October 5, 2011

Sebab Aku, Hampir Mati

Please say the truth about life....

Aku hanya terbuang
bersama sampah di pinggir jalan
membusuk menjijikkan

Bergelut di antara remah pasir yang menggunung
Bercumbu dengan waktu di antara jajaran ombak yang menggulung
Merunduk menampakkan bias kerapuhan terdalam

Berjalan gontai. Menyeret telapak kaki sendiri. Bersama balutan gaun tipis di pandang menerpa pasir di bawah sana. Tertunduk lesu bersama senja yang meneraka. Berdansa dengan langit merah di ufut barat. Bergelut dengan angin maut.
Terlambat menyadari guguran ombak yang menerjang sebagian tubuh ringkihku. Sedetik kemudian bergulung bersama pasir yang mengepul tanpa ampun. Mataku terikat, lalu hidungku tersumbat. Tanganku menggapai udara. Aku hampir mati. Tolong.....

Tertatih di antara bunyi klakson pemekak telinga. Terseok menyeret sandal berlubang. Panas aspal telah lupa dirasa. Pandang kosong tanpa tujuan. Sedang mata telah merabun. Menuli telinga akan segala suara. Akal melayang terbang menemani angin yang menyepoi. Hati telah mati. Tersisa saja bulir air mata yang enggan meninggalkan singgsananya. Kaki melinu. Terpelanting tubuh membadan jalan. Klakson. Rem berderit. Orang-orang menjerit. Raga terhuyung, tergulung, memerah darah. Aku hampir mati. Tolong.....

Adakah suara serakku terdengar telinga normal manusia lain? adakah peka hati saat jeritku menggema bersama parau darahku yang berceceran meminta pengobatan ? adakah yang menyadari kehadiran raga mengenaskan yang tertimbun tumpukan daun-daun pisang di ruas jalan ?
Cih, tak ada yang peduli dan tidak ada yang mau peduli. Hanya aku sendiri saja. Bersama puing sisa raga. Tak bertuan meminta pertolongan. Bersama malaikat malam penjaga nyawa. Bermain dengan waktu. Hei malaikat, ambil nyawaku jika itu perlu.

Aku tidak mengerti tentang hidup, kehidupan, penghidupan, dihidupi, menghidupkan, serta menghidupi. Sebab aku, hampir mati
.

2 komentar:

Post a Comment