April 19, 2012

Bungkam


aku bungkam. 
meliat legam yang tersumpah di sudut bibirnya
melihat busuk terpasung di kedua matanya

di sini. 
ku bungkus rapi sepi yang meluka di akhir baris tulis. 
ku bungkam perasaku untuk menjaja gilamu yang terlayang di bayang bola mataku. 
harusnya buta saja. 
harusnya penglihatku kabur saat pongah jijikmu menari tanpa malu di hadapku. 
aku terluka.

kau tau. 
bagaimana rasanya bungkam saat lidah meminta kebebasan berkata? 
sakit. 
dan aku harus mengakuinya sakit ketika rasa tertahan oleh perceraian yang kau mainkan. 

dan aku hanya bungkam. 
menikmati jilatan kata-kata suci yang terurai dari bibir merah jambumu. 
yang tanpa ragu menunjuk salah terpahat di hidungku
hendak jua ku jalangkanmu dengan pelimbahan noda yang selama ini ku simpan rapat di sudut maluku.
tapi ku bungkam saja 

katakan katamu dulu
saat jemarimu mengayun bebas di kedua pipiku
dan untaian kosa kata gila menggaung di telingaku

lalu kemudian biarkan bungkam ku oleskan di sudut bibirmu yang menyudut
jilat kembali kalimat yang saling perang sekarang
mereka saling meregang kenang

tepikan kenang dan buang kenyataan?
ku jalangkanmu sekarang
sakitku meradang wahai jalang
hendak ku bunuhmu dengan parang yang terselip di pelipis

bungkam
ketidakberdayaan pengolah kata menyajikan suara





0 komentar:

Post a Comment