December 29, 2012

When The Love Falls (Down)


salah satu cerpen yang diikutkan dalam sebuah sayembara Rumah Tulis Community (RTC)

Bukan tetes air dari langit yang jatuh di punggung tanganku. Itu air mataku sendiri yang tak kusadar sudah menjamah pipi dan menggelontor melewati sudut daguku dan akhirnya jatuh tanpa daya di tanganku yang tengah gemetar menahan deru kesakitan yang beterbangan di dalam hati. Kenapa? Satu kata itu saja yang sedari tadi muncul di dalam kepalaku, menari – nari tanpa jengah ke seluruh penjuru hingga akhirnya aku menangis begitu saja. Rasa sesak itu muncul bertubi – bertubi sampai membuat napasku tercekat.

Terduduk di lantai kamar dengan pandangan mata entah menuju ke mana. Jendela terbuka lebar. Angin kasar pertanda hujan akan tiba berangsur melesak masuk dan membuat beberapa tumpukan kertas di atas meja jatuh berserakan di lantai. Pohon kamboja menggugurkan bunga merah jambunya. Mereka jatuh satu per satu ke atas tanah basah berumput liar. Awan hitam memayungi langit yang beberapa jam tadi biru bersih tanpa noda. Terdengar gelegar menyeramkan dari langit selatan diikuti dengan sambaran kilat berwarna keemasan.

Aku tidak peduli dengan keadaan langit itu. Aku tidak peduli jikalau hujan turun dengan lebatnya dan membuat kamarku kembali dibanjiri air. Dan aku bahkan lebih tidak peduli lagi jikalau hujan merampas kesadaranku detik ini.

Hujan. Aku membencinya. Aku benci bau hujan. Sebab hujan mengingatkanku pada seseorang yang memberikan luka paling dalam.

Pikiranku bergerilya ke beberapa memori yang sedari mengusik kepalaku untuk dijelajah kembali. Satu per satu bayangan itu muncul tanpa bisa dikendali. Adegan – adegan lima bulan terakhir ketika masih bersama membuat paru – paruku nyaris menolak untuk dimasuki oksigen.

Prosesi penjemputan dan adegan berkeliling kota dalam keadaan basah kuyup berlarian tanpa lelah di kepala. Adegan bermain hujan di bawah mainan seluncuran di sebuah taman mengusik air mataku untuk kembali jatuh. Adegan menonton konser sebuah band ibukota di lapangan parkir kampus membuat dadaku semakin sesak. Adegan bercengkerama di bawah langit malam ditemani bulan penuh membuat segalanya bertambah menyesakkan. Dan ada adegan – adegan manis lain yang bertebaran liar sampai membentuk sekumpulan nyala api yang membakar hati.

Aku rindu. Sama seperti tanah – tanah gersang yang lama rindu akan bau hujan. Aku kangen sama kamu.

Akhirnya ku jatuhkan tubuhku ke lantai. Lembab. Aku merasakan kelembaban menjemput tubuhku. Air mata meluncur dalam diam hingga jatuh dalam bisu ke atas lantai yang dingin. Dada berdentum tak karuan. Semua rasa berkecamuk jadi satu. Sakit hati, sedih, kecewa, marah, dendam, rindu, cinta…..

Mataku panas. Ia tidak ingin membuka. Ia ingin terpejam saja dan berharap bahwa semua yang terjadi ini hanya mimpi belaka. Aku ingin tidur dan berharap bahwa ketika esok membuka mata, semua akan baik – baik saja dan tidak ada yang berubah.

Ku pejamkan mata sampai pada saatnya jantungku mendadak seperti digerogoti tikus – tikus menjijikkan yang berlarian dengan girang. Dan air mata membuncah tanpa bisa dicegah. Sakit menekan ulu hati sampai paru – paru mendadak enggan untuk mengangsurkan udara. Semua organ vitalku rasanya hendak terlolosi. Napas tercekat sampai di tenggorokan. Lidahku menggulung malas ketika diminta untuk berteriak barang sejenak. Aku sakit hati. Rasanya sakit sekali.

Arah pikiranku terbang menuju laki – laki itu. Dia yang seharusnya kali ini bersamaku untuk memulai sesuatu yang baru nyatanya pergi meninggalkan semua mimpi indah yang sudah ku bangun dengan percaya diri. Aku sudah membangunnya dengan rapi, merancangnya dengan sempurna. Namun, dia tiba – tiba jadi begini. Dia mengacuhkan semua panggilan dan smsku. Semuanya. Dan bahkan yang lebih membuat napasku hampir terhenti adalah perhatian yang dulu sering dia berikan padaku seketika jua musnah seperti dilalap si jago merah, musnah seperti debu yang beterbangan liar di tanah dilanda hujan dalam sekali waktu.

Tidak ada lagi satuan kata sayang yang dia ditujukan padaku. Semua terlihat kasar dan penuh dengan kedataran. Tidak ada lagi perhatian seperti beberapa waktu lalu yang masih bisa ku temukan sebelum dia mendapatkan kabar buruk itu. Kabar yang hanya bisa ku intip lewat dinding facebooknya.

Kegagalannya untuk lolos masuk ke dalam salah satu perusahaan multinasional itukah yang membuat sikapnya berubah? Letak salahku ada dimana jika harus sampai membuat sikapnya berubah seperti ini? apakah penyebab gagalnya adalah diriku hingga dia membenciku sedemikian rupa sampai mengacuhkan diriku begini? hingga dia mengubah semua yang dulu terlihat sangat manis menjadi menyakitkan seperti ini?
Salahku dimana? Dimana letak salahku?

****

Caranya membuatku jatuh cinta sungguh sangat manis. Dimulai dengan message bertubi dalam facebook yang membuat candu, dan membuatku gelinjangan ketika ku buka layar biru muda itu tanpa ada satu notifikasi message terbaru darinya. Dia membuatku merindui sepanjang hari seperti pesakitan yang tidak kunjung diberikan obat. Dan tanpa sadar aku mulai jatuh, jatuh telak di hadapannya dengan sempurna. Dan dia? Dia seperti memberi ruang, memberi kesempatan pada diriku yang hendak melesak masuk ke dalam bilik hatinya untuk terus maju dan maju. Dia memberi sinyal bahwa dia juga ingin memulai.

Permulaan yang begitu sempurna. Renyah tawa yang mengudara ketika message – message yang ku terima di facebook menghiasi hariku dengan sangat istimewa disusul dengan puluhan sms yang ku terima dari subuh sampai mata terpejam kala malam. Aku jatuh cinta dari sana. Jatuh di saat kemantapan hati untuk tidak memulai sebuah hubungan tiba – tiba terbantahkan oleh kehadiran sosok seorang lelaki penuh misteri. 

Benteng pertahananku akan laki – laki selama dua tahun itu runtuh dalam sekali sentuh. Kehadirannya yang sama sekali tidak disangka membuat gersang yang lama berdiam diri di dalam hati luluh lantah.
Adegan romatis yang tidak pernah ku rasakan datang dari seorang lelaki biasa saja, tanpa embel – embel seksi seperti lelaki yang biasanya membuatku tergoda. Dia berbeda. Dan caranya merayuku juga berbeda sampai aku tidak bisa membandingkan mana bualan dan mana kenyataan.

Flashback selama lima bulan terakhir yang tampak begitu apik untuk dirangkaikan menjadi sebuah kisah percintaan yang sangat indah nyatanya membuat tubuhku sekarang mengerang karena kesakitan. Aku patah hati, dan sakitnya setengah mati.

Akhirnya aku bisa mengerang dengan benar. Ku cengkeram kerah kaos yang kupakai dengan kasar dan berteriak di dalam kamar. Aku menangis sambil menjerit dibarengi dengan gelegar di langit gelap yang menyeramkan.

Hujan. Dan aku semakin histeris mendengar suara hujan di luar sana. Aku ingin keluar kamar. Lari dan membenamkan diri ke dalam guyur yang begitu deras. Biar saja dingin mmbunuh tulang – belulangku hingga membuatku jatuh sakit. Siapa tahu itu bakal bisa membuatnya kembali padaku.

***

Sebuah pesan singkat yang benar – benar singkat akhirnya ku sadari sebagai pesan tersingkatnya untuk mengakhiri sebuah kisah yang lama tidak pernah kami namai itu. Sebuah pesan yang menyiratkan bahwa sebaiknya aku menjauhinya, jauh – jauh dari kehidupan pribadinya. Dan seperti ada belati kecil yang menghujam jantung sampai akhirnya meninggalkan guratan perih yang amat dalam. Membuatku hampir mati karena kehilangan banyak darah.

Aku menginginkannya. Aku ingin memilikinya secara utuh. Dan bukankah dia juga begitu? Semua hal dan perlakuan yang dia tujukan padaku selama lima bulan terakhir bukanlah tanpa alasan, kan? Karena dia memang juga menginginkanku, kan? Hubungan yang berjalan begitu manis bukan karena dia hanya menjadikanku pelarian, kan?

Wahai langit yang mulai gelap, berikan aku jawaban atas kerunyaman yang melanda isi hati. Beri aku setangkup harapan bahwa dia akan kembali padaku. Beri aku kekuatan bahwa ini hanya sementara. Beri aku sejengkal napas untuk sadar bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka. Dan ketika aku bangun nanti, semua bakal baik – baik saja. Semua bakal kembali seperti lima bulan yang lalu. Dan dia ada bersamaku untuk kemarin, sekarang, dan besok tentunya.

Tapi kali ini aku jatuh. Kali ini benar – benar jatuh. Bukan jatuh cinta, tapi jatuh dalam arti sebenarnya. Dan kenyataan terpahit yang ku telan mentah – mentah adalah bukan karena kegagalannya masuk ke perusahaan multinasional itu dia menjauhiku, tapi karena dia kembali pada perempuannya yang dulu. Perempuan yang dari dulu sudah ku rasakan ada apa – apanya. Perempuan yang membuatku sakit hati dan cemburu saat membaca wall to wall mereka. Perempuan yang dulu sering ku temukan dalam komentar - komentar facebooknya. Perempuan yang sering ku jumpai dalam tagging foto – foto di beberapa album fotonya.

Perempuan ini….Aku melihatnya. Ya aku melihat dengan kedua mata kepalaku sendiri ada senoktah cinta yang terburai di antara percakapan mereka. Ada aura berbeda yang ditunjukkan dalam banyak percakapan mereka. Dan aku sebagai wanita yang sedang mencintai laki – laki itu tahu benar bahasa kata yang saling menyiratkan rasa. Dan juga foto profil yang jelas – jelas sama identik itu adalah bukti nyata bahwa ada apa – apa di antara mereka. Tidak bisa dibantahkan oleh apapun.

Dan pertanyaannya adalah, kenapa aku? Kenapa harus aku yang berada dalam pertemuan antara dua sumbu X dan Y itu? kenapa harus aku yang ada di antara mereka? Satu – satunya orang yang paling di sakiti di sini?
Kenapa harus aku yang dijadikan pelarian? Kenapa bukan perempuan lain saja? Salah apa aku sampai kembali disakiti oleh laki – laki? Bukankah dulu laki – laki lah yang membuatku menahan diri untuk berhenti menjalin hubungan dengan mereka? Dua tahun memegang patuh pada komitmen untuk sendiri bukanlah hal yang mudah jika saja tidak ada luka yang terus mengingatkan bahwa laki – laki adalah kaum pembawa sakit hati.

Namun sekarang? Sekarang aku jatuh lagi pada lubang yang sama. Sakit yang sama dengan luka berbeda. Hatiku mencelos, seperti disodorkan pada panggangan sebilah besi yang sedang ditempa, panas dan sakit. Hatiku seperti ditikam samurai panjang yang tajam. Dan Secara mutlak, aku membutuhkan oksigen tambahan.

Semua akhirnya berhenti sampai detik ketika dia dan perempuan itu sama – sama bungkam, sama – sama memintaku untuk menebak hubungan seperti apa yang mereka ikatkan. Perempuan mana yang tidak bisa menebak bahwa mereka memiliki hubungan spesial jika jelas – jelas foto profil facebook mereka sama? adakah sepasang sahabat yang menunjukkan foto seperti itu kecuali mereka sedang berpacaran atau sedang dalam hubungan khusus?

Jadi seperti inikah akhirku? Lakonku hanyalah sebagai tempat pemberhentian sementara saja? Atau sebagai calon – calon yang digugurkan karena punya banyak kekurangan? Atau memang sebagai pelampiasan belaka? Tidak ada niat untuk menjadikanku istimewa seperti apa yang aku kira? Dan perlakuan manis yang selama empat bulan dia tujukan padaku hanyalah semu saja?

Buku – buku jariku terasa panas dalam kepalan. Kuku – kukuku yang mulai panjang mendaratkan sakit yang lumayan, namun tidak sesakit hatiku sekarang. Air mataku sudah kering, dan sekarang digantikan dengan pancaran kebencian mendalam.

Aku cinta. Tapi tidak seperti ini seharusnya. Katakanlah bahwa tidak ada cinta yang lama bernaung di hatimu untukku, tapi untukknya. Katakan padaku bahwa kau hanya menjadikanku sebagai seorang adik, seorang teman. Katakan itu dari awal agar aku tidak sampai melambungkan sendiri perasaanku karena seluruh perlakuan manismu padaku. Aku cinta. Namun rasa sakitku jauh lebih besar dari cinta itu sendiri.

Kali ini aku sudah benar – benar buta pada kalimat mana yang benar dan mana yang salah. Jangan salahkan aku jika nanti tiba waktuku untuk menguraikan kalimat paling nista di dunia. Silakan lakukan apa saja yang ingin kalian lakukan. Persetan dengan hubungan yang kalian jalin. Aku tidak mau dan tidak ingin tahu. Enyah kalian dari mukaku.

Kalian ini manusia macam apa? Kau. Iya kau. Laki – laki kurang ajar yang memberiku senyawa cinta, yang memberikanku benih agar ditanam dan sekarang dengan tanpa rasa bersalah pergi meninggalkan benih itu dalam keadaan sekarat tanpa penjelasan apapun? Kau tahu, aku hampir mati di sini. Karenamu.

Dan kau, perempuan gila. Kenapa menyuruhku bertanya pada lelakimu tentang kebenaran status kalian? Apakah tujuan terakhirmu adalah membunuhku seperti ini? kau ingin aku mendengarkan kenyataan bahwa kalian memang sedang dalam hubungan khusus? Seperti itu? dan… dan pernyataanmu tentang ke_GR_anku atas perlakuan manis lelakimu adalah tanda bahwa aku salah sangka dan terlalu berharap adalah telak membuatku yakin bahwa kau, kalian, adalah orang yang sama – sama sukses membuat seorang perempuan sakit hati.

Berani – beraninya kalian mengusik tidur lelapku sampai terbangun dalam keadaan menyedihkan seperti ini? Berani – beraninya kalian menyulutkan api peperangan padaku? lihat, suatu ketika….suatu ketika pembalasan akan datang. Apa yang kalian tanam, itulah yang kalian tuai kelak. Tuhan tidak pernah tidur. Ia tahu siapa yang tersakiti.

Suatu hari akan ku paksa kalian berlutut di bawah kakiku. Suatu hari nanti, kalian akan merangkak di atas puing – puing keangkuhan kalian untuk memohon belas kasihanku.

******

Butuh waktu untuk sadar, apalagi ikhlas yang jelas – jelas sangat sulit untuk dilakukan ketika hati telah diliputi benci. Batas antara benci dan cinta sangatlah tipis. Butuh mikroskop untuk bisa melihatnya?
Ternyata dia bukanlah belahan hati yang selama ini ku cari. Aku menyesal. Seharusnya tidak tunduk pada pesonanya kala itu. Seharusnya aku bisa menjaga hati lebih waspada.

Aku hanyalah menjadi bagian dari sepotong drama kehidupan yang dia buat bersama perempuannya. Aku hanyalah seorang yang terjebak dalam lorong waktu dimana tak seharusnya aku ada di situ. Aku hanyalah bagian kecil dari bumbu dapur mereka. Ya, seharusnya tak ku biarkan diriku jatuh dalam lubang hitam segelap dan semenakutkan ini. Seharusnya juga aku tidak perlu jatuh cinta terlalu dalam padanya. Tidak juga terlalu mengharapkan bahwa dia bakal mencintaiku seperti aku mencintainya. Seharusnya……

Tidak ada yang namanya “Pemberi Harapan Palsu,” yang ada hanyalah aku terlalu mengharapkan dia.

Satu pinta terakhirku, menjauhlah dari kehidupanku. Aku memaafkanmu, hanya saja aku tidak akan pernah memaafkan kalian jika sampai muncul dalam hidupku lagi. Tutup semua akses dimana aku bisa melihat kalian. Biarkan luka yang kalian semayamkan tidur dalam kidung abadinya. Jangan buat dia terusik lagi dengan kedatangan kalian barang sedetik. Jika kalian berani menampakkan batang hidung kalian, percayalah bahwa aku akan membunuh kalian dengan lidahku sendiri. Dan ketika cinta itu jatuh, dia bahkan tidak bisa melihat bagian mana yang benar dan mana yang salah.




0 komentar:

Post a Comment