March 19, 2012

Fiction

intim jejak menggelayuti ringkih kaki
bersemu sajak menguntit lagi
aku mendamba pada guyur hujan petang
tak sedikitpun rasa menjelma membahagia

sudah sekali buih menjemu menyatakan cinta
menunggu petisi mati pencaci
aku rubah segala janji
menggusur pendakwaan jalanan murahan

pagi menertawakan malam
sisa hujan meredakan sepi
bangkai langit menjuntai ngeri
persembahan mentari memburai kelam

laju teori memangkas degradasi semi
memburai jati dan menepi
hilang kabut tersapu malu
samar-samar menyulut haru

aku bertandang pada malam
mengurai cerita berakhir duka
pada petang ku sampaikan jalang
selagi gadis terbawa dendang

tertidur pulas memeluk mimpi
hilang kendali rohani
mencecap semu tanpa arti
lalu bangun menjumpai mati

gundah gelisah semu tak berwaktu
memamah diri menerkam hati
lunglai lemas berarak
mencoba kuasai hati tak beranak

memukul kesempatan
menendang kebersamaan
menyedih di batu nisan
tersenyum getir menerima penghargaan

aku melihatnya menangis
sudut matanya merah, darah
ujung bibirnya biru
lingkaran matanya mengadu
hendak memintakan rindu

semburat merah menyala di depan rumah
membakar fiksi bertabur janji
lalu mengaburkan diri
terbang mengangkasa bumi
 

5 komentar:

Post a Comment