April 30, 2012

Terus Terluka


Terus Terluka - TODAYband

Aku yang selalu tersakiti
Slalu kau lukai
Hingga sampai saat ini
Ku coba tuk mengerti dirimu
Namun tak pernah sedikit kau mengerti aku
Dan aku yang selalu salah di matamu

Aku manusia
Tak mau bila terus terluka
Bila perpisahan ini
Jalan yang terbaik
Akan ku terima

Kulakukan semua yang kau inginkan
Meski kau tak pernah coba tuk fahami aku
Sepertinya ku harus melepasmu
Dari hidupku


Mendengarkan lagu ini rasa-rasanya seperti kembali ke zaman SMA dulu. ya. inget mantan terindah "Yogi Maulana Anggara" yang pernah aku tulis cerpennya di Don't Say Goodbye. Dan kenapa lagu ini tidak ku dengar tahun 2009 bulan Januari saja? sehingga ketika aku putus dengannya ada lagu yang bakal membuatku bertambah ngilu? yang mewakili perasaan ketika masih sayang namun sering terluka dan akhirnya harus melepaskan? so sad :'(


Dia yang membuatku luka namun sayang. Yang pada akhirnya harus ku ikhlaskan untuk melepasnya dalam diam. Kala itu kami sama-sama menangis. Entah kenapa kami menangis berdua. Di tengah malam di sebuah tempat nyaman kami menyimpulkan sesuatu yang sama-sama kami tahu membuat kami terluka. Setelah perang dingin yang kami kobarkan tanpa tahu sebab pastinya apa. Cemburu pada mantan? orang ketiga? atau memang sudah tidak cocok? tidak tahu. Tapi yang pasti perpisahan itu membuatku jauh lebih sakit dari ketika masih berdua dan sering berseteru. Namun, kami sama-sama tahu. Ada hal yang memang tidak pernah bisa disatukan meski kami saling sayang. Ya, kami masih saling sayang. Dulu....


Dan air mata itu. Entah palsu atau memang begitu, membuatku cukup yakin dan tahu bahwa sebenanrya keputusan itu berat dijalankan. Namun. kami harus sadar bahwa kami tidak bisa melangkah bersama lagi. Arch, aku masih sering merindukan ia. Merindukan bagaimana ia mengikatku kuat. Ah, aku jadi sedih.

......

Ku tumpahkan secangkir kopi yang masih terlihat kepulnya di atas meja ruang tamunya. Dengan gemetar kusengajakan juga cangkir motif bunga sepatu itu terjatuh ke lantai sampai pecah. Si empunya rumah mendelik melihat kelakuan gilaku. Sementara aku hanya sedikit takut jika tangan yang dulu sering membelai kepalaku itu akan mendarat ke pipiku yang mulai panas. 


Ku lirik Ivan yang sedang geram menahan penjalangan yang selalu keluar dari mulutnya ketika kami bertengkar. Kosa kata kasar yang selalu dia tumpahkan ketika aku melakukan kesalahan. Tamparan kecil ketika aku membalas susunan kalimatnya sebelum usai diperdengarkan.

Matanya berkilat. Terlihat merah padam melihat kelakar gilaku. Sesaatnya, senyum getir tergores di sudut bibirnya. Lalu kemudian dia bangkit untuk memunggungiku. Menghalangiku untuk membaca apa yang sedang dia pikirkan lewat matanya yang cokelat.


"kau main-main, Ros? kau gila?" sentaknya tiba-tiba.
"tidak. aku serius Van" jawabku mantap.


Diam. Ivan terdiam. Kali ini dia terdiam. Biasanya dia akan memakiku. Menjalangkanku. Menuduhku main serong. Menuduhku bercinta dengan pria lain ketika aku meminta mengakhiri hubungan yang sudah lama tidak sehat ini. Tapi kali ini Ivan terlihat beda. Dia malah diam.


"plis, Van" aku mengiba padanya. Menundukkan kepalaku di hadapannya.
"Ros, tapi aku masih sayang sama kamu" Dibalikkannya punggungnya dan menatapku dengan lembut.
"tapi aku tidak" kataku setengah berteriak.
"bohong" digoncangkannya pundakku sampai aku terjatuh di kursi.


Kusembunyikan tangis yang sudah meleleh di pipiku. Sesegera mungkin ku usapnya. Dan aku kembali menatap Ivan yang kini menundukkan kepalanya, meremas-remas rambut kepalanya.

"kau bohong Ros, aku bisa melihat kebohongan itu tersirat di matamu. Kau tidak bisa membohongiku. Kita sudah bersama tidak dalam hitungan bulan, tapi tahun. Jadi aku tahu kapan kau akan berbohong padaku" 


Lalu diam-diam air mataku meluncur tanpa kendali dari sudut mataku yang merah. Aku mencoba berpaling dari Ivan, namun tangannya sedemian rupa mencengkeram bahuku. Tidak mengizinkanku untuk menghindari tatapannya.


"lihat mataku, Ros" bujuknya.
Aku masih menunduk.
"kita harus berpisah Van...." ucapku sambil terisak.
"tapi kenapa? aku masih sangat menyayangimu, Ros"


"karena aku terlalu rapuh untuk terus kau sakiti, Van"
"maksudmu?"
"aku sudah sangat sakit menahan ini. aku tidak bisa bertahan lagi. kau selalu menyakitiku tanpa kau sadari itu. seolah - olah kau lah yang paling benar ketika kita bertengkar. dan kau, kau egois Van. kau tidak mau mengerti bagaimana pengorbananku untuk setia. kau....kau sudah berapa kali menyakitiku dengan berkencan buta dengan wanita itu? bekas pacarmu?"


sesak. dadaku sesak. nyeri menggelontor di sela diafragma. perih.


"aku sakit Van....benar ku mencintaimu, sayang sama kamu, tapi tidak dengan begini caramu membalasku"

"sabar itu tidak ada batasnya, Van. Tapi maklum yang justru ada batasnya. aku tidak bisa lagi memaklumi tingkah polahmu yang membuatku terluka"

Ivan terdiam cukup lama. Didudukinya meja ruang tamunya. Wajahnya ditekuk. Kedua tangannya menutupi wajah rupawannya. Lalu kemudian disisirkannya mereka ke rambutnya yang sedikit menutupi dainya. Aku melihatnya menghela napas panjang.

"ok....kita putus" ucap Ivan pelan sambil menatap mataku.

tess.....air mataku menetes. terdengar sakit sekali saat kata putus itu didengar sekarang. namun aku berusaha tegar dan meyakinkan diri bahwa apa yang aku lakukan adalah benar. tidak ada ucapan yang perlu ditarik. ini adalah yang terbaik.

"bye Van, aku pulang....semoga.....semoga....." aku terisak sampai tenggorokanku sakit, hidungku sampai tersumbat dan sulit untuk mengatakannya.

"semoga ini yang terbaik....selamat tinggal" ucapku sambil melangkah ke arahnya dan mencium pipi kirinya. Ivan mendongak. Menatap mataku yang basah. Lalu mencengkeram lenganku dengan gemas.

"maafkan aku....." bisiknya lirih lalu memelukku dengan erat. hangat.



0 komentar:

Post a Comment