April 18, 2012

Sebuah Percakapan


"lanang, aku sudah tidak perawan"
dahinya mengernyit mendengarku berkata demikian.

"apa?"
dia kaget.

aku mengangguk
dia menunduk

disembunyikannya wajahnya yang kecewa. 
harapnya mungkin kalimat bercandaan yang akan keluar dari bibir mungilku
namun ternyata TIDAK

mataku bicara lain


"siapa pelakunya?"
tanyanya sambil gemetar mencengkeram pergelangan tanganku.

bisu.
aku membisu.
berusaha mencari jawaban.

"kenapa diam?
mantan pacar?"
selidiknya sembari menggoncangkan bahuku dengan kasar.

seutas senyum getir ku layangkan padanya.
"bukan"

mimik wajahnya berubah
lesu
dilepaskannya tangannya dari pergelangan tanganku
"lantas?"

aku berusaha menahan napas yang tinggal seperempat.
ku jilat bibirku sebelum berucap.
"dengan teman"

kedua ujung alisnya menyatu.
dahinya mengernyit heran
aku lihat parasnya berubah pucat.

"te...man?"
tanyanya terbata.
dia mendengus kesal.

aku terdiam menahan napas.
menahan tangis.
menahan sesal.

"kau menyukainya?"
tanyanya tiba - tiba

jantungku deg degan ternyata.
"entahlah"
ku buang muka

"tak mungkin kau melakukannya jika kau tidak memiliki rasa padanya"

deg
jantungku semakin lari-lari
hei, aku mencintaimu lanang
dan dulu......

"dulu"
jawabku lemah

gurat kecewa bertengger di wajahnya, lagi.
"tapi tidak pacaran?"

dia berondongiku dengan pertanyaan yang membuat nyeri dadaku
"tidak"
jawabku mantap

dia mendengus, lagi.
lalu membuang muka lagi.

"kami hanya teman"
ucapku pelan.

"teman tidur malam?"
cesss. kalimatnya membuat bibirku beku
berhasil membuat detak jantungku berhenti sedetik

"bukan"
jawabku sedih

"lalu?"

"entahlah...."
"semua terjadi begitu saja"

brukkkkkkkkk
dipukulnya tembok putih yang sedari tadi kami sandari
aku menjerit

"lanang......"

"aku kecewa padamu"
rintihnya masih dalam keadaan tangan mengepal

"maafkan aku...."
"aku...."
"aku khilaf...."

ditatapnya mataku dengan garang
"lalu lelaki itu?
"apakah menyukaimu juga?"

aku takut melihat caranya memandang
diam-diam aku berusaha mengatur kalimatku
"tidak"

wajahnya berubah pucat lagi
"lalu kenapa kau melakukannya?"
teriaknya

"khilaf...."
"semua berjalan begitu saja ketika...."
aku tidak bisa melanjutkannya.
bahkan jika dilanjutkan sekalipun sepertinya tak berarti baginya.
segera ku kunci rapat bibirku.

"dengar....aku hanya berusaha jujur padamu"
"dan maafkan aku jika kejujuranku ini menyakitimu..."
"tapi kau memang seharusnya tahu...."
"tahu dari awal bahwa aku bukan bunga lagi"
"aku telah kehilangan gadisku"

dilihatnya mataku yang setengah berair
disibakkannya rambut hitam yang mengurai di depan wajahku

"aku harap kamu menyesal telah memilihku"
akhirnya aku menangis
sesenggukan

lalu kemudian

diam
dia diam
aku diam
semua diam
beberapa detik
hampir semenit

"lakukan juga denganku"
katanya tiba-tiba

aku melongo
tanpa aba-aba dia mendorong tubuhku
mencengkeram kuat kedua lenganku
dan aku
pasrah

0 komentar:

Post a Comment