijik pada saya, yah...lupakan dan buang jauh-jauh segala akses yang bisa membuat saya atau anda saling "melihat". Maaf sekali lagi jika saya tidak bisa bertahan dengan keremangan itu. Maafkan untuk semua kesalahan yang pernah saya perbuat pada anda.
Terima kasih banyak. Kembalilah pada kehidupan anda sebelumnya. Berbahagialah. Dan, anda menang. SELAMAT.

Satu kata terakhir untuk KEKASARAN anda sampai detik terakhir saya menulis ini secara baik-baik dan anda malah (seperti biasanya) mengumpat KOTOR, untukmu : FUCK YOU, BABY


Kepada terang :
Dengan berat hati saya harus katakan, saya minta maaf...
Saya sangat tahu benar bagaimana anda mencintai saya, bagaimana anda menyayangi saya. Hanya saja, saya benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa. Perasaan yang saya punya untuk anda adalah remang. Saya mengatakan anda terang, karena saya tahu dengan pasti bagaimana anda menganggap saya. Namun, saya harus berulang kali minta maaf karena menyakiti anda. Saya mohon, berhentilah menyiksa diri anda sendiri. Saya tidak meminta anda untuk melupakan saya, saya tidak menyuruh apapun kecuali tolong jangan siksa diri anda. Maafkan, saya tidak bisa membalas apa-apa. Saya tahu, anda sakit hati atas kelakuan saya. Hanya saja, ya seperti inilah saya. Anda tahu benar bagaimana saya kan? seorang egois dan keras kepala? Saya, wanita ini tidak lebih baik dari wanita yang mencintai anda dengan tulus itu. Cobalah, sekali saja buka hatimu. Bukankah tidak baik jika mencintai orang terlalu dalam?

Terima kasih atas cinta yang anda punya untuk saya, terimakasih untuk semuanya. Untuk ketabahan dan keikhlasan anda menerima saya apa adanya. Jujur, saya terlalu bejat untuk anda. Dan saya harap anda mendapatkan wanita yang sama dengan anda, wanita baik-baik pastinya. Terimakasih....maafkan jika saya tidak memilih anda. Kita tetap menjadi saudara kan? anda adalah sahabat saya.

Lanjutkan hidup anda, wahai sahabat. Saya menyayangi anda seperti saya menyayangi teman-teman yang lain.

Untuk remang dan terang :
Saya putuskan untuk tidak menjadikan kalian berdua sebagai sumber "kegilaan" saya, sebab jika saya melakukan "kegilaan" pada kalian, bakal ada yang sakit hati, segi empat emas. Saya care dengan terang, tapi tidak bisa mencintai terang. Saya suka pada remang, tapi saya tidak bisa melanjutkannya. Maka dari itu, saya memilih pergi dan memilih si Biru yang tiba-tiba datang tanpa saya minta. Yang membawa sesuatu untuk saya.
Saya akan bahagia. Pastinya. Bye.....


Saya yakin, si remang bakalan muntah membaca tulisan saya ini. Well, gak apa-apa kali ya? sekali dan untuk terakhir kali muntahlah. Kalau perlu muntah di lapak saya juga boleh. Asal, jangan lupa dibungkus plastik muntahannya dan jangan lupa untuk dibuang.



Read more »

November 29, 2011

Si Biru

tidak salah kan jika aku harus bergelayut dalam kebiruan yang kau ciptakan?
aku tidak mau remang, si abu-abu
juga tidak mau terang, si putih
aku ingin masuk dalam kegelapan yang kau ciptakan itu, Biru
biarkan aku masuk dan berdiam diri di sana :)

Aku melihatnya berbeda.
Gelitikan tulisan cadas dan apa adanya yang meletup dari dalam hatinya itu membuatmu merasa berbeda.
Sesuatu itu diam – diam mengusik sehariku.
Mencobaku untuk terus mengintip tulisan – tulisan gila itu.
Berjibaku dengan kejujuran yang keluar dari setiap katanya.
ah, kecewa hati lelaki ini meledak.
Gaya bahasanya yang natural memiliki daya magis untukku ingin terus membaca karya – karyanya.
Terkadang, aku ikut merasa sakit saat mencoba masuk lebih dalam ke setiap tulisannya.
Sang sastrawan menangis
Kesakitan merambati seluruh hatinya.
Kenangan itu


Sekedar memeluk tulisan itu ternyata tak lantas membuatku puas.
Hasrat lain pun muncul dari dalam diriku.
Menguar tanpa bisa dicegah sama sekali.
Sepenuhnya menuntut sesuatu yang lain .
Meledak tiap kali ku perhatikan sepasangan mata yang tertutupi acak adut rambut si penulisnya.
Dan kadang tak segan untukku ingin merasakan kelembutan jarinya.
Merasakan coretan tangannya tertujukan untukku dengan gaya bahasa yang lebih manis, tentunya.
Ah, aku terlalu bermimpi.
Dan lelaki jurusan sastra Indonesia ini membuatku sedikit…. Ah terpesona  :)

Biru ….

Aku sering menemukannya dalam tulisan - tulisan liar yang tertulis rapi di jajaran note orang – orang dalam lapak biruku.
Sering menemukannya di Bisikku Bukan Hantu dengan macam – macam kebiruan yang mengharu.
Keinginanku untuk menjamah tidak pada tulisanmu pun semakin membuncah, Biru
Gelora di ujung-ujung sarafku membuatku ngilu.
Ah, aku tergoda untuk menjelajahi kisah-kisah hidupmu.
Juga terdorong untuk mencoba memasuki hatimu yang kelabu itu.

Menyelami selubungan duniamu yang tampaknya begitu mempesona.
Bolehkah?
Bisakah?


Bisakah kita mulai sesuatu itu dengan sesuatu seperti ini? :)

Rentangkan tanganmu.
Buka lebar.
Agar aku bisa leluasa jatuh di pelukanmu.
Dan menikmati degup keras jantungmu di akhir senja.
Dan bergelayut manja di sana.

Dan menikmati aroma mint yang menguar dari tubuhmu.

Singsingkan lengan bajumu
Ajak aku berduet dengan waktu
Menari bersama kesempatan

Mari bermesraan dengan pasir
Mari berdansa bersama buih - buih putih
Lantai itu milik kita

Mari menari sampai pagi
Dan ketika fajar menyongsong di langit timur sana
Kecupkan salam termanis untukku, sekali saja


Namun lagi-lagi aku harus bertarung dengan sesuatu

Siap kalah seperti sebelumnya?
Entahlah, Biru
Namun,
Sematkan sesuatu padaku

Sesuatu itu, Biru
Read more »

November 24, 2011

Romance - Soulmate

Tolonglah berilah aku jalan
Untuk kembali dari sisi dunia
Yang gelap tanpamu kini
Saat kau pergi dari hidupku

Ku hanyut dalam mimpi-mimpiku
Saat kau pergi hilanglah semua
Tersesat aku melayang
Dan hilang bersama bintang-bintang

Malam ini ku menunggumu…
Kuslalu rindukan tuk bersamamu…

Reff
Oh cinta.. kau mutiara yang kucari
Semua yang tlah ada di diriku
Tlah hilang bersamamu…
Datanglah… cepatlah hadir disisiku
Jiwaku tlah hilang bersamamu
Peluk erat diriku…
Ow…Oh… Uh…
Read more »

November 23, 2011

Tuhan, Tolong

ku rasa getaran cinta
di setiap tatapan matanya
andai ku coba tuk berpaling
akankah sanggup ku hadapi kenyataan ini


oh tuhan tolonglah aku
jangan lah kau biarkan diriku
jatuh cinta kepadanya

sebab andai itu terjadi
akan ada hati yang terluka
tuhan tolong diriku


walaupun terasa indah
andaikan ku dapat juga dirinya
namun ku harus tetap bertahan
menjaga cinta yang tlah lebih dulu ku jalani


Berusaha memaknainya sendiri. Berusaha membacanya sendiri. Menganalisa masalah yang muncul dari dalam diri sendiri sebelum menemukan solusi pemecahan dan pengambilan keputusan yang tepat.
Di sinilah kepandaian berlogika diuji. Seberapa hebat dirimu membaca pikiranmu sendiri. Tidak hanya berusaha merasakan apa yang sedang terjadi, namun menemukan keganjilan yang pastinya akan didapatkan dan berusaha mencari solusi terbaiknya.

Pengambilan keputusan tidak terstruktur terjadi sini. Sebuah keputusan yang melibatkan subyektifitas pelakunya. Sebuah keputusan yang tidak jelas bagaimana struktur permasalahan dan pemecahan. Sebuah keputusan yang sangat tidak rutin terjadi di kehidupan dan tidak memiliki panduan dalam pemecahan. Abu-abu.

Sebelum pengambilan keputusan terjadi, dalam hal ini berkaitan dengan "isi hati", terlebih dahulu hendaknya seseorang mampu mengidentifikasikan problem yang sedang terjadi, apa problemnya dan bagaimana problem itu bisa muncul. Masalah hati, apa masalahnya? galau. Hati sedang galau ketika memikirkan si dia. Lalu bagaimana galau itu bisa muncul? Galau bisa terjadi ketika keadaan emosi seseorang sedang labil -ababil. Bisa jadi, kegalauan terjadi karena ekspresi berlebihan dari pelakunya (aku) juga. Terlalu banyak menonton film drama dan lagu-lagu sendu. Atau mungkin karena TREND galau itu sendiri yang sekarang menjamur di masyarakat (siapa sih yang menciptakan kata galau? *gatau)

Ketika sebuah problem kegalauan ditemukan, lalu muncullah beragam alternatif solusi untuk menghentikan kegalauan itu sendiri. Contohnya, coba hindari kontak telinga dengan lagu-lagu mellow, dan coba mulai dengarkan lagu-lagu rock, reggae, atau metal sekalian. Bisa juga pikirkan hal-hal indah. Mulai menonton drama komedi atau horor mungkin? Satu lagi, coba ajak bicara si dia biar hati tenang. Dan masih banyak alternatif pilihan pemecahan masalah galau.

Setelah alternatif solusi kegalauan diketahui, silakan dipilih, mana yang menurut kamu paling efektif dalam mengusir galau. Kemudian implementasikan, pastikan bahwa pilihan dari solusi pemecahan masalah galau karena cinta berjalan sesuai rencana.

Kenapa ngelantur bicara soal galau? Bukankah tadi menyinggung masalah "Tuhan, tolong" seperti lirik di atas? Entahlah. Lirik dan lagu itu muncul karena terjadinya kegalauan sebelumnya. Ketidaktahuan diri sendiri dalam memaknai perasaan macam apa yang sedang berkembang dan menuntut penyelesaian itulah yang menjadi penyebab galau.

Sesi curhat:
Suatu ketika, kamu merasakan sesuatu yang aneh yang tiba-tiba muncul ketika kamu tidak menemukan seseorang dalam lapak birumu. Ketika kamu....ah, sulit diungkapkan. Ketika kamu....mulai mencari yang tidak ada. Ketertarikan terjadi di sini. Ah. Galau lagi.

Ketertarikan terjadi di sini. Sepertinya yang tertarik hanya seorangnya saja. Aku. Ya. Aku sedang tertarik dengan seorang lelaki (beberapa hari yang lalu). Tahu gak sih bagaimana rasanya tertarik? Sulit dijelaskan. Seperti ini....ehm, ketika kamu....tadi sudah dijelaskan....tertarik adalah permulaan dari sebuah hubungan, kombinasi antara...apa ya? Begini, tertarik itu ketika kamu melihat seseorang itu luar biasa di matamu, berbeda dan unik, sehingga kamu merasa betah untuk melihat atau bahkan bercengkerama dengan dia. Well, sudah tahu kan tertarik? Itu loh...ya kamu merasa gemes dan geregetan gitu kalau ada dia. Tahu?

Setelah ketertarikan itu muncul, maka yang terjadi setelahnya adalah rasa ketergantungan. Waow. Ketika kamu mulai tidak bisa lagi menemukan dia dan bmengobrol ria dengan dia, pasti kamu akan mencarinya dan mulai merasakan RINDU. Nah, itu melibatkan rasa, perasaaan telah ikut campur di dalam sebuah ketertarikan. Ya. Seperti aku beberapa hari yang lalu. Dan level ini dinamakan sebagai suka. Hm, tapi aku ragu....apa aku suka padanya?

Setingkat lebih tinggi dari suka. Salah satu level dengan tingkat kegalauan tertinggi. Jatuh Cinta. Aku tidak mau jatuh cinta. Well, tahu bagaimana rasanya kan? Indah, iya. Sakit, juga iya. Lalu, pertanyaannya adalah....apa hubungannya dengan lirik lagu "Tuhan, Tolong"? Begini, seperti yang tertulis jelas di dalam lirik itu, Tuhan, ehm....tau ah, gelap.

Jadi intinya adalah aku terlalu takut dan mungkin belum bisa untuk mendefinisikaan dan mengidentifikasikan problem yang muncul ini, maka dari itu aku tidak bisa mengambil keputusan dengan benar. BUTA.
Aku cuma tidak mau melangkah lebih jauh saja, sebab ini semua bakal sia-sia dan .....endinganya pasti sakit hati saja. Hahahaha.
So, enjoy aja lah. Nikmati perasaan yang ada tanpa mengusik hubungan siapapun.

Masalah suka? Biar jadi urusanku saja.
Kalau ada yang tanya, "apa kau menyukainya?"
aku hanya bisa menjawab "Tau ah, gelap"
Read more »

untittle

butir halus itu menyemai.
mulai menyembul ke permukaan.

tanpa ragu menguap
menyebarkan noktah noktah

sedikit ujung raganya mengudara.
menghentak perlahan tubuh-tubuh ringkih tak berdaya.

terpengarah pada cahaya malam.
sedikit silau tertahan sentuhan.

menikmati rasa tertahan.
yang semua berakhir dengan kelam.

hanya aku menangis saja
bersama bayang sendu raga

tertikam sebilah ragu
menghantar penyakitan pilu

teriring tangis haru
segala bimbang bercampur jadi satu.

kepada makhluk bernyawa.
ku persembahkan cinta.


Read more »

November 22, 2011

Ruang Rindu

Persekutuan antara perasaku tidak berhenti sampai di situ, sebab segalanya akan tetep seperti itu selama kejalangan masih berdiam di sini, hati.

Sesuatu menyapu wajahku, sejuk. Angin semilir menggelepar, membuatku tanpa ragu menutup mata demi merasakan kenikmatan belaiannya. Di bawah teduh pohon mangga satu-satunya di antara semak yang menutupi aliran sungai kecil itu aku tertidur, menidurkan diri, merebahkan punggung di atas rerumputan liar. Headset mungil warna hitam masih menancap di kedua telingaku. Sekumpulan bunyian merdu mengalun indah, melodinya bermain-main lincah. Apik didengar telinga.

Di daun yang ikut mengalir lembut. Terbawa sungai ke ujung mata. Dan aku mulai takut terbawa cinta. Menghirup rindu yang sesakkan dada.

Mataku terbuka, pelan. Mencoba mengumpulkan sinar. Mengerjap-ngerjap pelan. Lalu ku perhatikan langit di atas sana. Biru. Di sisi langit lain ku lihat gumpalan awan putih menjelma menjadi sekelompok kawanan sapi. Sapi? Dahiku mengernyit. Kok sapi? Bibirku mengerucut. Lalu aku bangkit dan mendongak ke arah langit sebelah utara itu. Mengucek-ucek mataku yang pandangnya masih belum sepenuhnya normal. Kenapa semakin dikucek semakin timbul banyak bayangan sapi? Ah...kenapa harus sapi?

Bayangan lelaki itu muncul tiba-tiba. Di depanku. Seorang lelaki tanggung dua puluhan tahun sedang berjongkok memperhatikan tanganku yang tengah menari-nari di atas keyboard. Dengan kaca mata lebar frame hitam kotak itu dia memperhatikan setiap gerakan tanganku dengan seksama. Tak ada yang tertinggal. Bahkan ketika nyamuk berhasil menggigit tanganku, dia tahu. Sejenak disandarkannya dagu kecilnya ke meja lalu merebahkan kepalanya kemudian. Aku meliriknya sekilas melalui celah kaca mataku. Aku tersenyum geli mendapati dirinya tengah menguap.
"pulanglah....kau pasti lelah" bujukku tanpa meninggalkan mata dari layar laptop.
"nanti ah, nanggung...." balasnya tanpa mengacuhkan omonganku. Lalu setengah jahil dia memainkan puplen yang tergeletak di atas meja. Tok Tok Tok. Sampai menimbulkan bunyian menjengkelkan.
"sapi....berisik ah, nggak konsen nih" gerutuku tanpa menghentikan ketikanku.
"biarin. Emang lagi nulis apaan sih? serius amat? sampai aku dicuekin? lama nih nunggunya" dia merajuk
"siapa yang menyuruhmu menunggu? bukannya dari sejam yang lalu aku telah memintamu untuk pulang?" Kali ini aku harus melihatnya, mau tidak mau memandang wajah konyolnya yang menggemaskan itu.
"aku mau pulang bareng kamu" jawabnya singkat.
"aku masih lama pi, tugasku banyak, harus diselesaikan sekarang juga"
"gak bisa diselesaikan di kos saja?"
"gak bisa. Aku musti browshing terus. Modem lagi nggak ada pulsanya. Aku butuh wi-fi. Di kantin kan 24 jam. Jad........" belum sempat melanjutkan kalimatku, dia telah menutup paksa laptopku, sambil tersenyum penuh kemenangan, dia mengambil paksa laptop dan menaruhnya ke dalam ransel yang tergeletak di samping kanan meja dan menaruhnya di pundak. Aku berteriak padanya.
"sapiiiii!! apa-apaan sih? tugasku....arch......"
Tanpa berkata apapun, dia menyeret lenganku, memaksaku untuk mengikuti langkah panjangnya.
"sapi, tugasku! sialan. ilang itu ntar. Ya ampun...." aku memukul-mukul kecil bahunya.
"diam!" tiba-tiba suaranya meninggi. lalu dihentikannya langkah kakinyanya sampai membuatku tanpa sengaja menginjak kaki kanannya. Dilihatnya aku dengan gusar.
"apa?" aku menatapnya judes. Dia menatapku aneh.
"Paris"
Ces. Jantungku rasanya meninggalkan rongga dada, seperti masuk ke perut dan menghentak-hentak tak karuan. Detakannya membuat perutku mulas. Sampai keringat dingin mengucur. Kabar buruk muncul.

Jalanku hampa dan ku sentuh dia. Terasa hangat oh di dalam hati. Ku pegang erat dan ku halangi waktu. Tak urung jua ku lihatnya pergi

Ku tutup mataku lagi. Berharap bayangan lelaki itu menghilang. Dadaku berdebar ringan. Denyutannya normal namun cukup baik untuk membuat sebagian tubuhku terguncang. Ku telan ludahku sendiri. Ku hela napas panjang lalu membuangnya perlahan. Mataku terbuka lagi. Dan pemandangan malam itu muncul lagi.

Lama aku mencoba mencerna kalimat terkahirnya di lapangan basket tadi. Aku sempat menggigit bibir bawahku saat telah benar-benar menyadari tidak ada gurauan di dalam kalimat-kalimatnya. Dan aku sedang tidak bermimpi.
"baby....maafkan aku karena telat memberitahu ini. Bukan maksudku untuk mengagetkanmu. Bukan. Aku hanya berpikir bahwa...bahwa inilah waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya. Ehm....jangan menangis ya.....kita masih bisa ketemu kok, kan ada YM, ada facebook, ada twitter, ada koprol. Ya kan?" Safi berusaha tersenyum, mencoba meremas tanganku agar aku tenang, namun segalanya malah tak menjadi tenang setelah mendengar perkataannya tentang Paris, kota impianmu.

Dua hari sejak perkataannya tentang Paris. Aku mengurung diri. Tidak menerima sms atau panggilannya. Dan bahkan menolak untuk menemuinya. Aku tak peduli. Kejahatanmu terlalu besar. Kesalahanmu tak terampuni. Aku tak ingin menemuinya lagi. Paris telah membuatku benar-benar jengkel sebelum aku mendengar teriakanmu siang itu.

"kalau kamu gamau buka pintu kamar, ya sudah. Hm, aku berangkat jam 3 sore nanti by.....datang ke bandara ya, kalau sempat. Oya, aku mau memberimu ini. Aku taruh di rak sepatu ya By...aku pulang. Bye Baby Gracia....eh sorry, bukan Bye tapi See You. Kalau bye, aku nggak bisa ketemu kamu lagi donk By. See You ya, By...I'll miss you"
Aku tersenyum geli mendengar ucapan perpisahan darinya dari balik pintu kamarku yang terkunci. Safi....sapi gila. Di saat perpisahan seperti ini masih saja melucu. Namun, senyum tak bertahan lama di bibirku, sebab sesaat setelahnya aku menangis. Tubuhku melorot di lantai. Ku cengkeram kerah bajuku, mencoba menahan sakit. Hei, jangan menangis.


Tak pernah ku ragu dan selalu ku ingat. Kerlingan matamu dan sentuhan hangat. Ku saat itu takut mencari makna. Tumbuhkan rasa yang sesakkan dada.

Kembali menekuri memori dua tahun lalu. Kembali merasakan sakitnya kehilangan. Bersama desau angin yang melambai-lambaikan rerumputan gajah liar, ku benamkan seluruh perasaku ke sana. Mencoba mengingat segala kejadian yang terekam dengan sempurna bersama Safi, lelaki cerdas dengan mulut cadas, seorang pengguru yang hebat, seorang penutur yang ulung, seorang kocak, seorang gila. Tiba-tiba saja hawa gerah menyelubungi tubuhku meskipun jelas-jelas angin tidak malas untuk bergejolak. Seluruh tubuhku seperti tertikam gersang. Semua terasa panas. Bahkan terik matahari di atas sana tak sampai hati membuat keringatku mengucur deras, namun perjalanan singkat ini membuat peluhku jatuh berlarian, berjatuhan, dan membuat poniku menggumpal.

Sesaat kemudian, setelah tak ada suaranya lagi. Aku berdiri dan membuka kuncian pintu kamarku. Ingin melihat sesuatu yang dititipkan Safi di rak sepatu. Namun sebelum aku melongok ke rak, jantungku melonjak tak keruan ketika ku dapati Safi masih berdiri di depan pintu kamarku lengkap dengan senyumnya. Tanpa aba-aba aku memutar tubuhku. Menyembunyikan sesuatu yang tak boleh dilihatnya.


Debar aneh menelusup dada. Meringkuk. Memberontak saat mencoba ku bangunkan. Ingin rasanya meninju kuat-kuat sesuatu yang menumbuh tiba-tiba di dalam hati. Rasa itu muncul tanpa sempat ku cegah sama sekali. Duhai waktu, aku ingin memberontak padamu. Kenapa putar jam begitu cepat? Kenapa per jamnya hanya 3600 sekon? kenapa tidak 3.600.000 sekon saja? Ah, andai....andai aku bisa memutar balikkan waktu. Tak akan ku biarkan lelaki ini pergi. Hey, aku ingin dia tetap di sini. Meskipun kadang tingkah gilanya membuatku ikut gila namun aku menyukainya.


Kau datang dan pergi oh begitu saja. Semua ku terima apa adanya. Mata terpejam dan hati menggumam. Di ruang rindu kita bertemu.

Ku pukul-pukul tanah bertikar rumput itu. Mencoba melampiaskan kekesalan yang masih menggunung di dalam hati. Mencabut paksa rumput-rumput dini yang baru beberapa hari meninggi. Lagi-lagi aku memberontak, bukan pada waktu, namun pada rindu. Aku merindukanmu.
Aku merindukan setiap tutur busuk yang keluar dari bibirmu. Juga gumam tak jelas yang kadang meluncur saat aku sedang merasakan cinta. Seperti katamu dulu, dan jalang ketika cinta mulai masuk ke dalam ruas-ruas hatimu. Seperti kata pengguru yang meludahi setiap kata soal cinta. Ini omong kosong. Dia perbudaki otakmu sendiri dengan kelainan perasamu.

Sekarang, aku adalah jalang. Sebab telah merindukanmu dengan kejalangan itu.
Read more »

November 21, 2011

Aku Terbiasa

karena aku terbiasa jatuh, karena aku terbiasa terluka, karena aku terbiasa sakit, karena aku terbiasa menangis. karena itu, aku baik-baik saja.

Ku telusuri jalanan pangsud sampai raya darmo sepanjang sore tadi. Seperti biasanya, aku sendirian saja. Ditemani mp3 butut sambil bersiul sesekali. Ditemani pekak klakson-klakson kendaran yang tanpa ampun membisingkan jalan. Ditemani asap pekat yang membumbung di angkasa. Ditemani....kamu, malaikat kecil yang terus berlarian kecil di sampingku, senyum simpulmu menguatkan langkah gontaiku.


Lututku tiba-tiba melemas, persendianku rasanya terlolosi. Aku limbung dan hampir tersungkur di atas badan jalan. Tubuhku gemetar mencari pegangan. Lalu ku robohkan sebagian tubuhku di trotoar lebar depan rumah sakit Darmo. Mataku berair. Merabun seketika pandangku. Dadaku sesak. Aku terisak.


Napasku tersengal. Sesuatu mencengkeram kuat dadaku. Tenggorokanku sakit bukan main menahan tangis. Aku ingin berteriak pada setiap orang, aku ingin berontak padaNya, melampiaskan kekesalan yang telah naik sampai ke ubun. Aku ingin memaki. Ingin menjerti pada langit.

Tak ada wewangian, pun harum mawar, pun parfum seperti biasanya yang ku pakai. Tak ada ranjang tidur seperti di kamarku, tak ada meja, tak ada kursi. Aku meraba, cuma sepetakan bilik tanpa jendela.

Aku mencium sesuatu yang tak pernah tercium oleh inderaku sebelumnya. Bukan obat, bukan juga rumah sakit. Pengap. Aku hampir kehilangan napas. Dimana oksigen? dimana? aku hampir kehilangan napas.

Aku tak bisa melihat apapun, bahkan dari jarak pandang satu meter sekalipun. Padahal mataku telah melebar selebar-lebarnya. Ini dimana? kenapa semuanya gelap? buta kah aku?

Aku terisak sendiri di atas jembatan penyeberangan raya darmo dengan keadaan mata tertutup. Aku mengigau. Aku terbangun. Aku menengok kiri kanan. Jalanan ramai, langit masih di atas sana. Dan semuanya terang. Lalu ku sembunyikan kepalaku, menunduk memeluk lutut. Aku terisak, lagi.


oh, ini sakit Tuhan, sakitnya melebihi apapun, melebihi kehilangan seorang lelaki sekalipun.
tiba-tiba saja seorang anak jalanan menghampiriku. Tahu aku terisak, seketika dia lagsung menunduk, memperhatikan wajahku yang basah "kakak kenapa ?"


gadis kecil penjual koran berusia sekitar delapan tahun itu mengamati wajahku yang kusut. aku tersenyum padanya "gak apa2 kok dek, kakak cuma sedih aja" . 

dengan antusias dia bertanya lagi "sedih kenapa kak?". 
setelah mendesah sekali baru ku jawab "kakak merasa gagal" . 
dia bertanya lagi "gagal kenapa kak?" 
aku tersenyum padanya "gagal karena jadi anak bodoh dan tidak berguna" . 
dia bingung dengan jawabanku, aku lihat dahinya mengernyit tidak mengerti..  
sudah ya, jangan tanya lagi atau aku akan benar-benar menangis

lalu aku bangkit dari dudukku dan menyodorkan uang lima ribuan kepadanya. sambil tersenyum aku berkata "kakak beli korannya, tapi korannya buat adek aja" dia melompat girang. sambil berlalu aku masih bisa mendengarnya berteriak "kakak, terimakasih...." ku hentikan langkahku sejenak, lalu memutar bahuku dan melambaikan tangan untuknya. dalam hati aku berkata "jangan jadi sepertiku sayang, kau lebih berguna daripadaku, sesungguhnya..." dan dadaku kembali sesak, terguncang, sakit.

aku sudah berdiri di depan gramed. ada rasa enggan untuk memasukinya. namun aku harus masuk. aku ingin menenangkan diri. aku ingin berkutat dengan puluhan novel yang telah menantiku di rak-rak toko buku. aku ingin menyudutkan diriku di dalam sana. ya, menyendirikan diri dalam kesendirian...


karena aku terbiasa jatuh, karena aku terbiasa terluka, karena aku terbiasa sakit, karena aku terbiasa menangis. karena itu, aku baik-baik saja.


aku baik-baik saja. percayalah. jangan lagi kau bualkan katamu padaku dengan selentikan "semangat ya, sabar ya". oh, aku tidak membutuhkannya. aku telah terbiasa seperti ini. jiwaku lebih kuat dari apa yang kau bayangkan. aku lebih tegar dari apa yang kau pikirkan. biasa saja menanggapinya, jangan berlebihan. jangan menganggapku seolah rapuh dan patut dikasihani. aku bisa. sebab aku masih berdiri dengan kedua kakiku sendiri....


jangan menangis gadisku yang manis, jangan menangis sayang....semua akibat karena sebab, semua berjalan beriringan, hubungan timbal balik selalu ada, setiap kesalahan ada hukuman. bukankah kita telah mengerti? dan bukankah Tuhan telah menciptakan keadilan di sini? :')

aku memang terbiasa jatuh. namun, aku tidak pernah lupa bagaimana caranya berdiri (lagi)
aku baik-baik saja
Read more »

November 16, 2011

Terpenjara

Bersembunyi di balik tudung jaket coklat tebal, 
membiarkan pelupuk mata tertutup sebagian, 
menghimpit badan di pojok ruang berpetak. 
lalu bertanya pada malam, 
kemana larinya terang yang menyangga bumi tadi siang ? 

Memutar kepala, 
menengok kiri kanan mencari kepastian. 
Meraba pergelangan tangan, 
melirik arloji yang terpasang. 
Lalu menggerutu ringan, 
"sampai kapan aku di sini?"

Duduk dengan satu kaki 
menjuntai di tepi ranjang reot 
di sebuah bilik berpenghuni laba-laba beserta sarangnya. 
terkurung bersama debu yang menebal di atas meja dan kursi sebelahnya. 
tak ada nyawa yang bebas menahan napas di sana. 
sebab indera tak dapat jalan apa-apa untuk meraba udara. 
pengap...

pekik tolong menggema dalam ruang. 
tak ada sahut, pun juga sapa...
aku terpenjara.

Dan pada malam yang kelam, 
bersama debu dan teman - temannya, 
ku habiskan sisa malamku dengan ragu, 
akankah aku tetap di sini seperti musim yang lalu ? 
dan aku tak tahu itu
Read more »

November 15, 2011

Di Sisi Ke Tigamu

menjadi ke tiga adalah hal yang paling tidak diinginkan

Dan kepada belati ingin ditikamkan ujungnya ke dalam perut lelaki yang tegah tegak berdiri di hadapannya. Lelaki yang sedang mengatur napas setelah berlarian mencoba menemukan wanita yang kini setengah berdiri menyandarkan punggungnya ke dinding sebelah jendela yang mengarah langsung ke tumpukan rumah-rumah susun, yang sekarang tampak gusar. Sejam yang lalu, pintu apartemen diketuknya, tak ada suara, bahkan panggilan telpon tak mendapat jawaban.

Sang Ibu menelepon dengan panik, menanyakan dimana anak semata wayangnya kepada laki-laki yang kini tengah bersantai bersama seorang wanita di balkon rumah yang menghadap senja langit Jakarta. Diraihnya dengan segera mantel cokelat yang menggantung di sisi pintu kamar. Tak dihiraukannya tatap ganjil wanita itu. Namun sebelum sempat dia membuka pintu kamar, ditatapnya mata wanitanya dengan iba, seperti meminta persetujuan tanpa suara. Dan wanita itu mengangguk. Mengiyakan kepergian lelakinya. Namun, dalam hatinya tetap gundah. Ada sesuatu yang dia takutkan bakal terjadi.

Dihempaskannya mantel cokelat itu di sembarang tempat. Lalu menggulung lengan-lengan kemejanya. Dan mulai bergerak ingin menghampiri si wanita. Namun, sebelum sempat melangkah, suara serak wanita itu membuatnya mundur selangkah.

"diam di situ!" pinta wanita itu geram. Matanya liar mengerikan. Lelaki itu takjub dengan apa yang dilihatnya. Wanita itu tak memiliki sinar teduh lagi. Tatapannya dalam, menakutkan. Suara wanita itu tak sehangat beberapa waktu lalu. Ada sesuatu yang hilang darinya. Pendar itu....

"jangan melakukan tindakan bodoh, Puspita...." bujuk lelaki itu lembut. Tatapannya. Ah, tatapan itu membuat wanita itu mual. Berani-beraninya dia menatapku seperti itu. Segera dijatuhkannya pandangan matanya ke arah korden di samping kirinya. Kedua tangannya masih tersembunyi di belakang punggung. Memegang belati yang siap untuk menghunus lelaki di hadapannya.

"puspita....dengarkan aku....jika ada masalah, bisa kita bicarakan dengan baik-baik kan?" seru lelaki itu sambil melangkah satu kaki ke depan. Hati - hati dia menggerak-gerakkan tangannya memberi isyarat tenang kepada wanita di depannya. Namun, wanita itu sudah hampir melesat ke seberang kusen jendela sebelum lelaki itu itu mendekat.

"diam di situ Son! sudah aku bilang diam di situ saja! jangan mendekat padaku atau aku akan melompat!"suara wanita itu bergetar memegang korden. Dilihatnya lelaki di hadapannya dengan gemas. Lelaki sialan.

"pus...jangan nekat! kamu kenapa sih? bilang padaku ada masalah apa?" lelaki itu mengoyak rambutnya dengan gemas.

Puspita membuka penutup pisau kecil itu. Sejenak dipandangnya ujung pisau yang berkilatan ditempa cahaya dari jendela. Soni memekik kaget.
"Pus.....apa itu? apa yang akan kau lakukan? jangan nekat Pus!" Sekonyong-konyong Soni berusaha mendekat namun yang ada Puspita malah mengancam, siap menghunuskan pisau itu ke perut Soni.

Dua linangan air mata terlihat di pipi-pipi Puspita. Meskipun rambut panjangnya hampir menghalangi Soni untuk menatap kedua mata wanita itu, namun Soni masih bisa melihat sesuatu yang mengerikan terjadi dalam hidup wanita itu, gadis kecilnya.

Puspita kini mengerang. Meraung kesetanan. Dia berteriak. Mengumpat. Soni yang masih terdiam bingung semakin bertambah bingung. Ketika lengan Puspita terlihat sedikit lemah, diraihnya dengan sekali sentak pisau kecil itu dan membuangnya ke luar jendela. Semoga tidak ada orang di bawah sana. Harap Soni dalam hati. Puspita yang tanpa daya melihat Soni membuang pisaunya, serentak ingin menghambur ke jendela namun Soni lebih cepat dari yang dia kira. Diraihnya tubuh kecil Puspita. Didorongnya sampai jatuh telentang di atas kasur. Buru-buru Soni menutup jendela dan menguncinya rapat.

Puspita yang terengah-engah di atas kasur tak dapat berbuat apa-apa. Hanya matanya berkeliaran. Kedua tangannya mengepal siap meninju siapapun yang ada di hadapannya. Soni yang berkacak pinggang di depan Puspita amat menyesal dengan kejadian ini. Dia mulai sadar dan tahu apa yang sedang terjadi pada Puspita. Soni seperti menyadari sesuatu. Lalu, Tanpa Puspita duga, Soni berlutut di hadapannya. Mencengkeram kuat kepalanya. Menjambak rambut ikalnya.

Puspita yang masih memiliki kesadaran penuh, bangkit dan menengok Soni yang tertunduk di bawah sana. Tanpa ragu Puspita meringsek mendekati Soni. Dia berdiri di hadapan Soni. Matanya merah. Gurat kekesalan masih memayungi wajah tanpa riasnya. Senyum kecut bertengger di ujung bibir mungilnya. Soni Wijaya. Berlututkah kau di hadapanku? Aroma kebencian menyeruak ke dalam dada wanita itu. Sudah ku duga kau bakal melakukannya. Kau akan menangis di hadapanku untuk meminta pengampunan. Dan aku hanya akan tertawa saja.


Soni meraih betis Puspita dengan gemas. Ditubruknya tubuh wanita itu sampai terjungkal kebelakang dan terduduk di pinggiran kasur. Dipegangnya kuat-kuat dengkul wanita itu.

"ampuni aku......"

Diraihnya dagu lelaki itu. Dan terkejut Puspita ketika melihat Soni menangis. Puspita menggelengkan kepalanya pelan. Ditahannya air mata yang sudah hampir 
"maafkan aku Pus....." tiba-tiba Soni meraih tangan Puspita. Meremasnya dan menciumnya. Puspita hanya diam. Tidak mempedulikan Soni, apalagi membalas remasan tangannya.

"aku yang membuatmu seperti ini....aku yang salah"
Puspita menepis kasar tangan Soni. Jiwa Puspita memang terguncang. Namun, dia masih sadar dan tahu apa yang harus dia lakukan. Sekali dia membuka tangannya, semua akan kembali seperti semula. Rasa itu akan kembali ada. Dan menjadi peran sebagai orang ketiga tentu akan tersemat lagi ke dadanya. dan Puspita tidak mau.

"pulanglah. Aku tidak membutuhkan pengakuanmu. Juga tidak memerlukan permintaan maafmu"
Tiba-tiba Soni bangkit dan meraih tubuh Puspita. Memeluknya dengan erat. Mengelus punggungnya dengan pelan-pelan. Sekonyong-konyong wanita di hadapannya itu tersentak kaget. Rasa benci itu masih berkobar. Beriringan dengan cinta itu sendiri. Puspita merasakan lagi sentuhan hangat Soni. Dia kembali merasakan getar halus yang selalu dia dapat ketika sedang berada di pelukan lelaki itu. Rasa nyaman itu membuatnya hampir lupa ketika tanpa sengaja bayangan resepsi itu menggelepar di dalam kepala Puspita. Didorongnya tubuh Soni sampai terdorong ke belakang, membuatnya tersungkur, jatuh di atas karpet.

"pulang!" suara Puspita melengking sampai Soni hampir tidak mengenali suara wanitanya sendiri.
"pulang dan urus istrimu! Jangan pernah kemari lagi. Sekalipun aku menghilang atau mati, itu bukan urusanmu. Yang pasti, jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di sini. Jika kau mencoba untuk menemuiku lagi, esoknya kau akan melihatku mati terkapar di lantai ini" mata Puspita berkilat, berkaca-kaca juga, air mata meleleh terus dari sana. Kedua tangannya mengepal siap melancarkan pukulan.

"aku mencintaimu pus...." suara Soni melemah.

"mencintaiku tapi kau mengawini wanita lain?" Puspita menyeringai buas.

"aku terpaksa. Perjodohan kami tidak bisa dibatalkan pus....mengertilah" Soni mencoba mencoba meraih punggung tangan Puspita dengan lembut, namun ditepisnya dengan kasar. Wanita di hadapannya berubah kasar. Gumam Soni dalam hati.

"aku sudah mencoba mengerti. Selama setahun aku mengerti. Selama setahun aku menunggumu putus dengan wanita itu. Tapi, mana janjimu?" geramnya dingin. Wajahnya kembali menakutkan.

Dan keduanya hanya saling terdiam. Dada keduanya sama-sama sesak. Sama-sama terisak. Sama - sama menyesali sesuatu. Cinta. Sesuatu yang membuat kehidupan mereka seperti neraka. Membuahkan pahit yang akan terkenang selamanya. 


Sebelum Soni meninggalkan apartemen itu, diraihnya puncak kepala Puspita, lalu menciumnya dengan lembut, "selamat tinggal, maaf aku tak bisa meninggalkan isteriku, namun aku mencintaimu Pus"
Tanpa menoleh lagi, Soni menyurukkan tubuhnya ke luar kamar. Menutup pintunya dengan pelan tanpa menoleh sama sekali. Puspita merasa ujung perutnya nyeri. Dadanya terguncang tak tertahankan. Dan setelah pintu tertutup rapat, Puspita melolong, menjerit.

Di mana-mana, sisi ke tiga memang tak pernah benar. Puspita yang datang di antara ke duanya. Puspita yang menawarkan cinta dan diterima dengan senang hati oleh Soni yang dilanda hubungan jarak jauh dengan Sasa. Dan ketika Sasa kembali, semuanya berubah menjadi rumit, Soni seperti tidak mau dan tidak bisa melepaskan Puspita, juga tidak bisa meninggalkan Sasa. Permainan itu dimulai. Sisi ke tiga menjadi tawaran terakhir bagi Puspita agar dia bisa bersama Soni terus. Dan Puspita tidak menyadari bahwa permainan yang dia mainkan tidak akan pernah dia menangkan. Sampai kapanpun. Sebab, dialah yang ke tiga.
Read more »

November 13, 2011

Sang Mawar

Telah tak berapa lama aku lihat lagi kuncup merah bermekaran di taman bunga belakang rumah.
Sesaat aku tertegun.
Terpana dengan geleparan kelopaknya yang mempesona.
Ah, aku hendak menyentuh satunya dengan ujung jariku ketika tanpa sengaja duri-duri kecil tersenggol telunjuk kananku.
Aw. Sakit.
Bulatan darah merah menyembul dari dalam kulitku.
Aku menengok, memperhatikan bagian kelopakmu
Ada duri-duri halus di sana.

Aku menjauh semeter.
Aku pandang lagi mekaran merah itu.
Cantik.
Kau tampak mempesona seperti kata kupu kepadamu semalam.
Kau seperti serangkaian makhluk anggun yang menghiasi pucuk-pucuk suluran mematikan.
Duri-duri dalam lingkaran batangmu kasat mata.
Seperti sebuah martil kecil tersembunyi di balik tumpukan jerami.

Cantik rupamu. Wangi tubuh anggunmu. Napsu inginku memilikimu.
Memetikmu satu dan membawamu berlalu. Kan ku suguhkan kamu di meja tamuku.

Namun ku lalai pada inderaku. Memburam penglihatku.
Tak menyadari segerombol pengawal melindungi tubuh ayumu,
Ada makhluk-makhluk lain di sana. Ah, sial.
Kecil. Halus. Tak teraba sepasangan mata
Ketidakhatian membuatku terluka.

Seperti mawar yang bermekaran. Seperti kepada duri dia meminta penjagaan. 
Kamu boleh melihat mekaranku. Tapi, jangan sekali-sekali mencoba menyentuh mahkotaku.

:Perkataan mawar kepada para pendosa:


Wahai para pendosa. Lakumu luar biasa
Paras ayu pemikatku mengalihkan duniamu
Elok berbumbu membuatmu syahdu
Tak jarang, matamu buas menggebu ingin menikamku
Jangan terbuai pada lekuk tubuh anggunku
Perhatikan sekitarku dulu
Sepotongan duri akan mendaging dalam kulitmu.

Kamu boleh memandangku sepuas hatimu.
Kamu boleh mengagumiku seperti kamu mengagumi bidadari.
Kamu boleh mengambil gambar-gambarku.
Namun,
Jangan membodohi dirimu sendiri dengan gampangan mengambil tubuhku dari tempatku berasal.
Sebab, bisa saja kamu akan terluka tiba-tiba.

Hentikan laku biadabmu untuk merengkuhku.
Biarkan aku berkubang dalam siklus hidup sementaraku.
Kecantikanku semu.
Kesia-siaan akan menghantui seluruh hidupmu jika kamu mengambilku.
Sebab aku hanya sementara.

Sebab aku hanya sementara.
Sebab aku hanya sementara.

Suatu ketika mekaranku akan melayu dengan sendirinya.
Seleksi membuatku mati.
Diam-diam akan runtuh segala dayaku.
Kecantikanku sirna.
Dan mahkotaku akan berguguran.
Terjerembab satu per satu ke tanah basah di bawah sana.

Kuncup
Bermekaran
Kelopak melebar
Anggun
Layu
Berguguran





Read more »

November 9, 2011

Suara Hati

Aku tidak pernah berpikir keras mengapa Allah SWT mengenalkanku denganmu, oh tidak bukan itu, lebih tepatnya adalah mengapa kau dikenalkan kepadaku lewat seorang teman terbaikku, A, karena kamu meminta padanya untuk mengenalkan teman yang suka menulis (sepertinya A telah salah memberikan kenalan padamu).
Aku juga tidak pernah menyangka bakal bertemu dengan seorang gila seperti kamu. Awalnya aku pikir kamu adalah seorang yang...ehm, lebih tua dari aku gara-gara aku melihat profil picture facebookmu yang tidak meyakinkan untuk diajak kenalan. Hm.....aku approve hanya gara-gara mutual friend kita adalah A. Lalu setelah itu aku mengabaikanmu sampai suatu ketika muncul Orang Bingung dan Ibn yang singgah di blogku. Aku pikir ini orang siapa sih? gila kali ya ketawa-ketawa sendiri gak jelas seperti ini? sampai suatu ketika kamu menyinggung masalah message di facebook. Ah...aku baru ingat kalau ada pesan yang aku abaikan, yang aku tunda untuk membalasnya. Setelah diingatkan oleh A, barulah setelah itu aku buka message dan mulai membalasnya.

Kesan pertama adalah : orang ini geje alias gak jelas banget. Namun seiring berjalannya waktu semua mulai terungkap, tujuannya jelas. Lalu setelah itu aku tidak tahu kapan tepatnya, kamu mulai intens komentar di postingan blog ku dan aku mulai nyaman dengan keberadaanmu. Aku pikir kamu adalah teman yang bisa diajak sharing masalah per-blog-an. Namun, entah kenapa lama-kelamaan terjadi KEKASARAN, secara tidak langsung. Kamu kasar. Gaya bahasamu buruk. Kamu sering mengataiku dengan bahasa yang buruk. Kamu tanpa malu dan sungkan mengungkapkan KEBODOHANku itu. Gaya bicaramu yang blak-blakan itu terkesan sonong namun sama sekali tidak membuatku sakit hati. Kesal dan jengkel itu pasti, gemes, geregetan pasti. Aku tahu, tujuanmu baik, kamu berusaha mengajakku untuk bangkit, mengingatkanku agar tidak menjadi wanita yang lemah, rapuh. Namun, lagi-lagi caramu salah. Menurutku bukan begitu. Kamu malah membuat GAP di antara kita semakin melebar. 

Baru kali ini ada seorang -jujur- luar biasa yang berani mengumbar KETOLOLANku dengan jelas, yang bisa dengan gamblang membaca kepribadianku yang buruk, seperti paranormal -mungkin- yang bisa menebak sisi lain kelemahan dari dunia -gelap-ku. Applause :)

Demi Allah aku terlihat sangat kecil di hadapanmu. SKAK. Aku benar-benar mati, seperti katamu, seperti apa yang sering kamu singgung, matio. Aku tidak punya daya untuk membalas segala perkataan kasarmu kecuali dengan kata-kata umpatan yang aku tahu. Setiap kamu memberikan sesuatu itu, aku berpikir keras, kamu benar, kamu tidak salah, hanya saja kamu terlalu kasar dalam pengungkapannya. Seharusnya kamu lebih halus padaku agar aku tidak merasa sangat ringkih di hadapanmu, agar tidak merasa sangat rendah. Jujur aku kesal padamu, hanya saja -jujur- aku seperti ketagihan pada segala kerusuhan bahasa yang kau buat setiap hari. Dan tanpa aku tahu aku mulai tergantung pada chat dan message gilamu itu.

Dan suatu ketika, kemarin kamu remove facebookku. Tidak tahu kenapa aku sangat sedih, sakit hati, jengkel setengah mati. Apa-apaan ini? bahkan aku pun tak luput dari menangis. Aku menangis. Yeah. Goblok kan? seperti katamu, seorang wanita fiksi yang irasional, dengan tindakan terbodohnya yaitu menangis. Cengeng. Iya....aku memang cengeng. Seharusnya kamu tahu sifat dasarku itu sebelum kamu berlaku kasar padaku.

Maafkan aku, aku tidak bisa mengimbangimu dalam berdiskusi. Maafkan aku karena tidak bisa kau ajak berdebat. Maafkan karena kedangkalan pikiranku ini semuanya terlihat sangat sulit bagimu. Maafkan karena kebutaan dan mimpi-mimpiku membuatku sulit berkomunikasi dneganmu. Bukankah aku pernah bilang kalau kita sangat berbeda? kamu jawab : beda atau saling melengkapi? Kamu tidak hanya melengkapi, kamu terlalu dominan dalam minoritas kedangkalan otakku. Lalu, apa kau sudah tahu dimana letak perbedaan kita? Aku tidak bisa mengimbangimu sebab gaya bahasamu terlalu tinggi untuk orang seawam aku, sebiasa aku. Kamu....-tidak perlu aku sebut- alumni pondok pesantren yang jelas tidak diragukan ilmu pengetahuan agamanya. Kamu....yang berhasil sekolah ke luar negeri, dan kamu dengan segala kesempurnaan ilmu pengetahuanmu di mataku itu membuatku terlihat sangat begitu bodoh dan kecil sampai aku tidak bisa bicara apapun dan hanya bisa diam merenung. Maaf ya....perbedaan kita terlalu mencolok, dan perbincangan kita selalu tidak asyik. Mohon dimaklumi karena aku tak se-luar biasa kamu. Hm, kamu pasti tidak puas telah menemukan lawan bicara sebodoh aku :)

Namun, aku harus mengakui banyak hal darimu. Dan aku juga harus bersyukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan malaikat kecil (lebih muda dariku) dalam kehidupanku yang sangat menyedihkan ini. Kamu, satu-satunya pria yang tidak punya sopan santun dengan khas kekasaran dan humoritas yang tinggi, yang tidak pernah aku tahu begitu luar biasa sampai seluruh kata-katamu menjadi sangat tinggi dan asing di telingaku. Terima kasih, telah mau berkunjung dan memberikan banyak hal padaku, mengingatkanku akan kebodohan yang aku ciptakan sendiri dengan gaya bahasa yang luar biasa gila. Kedatanganmu tidak pernah sia-sia. Tentu.


salam yang bisa aku tulis : aku senang bisa mengenal sosok luar biasa sepertimu :)
Read more »

November 8, 2011

Saying Goodbye??

No matter how I can describe this situation, my tears fall down...

Aku baru menyadari bahwa kamu telah pergi. Jujur, keterkejutanku ini berada di luar kontrol kendaliku. Aku tidak yakin bahwa reaksiku akan semenakjubkan ini. 

tapi aku harus jujur sebelumnya, harus mengakui bahwa kau luar biasa. bahwa aku memang bodoh dan tidak ada apa-apanya dibandingkan kamu :'(

oke. fine. u have been removed my FB. fine. oke. don't enter ma site again. I don't wanna see ur face! u have been gave the scar for me. damn. why should I be angry? annoyed? oke. go... I'll let u go. far awayyyy from me!
 
"hey, malam ini gue mewek. gue nangis. entah kenapa. tapi yang pasti malam ini gue emang harus nangis buat melepas kepergian si gila itu. gue baru sadar beberapa menit yang lalu, baru saja tahu bahwa dia udah ngeremove fb gue. fine. otomatis dada gue terguncang. damn. shit. gue maki lo. laki-laki sialan. laki-laki gak bertanggung jawab, setelah lo maki gue seenak lo, terus lo sekarang gitu aja? ninggalin gue saat gue butuh orang buat NYAMPAH-NYAMPAHIN gue? buat ngerusak MOOD gue tiap hari? but gue ketawa ngakak karena gaya bahasa loe yang NYABLAK dan apa adanya itu? oh Damn. kenapa gue bisa nangis sesek kaya' gini? seharusnya gue lega. gue seneng udah kagak ada lagi makhluk SIALAN yang saben hari ngerecokin hidup gue. tapi kenapa, kenapa rasanya jadi kaya' gini? kenapa gue ngerasa kehilangan? rasanya sakit DODOL!!!!"

"lo tuh laki-laki kurang ajar. lo tuh belum tuntas buat nyadarin gue. lo tuh masih punya banyak tanggungan buat ngasi support KASAR ke gue. lo tuh belum kelar buat bikin gue sadar. shit. kenapa lo mutusin pergi? gue ada salah? apa gue terlalu bandel? apa gue terlalu goblok sampe' lo capek ngurus dan beri nasehat ke gue dan lo mutusin buat pergi gitu aja? gitu kah? atau apa karena cewek lo yang keberatan karena lo sering maki-maki gue dan ngasi wejangan GILA ke gue? Ya Tuhan, gue nangis malam ini DODOL. gue nangis saat nulis ini KOPLAK. gue gak tau kenapa gue bisa nangis histeris kaya' gini. suer....rasanya sakit banget. sesek dada gue. kenapa sich gue gak sadar waktu kemarin lo bilang BYE. kenapa gue gak tahu kalau itu salam perpisahan dari lo? seharusnya lo bilang sama gue OON. seharusnya lo ngasih tau kalau lo mau pergi biar gue gak ngerasa kaya' gini. sialan. lo SIALAN. sepertinya gue jadi bener-bener ketergantungan sama lo. kenapa gue jadi kangen lo MAKI gue kaya gitu ya? Anjing lo"

"lo tuh makhluk sialan. makhluk paling BANGSAT yang pernah gue tau. lo yang ngajarin gue buat maki - maki seenak jidat ketika kesel sama orang atau sesuatu. lo juga yang ngajari gue buat ngomong KASAR, MISUH....arh...gue sekarang nangis OON"

No. I don't wann crying hard like this for u. It's so unfair. Why u letting me go if I still need ur words? God, this is so unfair for me. Give him back to me. back. back. I need him. I just knew that he is so.... :'(

"gue gatau musti bilang apalagi. gue bingung. otak gue mati. sebenarnya baru tadi, sebelum gue sadar kalau lo hapus FB gue, gue udah sedikit sadar dan ingin merubah pola pikir gue. gue ingin lo tau bahwa gue punya niat buat berubah. gue juga pengen lo liat gue sedikit jadi lebih baik. gue ingin pamer ke lo kalau gue bisa. gue bisa. gue bukan cewek TOLOL yang terus-terusan bisa lo kasih sumpah-serapah seperti itu. gue gak cuma bisa mimpi doang. gue juga pengen usaha. gue gak cuma tidur doang. gue pengen melek. gue pengen lo tahu kalau gue bisa IDUP. gue gak MATI"

"tapi akhirnya gue sadar satu hal....bahwa lo emang harus pergi dari gue. bahwa lo emang harus mengakhiri ini. lo tahu bahwa kelak gue bisa. bakal gue buktiin ke elo kalau gue gak cuma hoax doank. gue sakit hati sama lo karena lo udah ngeHINA gue. lo KOPLAK-KOPLAKin gue. lo BODOH-BODOHin gue. lo adalah satu-satunya orang gila dan sarap yang pernah gue temui. satu-satunya orang yang tanpa MALU bilang gue BEGO, TOLOL, GOBLOK. lo tuh makhluk paling KEJAM sedunia. lo tuh JAHAT :'(. tapi lo musti tau kalau gue bisa tanpa lo"

"Sial. kenapa gue mesti nangis gini? manusia macam lo mestinya gak gue tangisin. seharusnya gue musti seneng lo MINGGAT dari kehidupan gue. gue gak perlu nyesek kaya' gini sama manusia paling SADIS setelah gue. gue pikir gue paling sadis, gue paling kasar, tapi ternyata....ada yang lebih parah. LO"
gue masih ingat bener lo bilang kalau :  

"wanita = makhluk aneh, wanita = fiktif, wanita = irrasional. nah, itu semua potensi dasar untuk menjadikanmu bego"

gue bisa ingat semua kata - kata lo. semua wejangan gila lo. semua kata - kata kasar lo ke gue. thanks. makasih lo udah nyempatin diri buat mampir di kehidupan gue yang bobrok ini. makasih banyak buat semuanya. makasi....gue gak bisa bilang apa-apa selain makasih. lo emang makhluk luar biasa yang Tuhan ciptain, yang sempet Tuhan kirim ke gue. gue kasih lo standing applause buat ketajaman otak lo :'(

pahami kausa ke AKU anmu, baru aku bisa mengakui kebesaran hatimu. setelah itu, aku akan tersenyum melihat hidupmu. silahkan meratapi sejenak pola pemainanmu. pikirkan yang dalam dengan analisis dangkalmu. sedikit saja kau kikis media irasionalmu. oke, aku tinggal kau sejenak untuk beberapa jeda. bye. salam terakhirku. DIAM DAN RASAKAN. diam, untuk mengerti. dan rasakan kemana kaki harus mengarahkan perasanmu. semoga kau menjadi wanita besar dan tangguh esok hari. (chat terakhirmu)

and saying goodbye is the choosen way, the only way, the best way for this damn situation. bye...
don't look back, don't saying anything, don't trying to open my site(FB) again :'(

Read more »

November 4, 2011

Just Sending You A Note

dan jika kata cinta mudah diucap semudah menulisnya, akan aku lakukan sekarang juga...

Dan bahkan jika aku harus mengatakannya padamu secara terang - terangan, secara blak - blakan akan aku lakukan sekarang. Agar demi kau tahu perasaan macam apa yang selalu meninju ujung perut bawahku ketika aku berdiri di hadapanmu.Agar kau tahu bagaimana kemelut dadaku yang menyentak - nyentak tak karuan saat tanpa sengaja kita berpapasan dan kau menyunggingkan senyuman padaku. Damn. Ini gila. Bahkan aku akan jauh lebih gila memikirkan ini dari pada sekedar memikirkan soal hitungan akuntansi. Namun, semuanya terasa sulit untuk diungkapkan. Entah kenapa.

Di halaman parkir kampus yang sudah mulai sepi. Kita, aku dan kamu masih sama - sama terdiam. Tidak tahu harus memulai ini dari mana. Rasanya tenggorokanku tersumbat. Susah sekali lidahku bergerak. Dan seperti ada palu kecil yang menuntut jantungku bergerak liar tak beraturan. Sesekali aku tak bisa menyembunyikan keringat dingin yang membanjiri pelipisku. Kegusaran melandaku dengan hebat. Tanganku berkeringat. Rasanya aku ingin memukul kepalaku karena memiliki ide gila seperti ini.

Dan kamu, aku hanya melihatmu sekilas melirikku, memperhatikan tingkah konyolku yang kadang menendang-nendang udara di depanku, yang kadang menggaruk-garuk belakang kepalaku sendiri seperti seorang pekutuan. Damn. Wanita terindah ini mungkin akan berpikiran bahwa lelaki di hadapannya sedang mengalami gangguan "saraf" otak. Buat apa coba memintanya datang ke halaman parkir sesore ini setelah semua orang pulang dan hanya tersisa beberapa motor yang terparkir?

Wanita ini. Wanita lugu, polos, murah senyum, ramah, dengan gaya naturalis minimalis sederhana yang berhasil membuat duniaku bergetar dan bergempa dan sampai membolak-balikkan isinya. Yang berhasil membuat dunia kekutu-bukuanku berangsur lenyap. Yang berhasil membuatku mengendap-endap di ruang baca hanya sekedar untuk melihatnya menekuri laptop dan buku manajemen tebalnya. Yang berhasil membuatku merubah gaya dandanan menjadi sedikit maskulin, dan aku harus mati-matian berkonsultasi dengan teman gila seberang kamar agar penampilan "ndeso"ku berubah sedikit kekotaan, paling tidak berubah menjadi lebih baik dari gaya pakaianku dulu yang sedikit kampungan, hanya demi wanita ini. Ah, aku mulai gila.

Aku masih ingat ketika pertama kali aku meminta nomor handphonemu. Wajahmu bersemu merah, tersipu malu dan sedikit takut saat aku memberanikan diri menyodorkan handphone bututku padamu agar kamu mengetik sendiri nomormu di sana. Dan jujur, jantungku berlarian saat itu. Saat itu kamu sedang sendirian di ruang baca. Seperti biasanya-entah mengerjakan apa-dengan ditemani laptop dan buku - buku manajemen. Dengan berbingkai kaca mata frame putih tulang itu kau terlihat sangat menarik, sangat manis, dan sontak membuat dadaku berdebar. Rambutmu yang terurai menjuntai membuatmu bertambah seperti seorang dewi yang baru turun dari kayangan. Kamu, makhluk Tuhan paling cantik yang pernah aku temui. Ya Tuhan, rasanya perut bawahku bergejolak. Dadaku berdesir seketika hanya dengan memperhatikanmu dari jarak satu meter itu.

Dan setelah itu. Aku rajin mengirimu sms. Rajin menelponmu di pagi buta hanya sekedar untuk say hello dan bertanya basa-basi soal kuliah. Rajin menemanimu di ruang baca, meskipun kadang aku berbohong dengan berkata hanya kebetulan saja -setiap hari kebetulan. Rajin mengikuti beberapa kuliahmu, meskipun kadang pernah ketahuan dosen dan aku diusir dari kelas gara - gara aku bukan anak manajemen, dan saat itu aku melihatmu tertawa lebar, sungguh anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku bisa melihatmu tertawa seperti itu.


Ah, semua terjadi begitu saja. Dan aku harus cepat mendefinisikan perasaan yang lama-lama mengakar tumbuh di dalam hati ini. Aku harus cepat menerjemahkan ini semua. Dimulai dari rasa ketertarikanku saat pertama melihatmu di workshop Accounting jurusanku beberapa minggu lalu, dengan balutan jeans dan kemeja coklat muda dengan rambut tergerai sepinggang itu kau tampak mempesona. Mata cokelat khas Jawa dengan binar indahnya. Sungguh. Lalu setelah itu semua terjadi begitu saja. Aku mulai mabuk. Aku mulai kecanduan untuk bertemu denganmu setiap hari. Sampai aku harus rela bertanya ke seluruh kenalanku demi mendapatkan informasi tentang siapa kamu. Dan ternyata kamu bukan anak akuntansi, kamu manajemen.


Lama kelamaan perasaan ini tumbuh, entah aku mulai suka padamu sejak kapan tepatnya aku tidak tahu. Dan setelah sebulanan aku mendekatimu, ada rasa berbeda yang melebihi rasa suka. Aku jatuh cinta padamu.....sepertinya. Aku belum tahu ini apa, hanya saja rasa berbeda itu muncul seketika dan meluap - luap tanpa bisa dibendung seperti air bah yang tiba - tiba datang tanpa kita duga. Ada rasa rindu menggelayut di kalbu ketika aku tak menemuimu sehari saja.

Dan di halaman parkir ini aku ingin mengatakannya, aku ingin mengatakan padamu bahwa aku....bahwa aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, rasanya seluruh kalimat yang sudah tertata rapi semalam, yang sudah ku rangkai berjam-jam sampai aku tidak tidur menguap begitu saja setalh aku bertemu denganmu. Saat benar-benar melihatmu berdiri di depanku dengan jarak satu meter seperti ini dan tidak ada orang di sana membuat segalanya berantakan, kacau. Aku terlalu terpesona. Aku terlalu gugup.


Hai wanita paling cantik sedunia, aku cuma mau bilang....aku mencintaimu. Duh, susah sekali. Aku tidak bisa membiarkanmu berdiri di sana selama hampir setengah jam, kamu pasti lelah.
"Far...." akhirnya aku membuka suara. Lalu kamu mendongak.
"iya Fir..." Kamu menatapku. Oh sial. Farah, jangan menatapku seperti itu. Jujur aku bisa mati mendadak karena tatapan teduhmu itu. Sekarang saja jantungku berlarian tanpa henti.
"hm.....aku bingung mau ngomong apa" dengan sedikit cengengesan aku mengatakan itu. Dan lagi - lagi kamu tersenyum.
"duh Farah...jangan tersenyum dan memandangku seperti itu donk..." aku menutup mataku, takut Farah melihatku gugup karena tatapannya.
"lho...kenapa Firman, aku nggak boleh menatap kamu nih?" Nada suara Farah berubah sedikit datar. Cess. Adem.
"bukan begitu far...ehm, aku cuma....aku cuma nggak kuat aja...." Aku mengelak, membuang muka.
"nggak kuat kenapa Fir?"
Tiba-tiba handphone berdering. Ah sial ini orang merusak suasana. Tapi aku juga mengucap syukur juga sich dapat telpon, sedikit mengurangi kegugupan juga. Aku meminta izin Farah untuk mengangkat telpon dari Arya, teman gila seberang kamar.


"Far...maaf ya aku harus pulang....ehm....kamu ada yang jemput?" tanyaku basa-basi, meskipun sebenarnya aku tahu kamu jalan kaki.
Kamu menggeleng, tentu saja. Dan dalam hati aku menyeringai lebar.
"ayo pulang, aku antar kamu" pintaku sambil bergerak menuju motorku yang tidak jauh terparkir dari tempatku berdiri.
"lho...tadi katanya mau ngomong sesuatu yang penting?" aku melihat kegusaran di mata Farah, matanya berkeliaran resah.
"hehehe, maaf nggak jadi. Eh, bukannya nggak jadi sih. Aku hanya mau ngomong kalau...." kalimatku terhenti. Aduh. Ngomong apa ini? sia - sia saja donk kalau Farah sudah ke sini tapi aku tidak mengatakan apa - apa. Akhirnya si Jack Sparrow muncul di otakku.
"kamu ada waktu nggak? nonton Pirates Caribbean yuk...." Ya Farah, maaf aku bohong padamu. Sungguh, aku ingin mengatakan itu. Hanya saja lidahku kelu sekali. Rasanya seluruh kalimatku tertahan di tenggorokan dan tidak mau keluar.
"kenapa nggak sms aja sich Fir? cuma ngajak nonton aja minta ketemuan kaya' gini?" ucapmu sambil berjalan ke arahku, sudah siap untuk naik di belakangku.
"maaf....." ucapku saat Farah sudah duduk di belakangku.


Di depan kos Farah.
Aku masih terdiam. Kamu juga. Suasana canggung -entah dari mana datangnya- mulai merayap, udara sekitar mulai pengap. Tanganku berkeringat lagi. Aku deg-deg-an. Sial. aku nggak bisa ngomong.
"Far...bawa binder nggak?" tanyaku mengusir keheningan.
"Bawa, kenapa Fir?" jawabnya sambil menengok isi tasnya.
"minta satu lembar. Eh, sekalian sama bindernya aja deh...."
"buat apa?"
"rahasia"
Farah menyurukkan bindernya padaku.
"pulpen Far..."
Lalu aku mulai menulisnya.

"Sip...jangan dibuka sebelum aku benar - benar menghilang dari hadapanmu" pintaku sambil mengenakan helm. Farah hanya tersenyum, lalu mengangguk.
"aku pulang..."
"hati-hati Fir...."
Aku bisa melihat kamu melambaikan tangan dari kaca spion motorku. Maaf Far....aku tak bisa mengatakannya secara langsung. Bukan karena takut akan ditolak, entah ini karena aku tidak berani atau aku memang tak punya nyali. Hanya saja susah sekali untuk mengatakan bahwa aku jatuh cinta sama kamu.


Dan jika saja mengucapkan ini sama mudahnya seperti menulisnya, pasti dari tadi aku sudah melakukannya. Sayang sekali, mengatakannya tak semudah apa yang aku kira, tak semudah menulisnya.
Aku jatuh cinta sama kamu, Farah


Baru saja meletakkan tas di atas meja, handphoneku bunyi : Farah
Dengan ragu aku menekan tombol jawab. Suara wanita di seberang sana berdehem sebentar lalu mulai bicara singkat, padat, dan jelas :

"aku juga jatuh cinta sama kamu"


Klik. Sambungan terputus.


Aku masih berdiri dengan memegang handphoneku. Mataku membulat. Dahiku mengernyit. Aku mengedikkan bahu. Bibirku membentuk huruf O. Kepalaku menggeleng tak percaya. Lalu ku cubit pipi - pipiku bergantian. Setelah itu aku meninju udara, YES. Arch..........aku berteriak kesetanan di dalam kamar. Rasanya aku melambung, melayang sampai langit ke tujuh.


To: Farah
Besok jadi nonton ya....aku akan ngomong langsung :)


From: Farah
Yes :)
Read more »

November 1, 2011

Undefined Feeling

dan ketika rasa tak terdefinisi seperti ini, biarkan saja waktu yang akan menjawab definisinya sendiri....

Alika duduk mematung di depan Eki. Mulutnya terkatup, merapat bibirnya. Dia hanya mengaduk-aduk jus di depannya tanpa bergairah untuk menenggaknya. Matanya berkeliaran entah kemana, dan yang pasti menghindari mata Eki, lelaki yang baru dikenalnya selama seminggu namun telah berhasil mengaduk-aduk hatinya. Eki yang masih setia mengamati gerak-gerik Alika yang dirasanya terlihat janggal ini selama empat jam terakhir. Dari tadi tak dilihatnya wajah ceria ataupun mulut beo Alika seperti awal mereka bertemu. Mulai acara nonton sampai makan, Alika hanya bicara seperlunya dan malah seperti menghindari tatap mata dengannya.

Dalam hati Alika merutuki dirinya sendiri, kenapa bisa dia begitu bodohnya mengubah sikap di depan Eki ? ah sial, aku tak bisa menutupi perasaanku, dan aku harap Eki tidak tahu. Iya, Eki memang tidak tahu tentang apa yang dirasakan Alika, hanya saja dia tahu akan perubahan sikap Alika yang menurun drastis. Interval cerianya menurun dari level 9 menjadi 6.

Alika masih resah. Digaruknya belakang kepalanya dengan gemas sambil berteriak kecil.
"kenapa sich Al, aku perhatiin kamu kok jadi diem gini??" tanya Eki sambil menenggak air mineralnya.
"gapapa kok Ki" Alika menelan ludah saat tanpa sengaja memandang mata Eki. Alika bersumpah serapah kecil dalam hatinya. Mengutuk pertemuannya dengan Eki. Mengutuk adegan-adegan konyol yang berhasil mereka lakukan selama seminggu ini.

Andai kamu tahu Ki, aku begitu....ah ini perasaan apa namanya Ki? aku baru mengenalmu selama seminggu, namun terkadang dadaku berdesir sendiri ketika berada di dekatmu. Dan ada rasa rindu yang tiba-tiba menyergapku ketika aku tak berhasil menemuimu. Ya Tuhan...ini apa namanya? tolong jelaskan? Am I in love with Eki?

Tiba-tiba Eki mendekati wajah Alika, dan tanpa aba-aba apapun Eki meraih kepala Alika, memaksanya untuk mau tidak mau melihat mata Eki yang tepat membulat di hadapannya. Bayangan Eki tepat tergambar di bola mata Alika yang sedikit sipit itu.
"kau....menyukaiku Al?" Glek. Jantung Alika hampir keluar dari tempatnya. Eki, matamu....matamu kok bisa membaca pikiranku?
"kenapa kau bisa membaca pikiranku, Ki?" dengan polos Alika bertanya pada Eki yang disambut dengan sumringah senyum Lima jari khas Eki. Lalu Eki mempermainkan ujung mata kirinya, mengerling nakal pada Alika yang masih melongo.
"haaaa???" dan Alika hanya bisa mengerutkan dahi saat Eki menyeret lengannya untuk meninggalkan meja duduknya.
Alika memandang wajah Eki dari samping. Diperhatikannya wajah bersih lelaki itu. Diamatinya dengan jelas setiap garis wajah yang hampir mendekati sempurna itu. Alika mendesah. Apa yang aku suka dari pria ini?

Lalu dilihatnya lagi genggam tangan Eki padanya. Sepanjang jalan Eki terus menggamit tangannya. Tak membiarkannya terlepas. Namun Eki hanya diam saja. Tidak berusaha mengatakan sepatah kata apapun.
"kau benar menyukaiku Al?" tanya tiba-tiba Eki saat Alika sedang benar-benar menikmati wajah indah Eki, dan tentu saja membuat jantungnya berlarian lagi. Alika gugup setengah mati. Harus ku jawab apa ini?
"I don't know Ki, it's undefined feeling. hahahahahahahaha"
jawab Alika sambil terkekeh, sengaja untuk menutupi kegugupannya dan segera melenggang pergi meninggalkan Eki yang masih terdiam di tempatnya, berlarian kecil agar memberinya jarak dengan Eki.

"hei gadis gila, mau kemana ? tunggu...." teriak Eki setengah berlari mengejar Alika yang telah berada beberapa langkah di depannya.
"apa kau benar menyukaiku ?" tanya Eki sambil cengengesan di depan Alika dengan memasang wajah sok imutnya. Dan Alika hanya mengerucutkan bibir lalu menjulurkan lidahnya ke Eki.
"orang gila !" celetuk Eki pada Alika sambil mengacak-acak poni rambutnya.
"kamu tuh yang gila !" Alika memukul lengan kokoh Eki sambil terkekeh.
"dari dulu dech...." jawab Eki asal-asalan.

"demi Tuhan, aku tak tahu apa-apa dan tidak mau tahu soal perasaan apapun, sebab yang seperti ini jauh lebih baik dan lebih nyaman. bukan begitu Ki? aku tidak mau kehilangan momen seperti ini jika aku bisa mendefiniskan perasaanku padamu"

Alika melirik Eki yang telah berhasil merenggut paksa lengan kurusnya dan menyeretnya ke bioskop
"ampunnn......nonton lagi Ki?" Alika mengeluh, setengah berteriak.
"dasar gila, ini sudah ke tiga kalinya nonton Ki, kau mau nginep dibioskop apa? ini sudah jam 8 malam" Alika nyerocos sambil menginjak-injak keras lantai di bawahnya, namun lelaki yang diajak bicara sudah melenggang ringan ke tempat penjualan tiket tanpa rasa bersalah sedikitpun, berpura-pura tidak mendengar teriakan Alika.

"dasar orang gila" Alika mencengkeram tangannya sendiri, dan hendak memukul udara di hadapannya.
Alika bisa melihat punggung datar Eki dari jauh, bisa melihatnya seperti ini sudah bersyukur setengah mati. dan Alika pun tersenyum bangga bisa sedekat ini berhubungan dengan Eki.

Tuhan, jika rasa ini memang tak terdefinisi seperti apa yg ku pikirkan, tolong biarkan semua berjalan seperti ini dan tolong jangan ubah apapun yang ada dalam hubungan kami. kami bahagia seperti ini.

Read more »