April 14, 2014

Langit Menangis

perempuan itu terlalu cepat mengambil keputusan. perempuan itu terlalu untuk menerka. perempuan itu melakukan kesalahan yang sama.

*

langit menangis. jeritannya terdengar sampai ke telinga manusia.

hujan. balkon lantai dua basah. muncul genangan kecil di bawah kaki kursi yang biasanya kugunakan untuk berhalusinasi dini hari. di dalam rumah gelap. listrik mendadak tak menyala. sedang di rumah kos yang hanya dihuni tujuh orang tidak ada batang hidungnya, hanya aku saja yangs edari pagi berdiam diri.

hujan turun dengan sangat deras disertai angin sekencang beliung. gorden kamarku berulang kali tersibak berantakan. hujan kali ini mengerikan saat ditambah dengan listrik yang mendadak pingsan. aku takut gelap. aku takut sendirian di rumah kosan.

lantai satu sunyi. anak tangga yang biasa kugunakan berlarian naik turun tak berani kuintip. akhirnya kuambil senter yang ternyata masih kusimpan di lemari perkakas kamarku. kemudian kugunakan untuk berlari menuju balkon yang punya lebih banyak sinar.

balkon basah. kursi yang biasa kududuki harus kulapisi handuk kecil yang biasa kugunakan ketika mandi. dingin menyergap pori-pori. tulang-tulangku rasanya mendadak tak bisa digerakkan. aku kedinginan.

kuambil salah satu handuk yang berjejer di jemuran untuk mengusir dingin. hujan kali ini menakutkan. langit seperti sedang bertengkar. angin dan hujan saling berseteru. gelegar guntur menyapa tanda dia tak mau kalah oleh rekannya. aku mengiba, tolong hentikan pertengkaran kalian.

rasanya seperti terjajah. aku begitu tunduk pada perasaan sesat yang baru sesaat kurasakan. aku hendak mengaduh namun terlalu gaduh.

aku salah meletakkan itu semua. tak seharusnya kujatuhkan begitu saja. benarkan aku menginginkannya? ah, rasanya aku tak cukup pantas untuk lelaki luar biasa sepertinya. baru beberapa jam yang lalu aku berhenti bicara dengannya dan...kenapa rasanya seperti ini?

aku diliputi rindu yang datang seperti hantu. tak seharusnya kujatuhkan perasaanku padanya. tidak tidak, aku tidak salah. dia terlalu perhatian. aku yang salah menangkap maksud segala apa yang dia katakan. sebagai teman, dia memberikan nasehat. sebagai teman...ya sebagai teman.

sial. di tengah hujan yang riuh, aku masih saja sempat mengaduh. aku tak bisa berseteru dengan perasaanku.









0 komentar:

Post a Comment